#13 Hong Kong

1.8K 307 35
                                    


Wanita itu, sempurna!

Itu menurut Kesuma, ketika dia menenteng tas belanja brand Prada dan Louis Vuitton dengan elegan. Seperti dia terlahir, memang untuk menguras kantong pria dengan cara berkelas.

Bagi Kesuma, ini pertama kalinya dia menikmati sebuah hubungan yang mature, baik dari segi usia maupun pemikiran. Mereka bisa tertawa riang menuju gedung pencakar langit dengan berjalan kaki, riang berbelanja dan makan di restoran mewah, atau mendadak naik kereta cepat menuju Cina.

Wanita itu, tak seperti wanita lain yang pernah diseretnya ke tempat tidur. Dia, sedikit berbeda. Terutama dengan sikapnya yang tidak pernah menuntut. Dia merasa sudah sangat bahagia, ketika dari posisi tergelap dan terkumuh  Hong Kong, malah ditarik untuk tinggal di Apartemen Kowloon Barat.

Saat pertama kali memasuki apartemen dengan tiga kamar tidur itu, lututnya seakan lemas. Dia mengaku pada Kesuma, dia seperti sedang berada di surga.

Pada Kesuma, dia bercerita dengan sedih. Masa mudanya remuk, saat hamil di luar nikah, dan terpaksa menikah dengan kekasihnya yang beda agama.

"Saya punya anak, Mas. Perempuan, namanya Larasati, yang saya titipkan pada keluarga. Karena suami saya kabur. Saya malu, dan saat itu keuangan saya sedang bermasalah. Saya berpikir untuk ikut teman jadi TKW di Arab. Tapi di Arab, saya malah bertemu majikan yang kejam. Saya kabur, terus kerja dengan majikan yang baik. Tapi saya tak bisa pulang, karena surat-surat saya hilang. Baru bisa pulang ke Indonesia, ngurus surat-surat itu sekitar 8 tahun kemudian..."

Kesuma, membelai dagu wanita itu dengan lembut. Membiarkannya untuk nyaman bercerita lebih banyak.

"Saya lalu buka usaha salon di Jakarta, tapi malah bangkrut. Uang simpanan saya dari Arab, semua ludes. Saya bingung, depresi. Di situ saya bertemu suami kedua saya, seorang Jenderal. Saya menikah dengannya selama 20 tahunan. Tanpa anak. Tapi saat dia mati, saya tak dapat warisan. Karena cuma jadi istri simpanan. Sampai saya kembali depresi, dan mencoba menenangkan diri di salah satu pesantren di Bogor. Di situ saya bertemu suami ketiga saya ..."

"Apa yang terjadi?"

"Dia cuma pemuda miskin, sopir angkot. Tak ada yang dia pikirkan, kecuali kesederhanaan. Usia kami berbeda jauh, juga dari segi wawasan. Saya tidak bahagia hidup dengannya, meski kemudian lahir seorang anak perempuan. Saya lalu memutuskan meninggalkan mereka untuk kembali jadi TKW, tapi kali ini di Hong Kong. Tapi di Hong Kong, saya malah bertemu pria Bangladesh. Saya yang sudah jatuh cinta padanya malah ditipu, uang saya habis. Saya terlempar lama di jalanan. Sampai... sampai saya bertemu kamu, Mas!"

Kesuma mengangguk. Entah apa yang dipikirkannya saat itu. Tiba-tiba dia jenuh dengan segala kemewahan. Dia berjalan sendirian di pemukiman kumuh ilegal di salah satu atap gedung. Suatu hal yang sering dilakukannya jika merasa tidak bahagia dengan harta yang dimilikinya.

Terkadang, Kesuma merasa sikap semua orang padanya hanyalah bentuk kepalsuan. Mereka seperti monster yang berusaha ganas mengincar uangnya. Ternyata, ketulusan itu sulit ditemui, apalagi dimengerti, ketika kau seakan mampu membeli seisi dunia ini.

Kesuma, tertarik mengunjungi rumah bekas sopirnya dulu, Lee. Orang yang pernah bekerja paruh waktu dengannya, demi menghidupi keluarganya. Tetapi di rumah kumuh seluas 6 meter persegi itu, Kesuma malah menemukan seorang wanita asal Indonesia.

"Mister Lee sudah pindah sebulan lalu. Saya yang menyewa tempat ini sekarang..." kata wanita itu.

"Berapa harga sewa rumah ini sekarang?"

"Seribu tujuh ratus dollar Hong Kong"

Kesuma, melirik wanita itu. Jantungnya berdebar. Meski tak lagi muda, sungguh wanita itu sangat memesona. Akal mesumnya langsung bergelora, ketika wanita itu mempersilahkannya untuk masuk dan duduk di kursi tua berdebu, untuk menikmati secangkir minuman hangat.

Suku yang HilangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang