21. Usaha Reina
"Pokoknya kalo dia minta lo buat ngeluangin waktu, jangan mau. Abaikan. Jangan natap dia kalo bisa. Anggap dia nggak ada." Sambil memberi arahan pada Reino, Reina sibuk mengunyah permen karet. "Kalo nggak sengaja natap, tatap dia dengan tatapan super dingin." Reina menarik kepala Reino agar menatapnya juga, ditatapnya mata cowok itu dengan tatapan miliknya yang sungguh tak ada dingin-dinginnya. Malah terlihat cringe untuk Reino lihat. Juga membuat para murid yang sama dengan keduanya; berjalan di koridor menatap mereka aneh.
"Paham nggak?"
Kembali meluruskan pandangan, Reino mengangguk tanpa berucap. Dia iyakan saja perkataan-perkataan Reina tadi. Perkataan yang menyuruhnya untuk menjauhi Fani.
Karena langkah Reino terhenti, Reina yang semula sibuk mengikat tali sepatu yang lepas langsung terdorong ke belakang sebab cowok itu menutupi jalan. Tentu saja, pasti ada yang menertawakannya.
"Duh, lo ngapa---"
Terhenti. Kalimat Reina terhenti setelah tahu apa alasan Reino berhenti mendadak begitu. Di depan sana, ada Fani dengan tas di gendongannya yang sedang menatap cowok itu dengan tatapan sendu.
Melihat Reino yang nampak tak berdaya macam ini, Reina langsung menarik tangannya sambil menundukkan kepala cowok itu agar tak kontak mata dengan Fani. Menariknya pergi dari sana. Dia pun ngomel-ngomel, "Gue bilang tatapan dingin, Kampret. Bukan tatapan memelas."
Reino tak bohong. Susah sekali menjaga pandangan agar tak menatap Fani. Sekarang saja kepalanya menoleh, menatap cewek yang sama sepertinya; sedang menatapnya juga. Rasanya, macam ada magnet. Terus seperti itu sedari dulu. Di mana ada Fani, pasti tatapannya terarah pada cewek itu.
***
Navia aslinya sudah ingin menyerah untuk mendapatkan hadiah mahal dari Raja. Namun, masih memaksakan diri untuk berpura-pura sanggup menjadi pacar bohongan Raja mengingat cowok itu akan berhenti meminta bantuan kalau yang diminta nampak tidak mau. Pokoknya apapun yang terjadi, dirinya harus mendapatkan dua barang mahal tersebut!
Tangannya ditarik begitu saja selepas keluar dari kelas. Sudah menjadi rutinitas sejak hari di mana keduanya dikejar-kejar kumpulan cewek agresif.
Tangannya akan digenggam kalau sudah keluar dari gerbang. Saling memberikan senyum palsu untuk menipu cewek-cewek yang ada di samping kanan yang menatap keduanya kesal karena terlihat sangat dekat.
"Bye, Sayang. Ketemu nanti malam, ya, di rumah kamu."
Raja mengelus puncak kepala Navia. Sudah mulai terlihat terbiasa akting melihat bagaimana senyum cowok itu sudah tidak sekaku dulu. Walaupun tangan yang mengelus itu aslinya ingin menoyor melihat bagaimana senyum Navia yang terlihat aneh. "Bye."
"Nggak capek akting?"
Navia dan Raja menoleh kaku ke arah Sabila yang mana itu adalah nama anak gemuk yang sepertinya ketua dari kumpulan penggemar Raja.
"Lo bahkan nggak tahu apa-apa. Jadi tolong diam, ya." Navia menghela napas kasar. "Lo pada apa emang nggak capek ngejar-ngejar pacar orang?"
"Nggak. Soalnya kita tahu kalo kalian itu pura-pura pacaran."
Raja dan Navia saling bertatapan layaknya orang yang tertangkap basah.
***
Reina memandangi Reino yang terduduk lesu di kursi miliknya sendiri di meja makan. Matanya terarah ke bawah. Dan juga kedua tangan yang Reina tahu sedang bertautan di atas paha, menunjukkan rasa gelisah. Melihatnya, Reina geleng-geleng kepala merasa prihatin. Entah sudah berapa hari matanya selalu disuguhkan Reino yang melamun begitu selepas putus dengan Fani.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rei(na) & Rei(no) [END]
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM BACA] [TIDAK PEDULI SEJELEK APA KARYA SAYA, SAYA TIDAK MENGIZINKAN PLAGIAT DALAM BENTUK APAPUN] Hanya keseharian dari Reina dan Reino. Anak yang sengaja dibuat di malam yang sama. Mereka bukan keluarga, apa lagi adik kakak. Akarnya a...