"Seperti anak kecil saja. Tiap marah, melarikan diri"
Kem yang melangkah bersama Surti mengikuti Dewawarman yang menggendong Ara, seketika menoleh. Dia terkejut ketika melihat seorang wanita yang tiba-tiba berdiri tak jauh dari mereka. Wanita dengan baju kerajaan, diiringi banyak pelayan istana.
"Eh, ketemu lagi. Kamu si Nyi Larang kan? Apa kabar?" Kem berusaha untuk ramah pada wanita yang tampak ingin menelannya bulat-bulat itu.
"Kau ini, punya pikiran tidak? Sudah merebut suamiku, kini malah tega menyusahkan anakmu dan bibi emban itu! Mereka tiap hari kau bawa kabur. Dan Kang Mas Dewawarman, harus selalu disibukkan dengan urusan mencarimu. Kapan dia bisa memimpin kerajaan dengan benar?" gerutu Nyi Larang.
Kem tercenung. Jadi, beginikah dirinya di masa silam? Permaisuri manja yang jika keinginannya tidak dituruti maka memilih kabur-kaburan?
"Anakmu itu, si Salaka, adalah calon raja. Bagaimana kau bisa membuat dia menjadi tak terurus seperti itu? Dia bisa sakit dan mati jika kau bawa lari terus! Berarti, kau ini sama egoisnya seperti ibumu si Nawang Wulan. Tidak pernah memikirkan anak!"
"Kau!"
"Mau bilang apa lagi? Memang seperti itulah kelakuanmu! Kami yang bukan orangtua kandungnya saja, peduli dengan nasib Salaka. Sementara kau tidak!"
Kembali, Kem meresapi ucapan Nyi Larang. Lalu memandang Ara yang tertidur di pundak Dewawarman.
Berarti, ada yang salah selama ini? Betul dia adalah anak Aki Tirem, alias Jaka Tarub dengan Nawang Wulan. Orang yang memberikan kekuasaan wilayah pada Dewawarman, untuk mendirikan kerajaan. Betul, ada perjanjian bahwa anaknya Salaka, akan menjadi Raja berikutnya setelah Dewawarman.
Betul, dia seorang permaisuri yang kecewa karena suaminya tega membawa istri pertamanya masuk istana. Wanita galak yang selalu sibuk menuduhnya sebagai pelakor, padahal dirinya juga "tertipu" oleh Dewawarman.
Tapi di sini, ternyata Nyi Larang orang baik. Dia peduli terhadap Salaka, yang bukan darah dagingnya. Meski hatinya sakit karena suaminya kawin lagi, tapi dia tahu diri akan posisinya.
Dewi Pohaci Larasati memang berhak menjadi permaisuri. Kerajaan itu memang milik keluarganya. Dewawarman hanya menjalankan amanah almarhum Aki Tirem.Sementara Dewawarman, meski Salaka bukan anak kandungnya, tapi dia tulus menyayangi dan menjaganya. Mungkin juga, karena takut dengan karma buruk yang akan diterima, jika dia tidak mampu memenuhi janjinya kepada mertuanya.
Lalu, apa sebenarnya yang membuat dia terus ingin pergi dari istana ini? Tak mungkin hanya karena keberadaan Nyi Larang.
"Kangmas Dewawarman memberi nama kerajaan ini memang Salaka Nagara. Menyatukan nama kedua anak kita. Agar kelak mereka bisa merasa memiliki kerajaan ini berdua. Bersatu mengurus kerajaan ini. Salaka jadi Raja, Kakaknya Nagara, bisa membantu kuatnya pemerintahan si Adik. Meski mereka bukan sedarah..."
Kem menatap Nyi Larang yang makin mendekatinya. Oh, ini sebab yang membuat Dewi Pohaci Larasati doyan ngambek? Dia tak mau ada embel-embel nama anak Nyi Larang pada kerajaan mereka?
"Kau sudah pernah berumahtangga dengan Arsasena sebelumnya. Bapak dari Salaka. Bandingkan hidup rumahtanggamu bersama Kangmas Dewawarman! Apa Kangmas pernah menyakitimu seperti yang dilakukan Arsasena? Menyelingkuhimu? Justru akulah yang diselingkuhinya! Dia menikahimu setelah kami menikah sekian lama dan beranak pula!"
