Arsa telah melampaui batas. Dia berdiri di depan peti jenazah Papinya yang dipenuhi bunga, dalam keadaan tenang, tanpa meneteskan setitikpun air mata. Maminya, juga sama. Seakan kebencian telah menumpuk lama, dan kini terbalas sudah. Tapi sumber kejahatan itu, tertutup manis dalam kacamata hitam. Tak ada yang tahu.
"Peti akan diturunkan" kata pihak panitia pemakaman.
Arsa mengangguk cepat, seakan hal tersebut memang sesuatu yang dinantikan. Tubuhnya, mulai bergerak mendekati Maminya. Mereka saling berpelukan, mulai berakting, seakan sedang bersiap kehilangan. Beberapa pelayat, nampak mulai bertangisan, seakan terpukau dengan kepalsuan yang ditampilkan sepasang ibu dan anak.
Semestinya, hal itu berlangsung dengan mudah. Jika tiba-tiba, tidak datang seorang wanita gila yang hampir meloncat masuk ke liang kubur.
"Mas Kesumaaaa ... jangan tinggalkan aku! Maaaasss.... aku tak bisa hidup tanpamu....."
Arsa mengernyitkan kening. Dia mendadak merasa mengenali wanita yang sibuk menjerit dan menangis itu.
Lima pria berjas hitam, nampak berusaha cepat menahan dan menyeret wanita yang terus mengamuk itu. Sementara kamera wartawan, sudah terlanjur mengabadikan momen ajaib itu.
"Salah satu lonte Papimu!" bisik Mami, sambil cepat membuang muka.
Arsa mendengus kesal. Dia memberi kode bagi para bodyguard-nya untuk cepat bertindak, lalu meminta panitia pemakaman Kesuma kembali melanjutkan prosesi.
Sungguh, Arsa ingin semuanya cepat berakhir. Dia ingin mengakhiri basa-basi pemakaman yang menjemukan itu. Pikirannya jadi tidak fokus, sejak berhasil mengakhiri hidup bapak kandungnya.
Ini bukan tentang rasa sedih. Ini hanya soal ketakutan, jika skenario pembunuhan itu terungkap. Bukan hanya dirinya, tapi Mami tersayangnya yang bakal terseret hukuman mati.
"Jangan khawatir, semua akan baik-baik saja" bisik Jihan, sambil membelai wajahnya semalam.
Wanita itu, meski kedua tangannya sulit bergerak, tetapi idenya selalu cemerlang. Dialah yang memanfaatkan momen Ayun dan Engkus diculik Kesuma.
"Habisi keduanya, lalu habisi Papi. Semua tuduhan akan mengarah kepada si Kemuning terkutuk itu. Kau bisa menguasai harta Papi, Kemuning akan membusuk di penjara. Toh, kita akan mengasuh Ara dengan baik"
Siapa yang tak tergoda melaksanakan ide gila itu? Bahkan Sang Mami, merasa ide Jihan adalah pilihan yang terbaik saat ini.
"Sudah cukup berpuluh tahun, kita diperlakukan buruk oleh si Kesuma itu. Apa sampai mati kita harus mengalah dan pasrah diinjak terus oleh Papimu begini?"
Arsa mengangguk. Untuk pertama kali dalam hidupnya, ada 2 wanita yang bersatu mendukungnya menyelesaikan hal penting. Dia merasa tak butuh bapaknya lagi. Pria tua yang hanya sibuk mengatur, mengancam dan memperlakukan ibunya dengan semena-mena, tapi anehnya malah membela menantunya.
Mami, bertugas menjebak Papi. Fentanil 2 miligram, sudah sanggup membuat Kesuma tersungkur. Lalu dia dibawa ke Cahaya Mentari, tapi dosis Nalokson tidak diberikan di rumah sakit yang telah dibangunnya sendiri. Dia mati.
"Kem sudah keburu kabur membawa Ara. Juga Helen, sekretaris Papi. Surti juga sama. Lalu tiba-tiba, wanita tadi... ya, aku yakin pernah melihatnya di rumah saat mencari Kem dan Ara. Surti bilang, wanita itu istri saudaranya. Sopir serepnya si Kem" bisik Arsa pada ibunya.
Mami menoleh, lalu kembali mengarahkan pandangan pada peti jenazah Kesuma yang sedang ditimbun.
"Apa maksudmu?"
Arsa menghela nafas, lalu kembali berbisik.
"Wanita tadi selingkuhan Papi, yang sempat disembunyikan Kem di rumah kami. Entah apa urusannya. Tapi pantas saja, mengapa Papi begitu membela Kem selama ini. Mungkin Kem menyodorkan wanita itu pada Papi..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Suku yang Hilang
Mystery / ThrillerKemuning berusaha fokus menulis cerita untuk novel barunya agar kembali bestseller hingga difilmkan. Dia kemudian tertarik mengungkap fakta sejarah, tentang Suku Selendang Putih Gunung Salak, Bogor. Konon, suku ini sering menunjukkan jejak di sepan...