Vote-nya berkurang banget:") bikin ga semangat update
47. Liburan ke Kampung
Reina dan Reino pulang tergesa ketika Mama Nita menelepon ke nomor Reina untuk menyuruhnya pulang saat itu juga. Tidak tahu kenapa, tapi suara yang terdengar memaksa membuat keduanya cepat mengemasi barang buru-buru. Naik motor hampir saja menabrak pembatas jalan saking buru-burunya dan juga masih sedikit mengantuk. Pikiran berkelana karena Mama Nita tidak mengatakan alasan kenapa keduanya harus pulang cepat.
Lega ada, tapi kesal pun ada. Dipikir ada kejadian yang terjadi karena diminta pulang cepat-cepat. Ketika Mama Nita menjawab kalau keduanya beserta semua kakaknya---tidak termasuk Davian---harus pergi ke kampung untuk membantu Nenek Minah dan Kakek Idam, orang tua dari Mama Ira yang barusan pindahan, Reina dan Reino kompak menghela napas lega. Pikiran sudah terbang jauh sekali memikirkan hal yang buruk.
"Aku boleh nggak ikut?"
Tatapan Mama Nita menajam untuk Reina. "Kenapa? Enak loh, kamu bisa liburan di sana. Udaranya sejuk."
Reina tidak mau mengalami sakit hati karena iri. Iri itu tanda diri tidak mampu. Nenek Minah itu cukup pilih kasih. Anindira dan Arabella adalah yang utama baginya. Reina tidak mau iri dan sakit hati jika menerima perlakuan berbeda di sana. Jika akhir-akhirnya mungkin akan sampai menangis, itu tidak bisa dikatakan dengan liburan, bukan? Liburan itu bukan untuk digunakan menjalani hari-hari menyakitkan.
Mama Nita menatap Reina memberikan kepercayaan kalau anak bungsunya harus ikut. "Kamu emang nggak kangen sama nenek dan kakek? Kalian ketemu terakhir kali pas kamu ulang tahun."
Terpaksa Reina ikut. Akan coba dihiraukan tentang masalah Nenek Minah. Sejujurnya, kampung adalah yang terbaik saat masa liburan seperti ini. Reina menganggap seperti itu karena saat umur dua belas pergi ke kampung untuk menjenguk nenek---Papa Farhan---yang sekarang sudah bahagia di surga. Salah satu nenek yang lemah lembut seperti Papa Farhan, pergi tiga tahun lalu. Reina masih ingat bagaimana dirinya menangis sangat kencang hari itu.
Semuanya berkumpul di ruang tengah saat sudah siap, itu perintah dari Papa Farhan tadi. Reina dan Reino datang setelah Alby dan Adrian, disusul Arabella dan Anindira yang wajahnya sama-sama lempeng. Sempat saling tatap dengan Arabella, Reina segera membuang muka. Tentu mereka belum berbaikan karena Reina ogah untuk mengobrol bersamanya jika kakaknya itu belum meminta maaf. Namun, Reina juga amat hapal dengan sikap kakaknya itu yang tidak pernah meminta maaf duluan. Jadi, jika hubungannya akan terjalin tidak baik selamanya, Reina tidak keberatan.
Papa Ardan datang setelah ditunggu lumayan lama. Masuk ke dalam rumah dengan kantong plastik besar. Isinya hanya kerupuk untuk hadiah nenek dan kakek mengingat dua orang tua itu sangat suka. Lumayan lama sebab selain macet, tempat penjual kerupuk langganan nenek dan kakek lumayan jauh.
"Udah siap? Ya udah ayo. Sebentar lagi keretanya berangkat."
"Loh, Mama nggak ikut? Kenapa pada nggak ganti baju? Nggak mungkin 'kan pergi pakai daster?" Reina bertanya saat Papa Farhan sudah berdiri, mengambil kunci mobil dari tangan Papa Ardan.
"Mama dan Papa nggak ikut. Sebentar lagi Papa ada pembukaan toko keempat di luar kota. Kalian aja yang pergi. Nenek dan kakek udah tahu kok."
Ada raut wajah terkejut dari semua anak di sana mendengar penjelasan Mama Nita. Namun, tidak ada yang protes tentang masalah itu. Segera bangkit dari duduk saat Mama Ira menyuruh untuk segera berangkat takut terjebak macet.
"Ma, aku nggak mau punya adik." Reina sendiri yang belum bangun saat para kakaknya beserta Reino sudah hampir melangkah mengikuti Papa Farhan. Keadaan terasa canggung setelahnya. Namun, Reina tidak peduli daripada harus menerima kabar yang tidak diinginkan ke depannya. "Anak-anak Mama dan Papa udah pada gede." Reina menunduk untuk melanjutkan kalimatnya. Selain karena malu punya adik di usia remaja, alasan lainnya adalah nanti kasihan juga adiknya itu karena saat bertumbuh mama dan papa sudah tua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rei(na) & Rei(no) [END]
Roman pour Adolescents[FOLLOW SEBELUM BACA] [TIDAK PEDULI SEJELEK APA KARYA SAYA, SAYA TIDAK MENGIZINKAN PLAGIAT DALAM BENTUK APAPUN] Hanya keseharian dari Reina dan Reino. Anak yang sengaja dibuat di malam yang sama. Mereka bukan keluarga, apa lagi adik kakak. Akarnya a...