#68: Pelukan Kematian

1.2K 300 41
                                    

Kaputren Siger sudah terbakar setengahnya. Prajurit-prajurit yang penjilat, sedang menonton dengan bahagia. Para dayang tampak berlarian, karena takut dengan bangunan yang mulai sebagian runtuh. Sementara, tampak tertawa gembira menyaksikan hal itu.

Kem terus melangkah berani menuju tempat itu. Tak dipedulikannya para prajurit yang siap menangkapnya. Dia sudah begitu bernafsu ingin menghunus trisula ke dada Lathi Sera.

"Hentikan, Ibu Suri." kata para prajurit yang mengepungnya.

Lathi Sera menoleh, lalu makin memperkeras tawanya.

"Oh, lihat siapa yang kembali ke istana ini? Mantan Permaisuri yang sudah lupa diri. Apa yang kau lakukan? Kau coba ingin membunuhku?"

"Tutup mulutmu iblis betina! Kau seperti setan yang diberi susu, tapi dibalas dengan air tuba. Lupa kau tentang sejarahmu datang di istana ini? Tidak ingat kau siapa yang selalu membantu dan membelamu selama ini? Kau sama jahanamnya seperti ibumu, Dewi Rosa. Anjing semua!" teriak Kem.

Lathi Sera tersenyum kecut, bibirnya maju dan miring. Dia lalu melangkah mendekati Kem yang kini dikelilingi tombak prajurit.

"Setidaknya, aku anjing yang cerdas. Bukan manusia bodoh yang berpura-pura terlihat bijaksana agar dapat dipuja. Kebaikan palsumu, kini berujung bencana bukan? Apa kau bahagia, Dewi Pohaci Larasati si keturunan bidadari?" sahut Lathi Sera.

"Kau memang binatang!" jerit Kem.

"Bunuh dia!" perintah Lathi Sera.

"Tunggu! Jangan sentuh Ibundaku!"

Prajurit mendadak mundur dan menarik tombak. Raja Anggada tiba-tiba muncul dengan pedangnya. Suasana hening, tak ada yang bersuara. Bahkan Lathi Sera pucat melihat Anggada.

"Kalian akan mati, jika membiarkan Ibundaku terluka!" kata Anggada yang terus melangkah mendekati Kem. "Ibundaku adalah nyawaku. Membunuhnya, berarti akan membunuhku. Jika itu terjadi, leher kalian akan putus!"

Lathi Sera yang cemas langsung mendekati Anggada,"Tapi sayang..."

"Diam!" bentak Anggada, membuat Lathi Sera tertunduk.

Kem sedih melihat itu. Dia tahu, jauh di lubuk hatinya, Raja Anggada adalah tetap Pangeran Anggada yang dulu selalu berlari dalam pelukannya jika tak mendapat cukup kasih sayang dari Nyi Larang. Ibu kandung Anggada yang justru kini malah bersatu dengan Lathi Sera untuk menyerang dirinya.

Anggada boleh mabuk pada Lathi Sera, karena pengaruh pelet Nyi Larang. Pribadinya mungkin juga terbelah, karena guna-guna wanita itu.

Tetapi, pria mana yang bisa melupakan cinta pertama dalam hidupnya? Dia selalu memuja Ibunda Dewi Pohaci Larasati, wanita yang memilihnya menjadi Putera Mahkota, dibandingkan anak kandungnya sendiri.

"Anggada..." Kem memanggil Raja.

Anggada menoleh, air matanya menetes.

"Kenapa tadi Ibunda berlari dari Anggada? Apa salah Anggada, Ibu? Bukan Anggada yang membakar Kaputren Ibu Suri. Anggada selalu jadi anak baik demi Ibunda Dewi Larasati yang Anggada cintai. Jangan tinggalkan Anggada. Jangan lakukan itu lagi, Ibu Suri. Hatiku jadi sakit sekali..."

Kem lalu memeluk Anggada, mereka bertangisan berdua. Anggada ternyata tetap bocah kecilnya. Anak lelaki yang dianugerahinya gelar pangeran, dan diangkatnya jadi Putera Mahkota. Dia, adalah anak lelaki yang selalu bersyukur pernah memiliki cinta sucinya sepanjang hidupnya. Dan tak pernah ingin kehilangan hal sejati itu lagi.

"Kita sudahi semua kekacauan ini ya, Nak. Kita akhiri semua penderitaan ini ya, Pangeran Kecilku.
Bukankah, Anggada selalu ingin menjadi anak Ibu?" bisik Kem, terisak.

Suku yang HilangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang