"Goblok!" teriak Kem, sambil melempari Dewawarman dengan bantal. Bulu-bulu angsa mulai beterbangan di kamar itu.
Entah apa yang terjadi semalam. Dia merasa tidur sendiri di kamar, karena Surti sedang menemani Ara tidur di kamarnya. Tetapi ketika bangun pagi, dia menemukan tubuhnya sudah telanjang bulat, juga ada Dewawarman di sebelahnya.
"Kita kan suami istri, Larasati" kata Dewawarman yang bingung.
"Ah, setan kau! Pergi! Pergiii...."
Dewawarman mengenakan pakaiannya dengan tergesa, lalu bergegas pergi. Meninggalkan Kem yang menangis sedih.
Kenapa harus tidur dengan dia, saat pikirannya bisa membedakan mana masa lalu dan masa kini? Hal itu membuatnya makin terluka. Kem ingin cepat meninggalkan Salaka Nagara, tapi dia takut, Arsa akan terus mengejar dan memisahkannya dari Ara!
Apa yang harus kulakukan? Bathin Kem. Melayani Raja Dewawarman bukan suatu kebanggaan, jika dia ingat sosok Dewa, pemuda stres yang sering berkuda sambil memakai koleksi baju pengantin sewaan, bekas usaha almarhum ibunya.
Masa dia harus tidur dengan pria depresi akut seperti itu?
Lagi pula, dia tak merasa Dewawarman adalah suaminya. Bukan muhrimnya. Tapi, berzina dengan mahluk tak kasat mata begini hukumnya apa? Tapi jika tidak dilayani, bisa jadi dia tersingkir dari Salaka Nagara. Di kembalikan ke Kampung Salaka, dengan takdir lebih perih tentunya.
Kem mulai kesal dan menjambak rambutnya.
"Ibu, sampai kapan ini syutingnya? Malu pake kemben terus" keluh Surti, sambil menggendong Ara, saat melihat Kem ke luar dari kolam pemandian khusus Permaisuri, diiringi para dayang.
"Surti, tolong jangan tanya itu lagi. Pokoknya nanti honormu tinggi" bisik Kem kesal.
Kem harus bergegas pagi itu, untuk mandi dan dandan secantik mungkin, karena patungnya akan dibuat. Juga mahkotanya.
Meski bertengkar tadi pagi, Dewawarman tetap memperlakukan Kem dengan baik. Menyambutnya dengan mesra, duduk berdampingan untuk dipandangi dan dicatat lekuk likunya oleh Turk Mozayye.
"Sepenting itukah hingga harus melihat rambut segala?" gerutu Kem, marah.
Tapi Dewawarman hanya tersenyum, sambil mengelus pundaknya.
Kem, betul-betul muak dengan hari itu. Ditiduri Dewawarman, lanjut berlama-lama dipelototi pematung yang mirip Ted Morch. Rusak sudah bathinnya. Untunglah, sesi itu selesai dengan lancar.
"Aku mau ke taman" kata Kem, sebelum pergi diikuti para dayang. Tetapi tiba-tiba dia berbalik menatap Dewawarman.
"Aku tak ingin Nyi Larang terluka. Jadi tolong, buatkan juga patung untuknya"
Dewawarman terpana, tapi Kem merasa lega. Anggaplah itu caranya meminta maaf pada Nyi Larang atas ucapan kasarnya kemarin. Dia tak ingin bersikap jahat pada wanita yang kelak diketahuinya juga bakal jadi besannya. Madu, tapi besan pula. Entah bagaimana ceritanya. Kem cuma bisa geleng-geleng kepala.
###
Nyi Larang, berdandan secantik mungkin hari itu. Hatinya membuncah, karena Raja Dewawarman tiba-tiba memanggilnya untuk dibuatkan patung juga.
"Sudah saya bilang kan, Nyi? Dewawarman itu kena ilmu bidadari. Nanti kalau ilmunya lepas, pasti balik lagi ke Nyi Larang..." bisik Tisah, sambil membantu menyelipkan melati ke rambut Nyi Larang.
Langkah kakinya begitu terdengar lincah ceria mendekati Raja, dia tak sabar ingin berterima kasih kepada suaminya, yang kini mampu bersikap adil.
Tetapi apa yang diperkirakannya, ternyata jauh panggang dari api. Dia kecewa.
"Permaisuri yang memintaku memanggilmu, agar turut dibuatkan patung. Dia ingin bersikap adil. Ya, memang, Dewi Larasati selalu bertingkah manja dan kekanakan. Tetapi hatinya baik. Dia rela berbagi cinta denganmu, dan membiarkanmu hidup senang di istana. Kau harus banyak berterima kasih padanya. Dia mengangkat derajatmu..." kata Dewawarman.
"Derajatmu juga! Jika tidak atas belas kasih Bapaknya, kau tidak akan jadi Raja. Mungkin saat ini kau hanya dikenal sebagai pria miskin yang terus berkelana dengan impian gila menjadi Raja. Menghilang lama, meninggalkan anak istri sampai menderita" sahut Nyi Larang, dengan suara bergetar.
Dewawarman menatap tajam ke arah Nyi Larang,"Jaga ucapanmu, Nyi. Atau kau ingin kehilangan Nagara, anakmu semata wayang?"
"Terus! Terus ancam itu, dan terus sakiti aku dengan perbuatanmu. Lakukan itu jika itu membuatmu senang! Kau Raja bagi orang lain, tetapi dimataku kau tetap Dewawarman si pengelana yang pernah menjebakku dengan ambisi konyolmu!"
"Kau memang tidak pantas menjadi Permaisuri"
"Siapa yang mau jadi Permaisuri? Siapa! Aku cuma mau dihargai sebagai istri"
"Apa kau tidak kuberi hidup mewah?"
"Apakah kebahagiaan itu hanya harta?"
"Kau ingin apa? Aku menidurimu seperti dulu? Maaf, aku tak bisa. Aku telah berjanji kepada Aki Tirem, untuk tidak meniduri wanita manapun selain anaknya. Dan tidak menjadikan siapapun sebagai Raja, kecuali cucunya"
"Kau patuh demi kekuasaan?"
"Demi mimpi kita"
"Tapi bukan mimpiku dan Naga!"
Dewawarman menghela nafas, lalu membuang muka.
"Jangan bertengkar lagi. Sebentar lagi, Pematung itu datang. Kau akan digambarnya sebentar untuk sketsa patung. Tadinya aku ingin menemanimu. Tetapi sepertinya, lebih baik kau sendiri. Aku muak denganmu!"
Langkah kaki Dewawarman semakin menjauh. Nyi Larang hanya bisa duduk di kursi di ruangan sunyi sepi itu. Bathinnya remuk, dengan ucapan suaminya. Dia mulai terisak.
Tak lama kemudian, terdengar langkah kaki dari arah lain yang perlahan mendekat. Lalu berhenti di depannya. Nyi Larang menoleh, membuat air matanya terlempar jatuh.
Mereka saling berpandangan, dengan dua sisi perasaan yang berbeda. Nyi Larang dengan rasa duka dan kecewa, sementara Turk Mozayye yang jiwanya mendadak bergetar hebat saat melihat eksotisme kecantikan khas wanita dari Timur. Suatu hal yang sangat berbeda baginya.
Saat melihat Permaisuri Dewi Larasati, Turk seperti melihat kecantikan wanita-wanita khas bangsanya. Tinggi, putih, mata coklat, hidung mancung, rambut ikal. Biasa baginya. Tetapi saat melihat kecantikan istri Raja Dewawarman yang satu ini, Turk merasakan sensasi yang berbeda, yang belum pernah ditemui sebelumnya!
Turk, tidak bisa menggunakan bahasa Sansekerta ataupun Jawi, dia hanya bisa menggunakan bahasa Sumeria dan Akkadia. Tetapi untuk sekedar menunjukkan rasa simpatinya terhadap seorang wanita yang hatinya terluka, Turk masih bisa.
Sebuah saputangan bercorak keemasan, diserahkan Turk pada Nyi Larang. Tapi wanita itu masih diam, bahkan air matanya jatuh semakin deras. Turk tak bisa membiarkan hal itu, dia cepat menghapus air mata itu dengan perlahan.
Nyi Larang tak menghalangi itu, dia membiarkan Turk terus mengusap air matanya dengan penuh perhatian. Mendadak hatinya menjadi hangat.
Sudah berapa lama dia tak diperlakukan dengan baik seperti ini? Suaminya menyakitinya, dan orang-orang di istana menganggap dia hanya benalu saja. Dia selalu menyembunyikan kesedihannya dengan raut wajah keras, judes, dan cenderung kasar, hanya karena tidak ingin terlihat lemah. Padahal dia hanyalah seorang wanita yang disiksa suaminya secara lahir dan bathin, tanpa pernah ada yang membelanya.
"Terima kasih" kata Nyi Larang, sambil memegang tangan Turk.
Mereka saling berpandangan, dan sama-sama menemukan ketulusan.
(Bersambung)
KAMU SEDANG MEMBACA
Suku yang Hilang
Mystery / ThrillerKemuning berusaha fokus menulis cerita untuk novel barunya agar kembali bestseller hingga difilmkan. Dia kemudian tertarik mengungkap fakta sejarah, tentang Suku Selendang Putih Gunung Salak, Bogor. Konon, suku ini sering menunjukkan jejak di sepan...