Prajurit, sibuk menjerit, saat pintu rahasia Kaputren Ibu Suri akhirnya bisa dibuka. Pintu itu, lebih mirip sumur, yang di dalamnya ada tangga menuju ke bawah tanah.
"Cepat, masuk!" teriak prajurit itu.
"Eh, anu. Ibu Kem gimana sama Ara?" tanya Surti, sambil sibuk mengayun-ngayun Wangsa yang terus menangis.
"Aduh, apa lagi itu Syura? Cepatlah, nanti kamu dibunuh juga seperti Umami. Kaputren ini sudah dibakar. Selamatkan Pangeran Wangsa!"
"Syura, namaku Surti. Jangan salah sebut. Nanti penonton protes, lho. Kamu pemeran figuran sih ya, jadi pasti salah sebut iki. Skenarionya blas! Awas lho, IG-mu pasti diserbu netizen. Juga Tik Tok kowe, alah... bisa runyam sampeyan," gerutu Surti.
"Syura, cepaaat!!!"
Kali ini, Surti terdiam. Pukulan keras di pintu kamar semakin terdengar mengerikan. Dia mau menuju prajurit itu, bersiap turun. Tapi dia malah menyerahkan Pangeran Wangsa duluan.
"Titip sik, si jabang bayi yo mas. Aku mau bawa tulisan-tulisan Bu Kem yang di meja. Takut kebakar atau dicuri." kata Surti, sambil cepat mengumpulkan gulungan-gulungan kulit kambing dan kain, memasukkannya dalam tas rotan, dan membawanya turun ke dalam lobang besar tersebut.
Tepat ketika pintu rahasia ditarik prajurit hingga kembali tertutup dan terkunci, tiba-tiba pintu kamar terjungkal. Sejumlah prajurit berdiri dengan beringas. Lalu kemudian, muncul Lathi Sera yang melangkah dengan jumawa.
"Mereka tidak ada di sini. Sekarang, hancurkan Kaputren Siger!" teriaknya.
***
Pedati terhenti. Kusirnya meloncat turun, lalu memeriksa sesuatu di atas batu besar yang dikelilingi rumput tinggi. Kem ikut meloncat turun.
"Ada apa, Kusir?" tanya Kem, saat melihat Kusir mendorong batu besar itu, yang ternyata sebuah lobang yang memiliki tangga."
"Ibu Suri sering melewati jalan ini dulu, jika ingin kabur ke hutan. Kita harus menunggu Syura yang menyelamatkan diri dari sini." kata Kusir.
"Mana dia?"
"Sepertinya dia lambat sampai ke sini. Hari mulai gelap. Mestinya, dia sudah tiba."
"Mungkin karena dia repot membawa bayi?"
"Sepertinya begitu. Tapi jika dia tak kunjung tiba, maka kita harus tetap lanjut berjalan. Biar pasukan Patih Jemoga menjemputnya."
"Apakah mereka pasti menang melawan istana?"
Kasir menggeleng,"Entahlah, Ibu Suri. Jika seluruh Adipati dan Kadipaten juga turun membela istana, dipastikan sangat tidak imbang. Kadipaten Binong memang besar, dan banyak pasukannya. Tapi, jika seluruh Kadipaten lawan bersatu, mereka bisa kalah..."
Kem terduduk di atas batu. Dia mulai merasa lesu. Lalu, dengan kesal dia berteriak ke dalam lobang itu.
"Surtiiii... cepat naik! Surtiiii..."
Suara Kem bergaung, tapi, lobang itu begitu gelap dan dingin. Tak ada suara.
"Sepertinya, dia tak sempat turun. Keburu..."
Kem menatap tajam Kusir,"Keburu dibunuh?"
"Sepertinya begitu, Ibu Suri. Soalnya, tak mungkin jika belum sampai ke sini. Jarak kita lebih jauh dari lorong dalam lobang ini. Entah apa yang membuat mereka lambat sampai ke sini."
"Oh, Surti..." Kem memegangi kepalanya.
Tapi tiba-tiba, terdengar suara derap kaki kuda. Lalu muncul Patih Jemoga dengan baju dan wajah berlumuran darah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suku yang Hilang
Mystery / ThrillerKemuning berusaha fokus menulis cerita untuk novel barunya agar kembali bestseller hingga difilmkan. Dia kemudian tertarik mengungkap fakta sejarah, tentang Suku Selendang Putih Gunung Salak, Bogor. Konon, suku ini sering menunjukkan jejak di sepan...