Arsasena? Kem garuk-garuk kepala. Berarti di masa lalu, si kunyuk Arsa memang jadi suaminya sejak zaman dahulu kala. Dan memang suami durjana rupanya. Berselingkuh pula. Tapi dengan siapa?
"Dengar Larasati. Seharusnya kau mampu mendidik dan mengarahkan anakmu, agar tidak seperti Arsasena. Bagus Bapakmu membunuh pria itu. Lagian otaknya ke mana, masa selingkuh dengan ibu tirimu?"
"Ibu tiri?"
"Kau ini, amnesia atau apa? Seluruh rakyat juga tahu kisah perselingkuhan Arsasena dengan Nawang Mentari. Masa kau lupa? Nawang Mentari sempat kembali pada Aki Tirem, minta dimaafkan karena tak kunjung menemukan keberadaan Nawang Wulan. Tapi saat itu kau sudah besar, sudah menikah dengan Arsasena. Nah, si Arsasena kecantol kecantikan Nawang Mentari yang konon tak pernah tua dan super bahenol"
Kem mendengus kesal. Ampun, si Arsa! Dari zaman dulu kelakuannya seperti babi. Hobi nyosor, dan pasrah disosor!
"Aki Tirem yang marah, membunuh Arsasena. Tapi Nawang Mentari ditangkap para bidadari lain. Tangannya dibuat lumpuh! Dimutilasi! Dia dibiarkan mati dengan tubuh berlumuran darah agar bisa reinkarnasi. Dia tidak kabur, tapi mati!"
Kem teringat cerita Nawang Sari, saat dia sempat disembunyikan setahun oleh nenek bidadari itu. Oh, jadi si Jihan Mentari memang sudah menggatal sejak zaman kerajaan purba? Kem cuma bisa geleng-geleng kepala. Tak ada untungnya bidadari laknat itu reinkarnasi, jika sifat buruknya masih tetap terbawa.
"Nawang Mentari masih hidup. Namanya sekarang Jihan Mentari, dan dia masih berselingkuh dengan si Arsa!"
"Benarkah?" Nyi Larang mengernyitkan dahinya, bingung.
"Betul, Bu. Pak Arsa selingkuh sama Mbak Jihan Mentari, sahabatnya Ibu Kem" potong Surti tiba-tiba.
Nyi Larang melotot pada Surti,"Syura, kau ini ngomong apa?"
"Saya, Surti Bu. Bukan Syura. Mohon maaf ya, Bu. Mau tanya... itu pementasan wayang orangnya di gedung gede warna perak itu ya nanti? Karcisnya berapaan? Nanti bisa foto-foto kan sama pemainnya, termasuk Ibu?"
Nyi Larang makin melotot. Membuat Kem harus buru-buru mengalihkan pembicaraan.
"Kami harus segera beristirahat Nyi Larang. Kami sangat lelah"
Nyi Larang mengangguk hormat,"Baik permaisuri. Jaga kesehatanmu. Ingat bayi dalam kandunganmu..."
"Bayi? Kandungan?"
Dewawarman cepat menyerahkan Salaka pada Surti, lalu memeluk Kem dengan erat.
"Mengapa kau menutupi kehamilanmu sayang? Ah, aku yakin ini adalah Sigerku. Kelak dia akan menjadi Putri cantik Salaka Nagara!"
Kem hanya bisa terdiam. Pasrah dengan jalur hidup baru di dunia pararelnya. Setidaknya di masa itu, Arsa dan Jihan sudah mati. Dia merasa sedikit tenang.
(Bersambung)
KAMU SEDANG MEMBACA
Suku yang Hilang
Mystery / ThrillerKemuning berusaha fokus menulis cerita untuk novel barunya agar kembali bestseller hingga difilmkan. Dia kemudian tertarik mengungkap fakta sejarah, tentang Suku Selendang Putih Gunung Salak, Bogor. Konon, suku ini sering menunjukkan jejak di sepan...