#48: Jena

1.4K 241 14
                                    

Nyi Larang melahirkan. Bayinya sangat tampan. Kem mendampingi Nyi Larang saat proses persalinan. Tetapi Raja, tak beringsut sedikitpun dari singgasana, meski Kem telah membujuknya untuk mengunjungi Nyi Larang.

"Kita harus menerima takdir. Sudahlah, anggap saja itu anak kita juga. Kita urus dengan baik di istana ini," kata Kem.

"Jangan paksa aku, sayang. Aku sudah terlalu baik menghadapi kasus Nyi Larang, hanya karena terlalu mendengarkanmu." sahut Raja.

"Bagaimanapun, dia masih istrimu. Kau pernah mengkhianatinya, diapun sama. Kalian sama-sama punya anak dengan pasangan yang lain. Perbedaannya di mana? Segala perbuatan itu, pasti ada sebab akibat. Kita berselingkuh, pasti kelak diselingkuhi. Kita jahat, pasti kelak juga dijahati. Baik saat ini, atau pun di kehidupan nanti..."

Raja menatap Permaisuri,"Di kehidupan nanti?"

"Ya, kita membawa karma baik dan buruk dalam kehidupan, saat ini dan nanti. Dunia kita yang sekarang ini hanya persinggahan sementara, akhiratlah akhir kehidupan kita. Jadi jangan mengeluh jika hidup kita pada suatu masa sulit, karena mungkin, di kehidupan lampau kita pernah mempersulit hidup orang."

"Bagaimana mengetahuinya?"

"Ada beberapa manusia yang punya kesempatan melihat kilas masa lalu, agar sepanjang hidupnya tidak selalu mengeluh dan menggerutu."

"Contohnya?"

"Kita!"

Raja mengernyitkan dahi, lalu menggelengkan kepala.

"Aku tidak mengerti."

Kem bangkit, lalu tersenyum.

"Sudah, jangan dipikirkan. Sekarang, akan kau beri nama apa anak Nyi Larang? Dia memohon, agar kau memberinya sebuah nama."

Raja tercenung sesaat, lalu menghela nafas. "Anggada!"

Kem mendadak menelan ludah. Dia melirik Surti, yang kini sedang menggendong bayi berusia 3 bulan. Siger, yang cantik, lucu dan menggemaskan.

Perlahan, Kem membelai pipi bayi itu. Dia teringat takdir Siger, yang kelak bakal menikah dengan Anggada. Terpaksa cukup puas hanya menjadi Permaisuri, seperti Ibunya, Dewi Pohaci Larasati. Meski Kerajaan itu miliknya, tetapi dalam aturan istana, memang hanya pria yang berhak jadi seorang Raja.

Lalu, bagaimana bisa jika kelak Anggada akan kepincut seorang selir? Selir yang kelak akan membunuh Puteri Siger? Kem  lalu mengenang peristiwa di dunia modern. Di mana Anggada, akhirnya bertemu Helen Siger. Mereka bercinta sebelum Helen ditemukan mati. Kisah cinta menggebu dengan sedikit waktu, begitu indah menurut Anggada, meski dia tahu jika telah mengkhianati Elsera.

Oh!

Kem menutup mulutnya. Bagaimana jika kisah mereka bertiga di masa Salaka Nagara, justru terjadi sebaliknya?

Jika di masa lalu, Siger yang dikhianati Anggada dengan selirnya. Lalu di masa modern, selirnya yang justru jadi istri sah?

Berarti selir itu, ELSERA?

Sahabat baiknya, yang dia carikan jodoh hinga bisa menikah dengan Anggada? Sahabat yang selalu berusaha menolongnya saat berhadapan dengan kemelut masalah rumah tangganya dengan Arsa?

Elsera orang baik. Dia bukan Jihan yang menusuk dari belakang!
Justru Kem merasa bersalah, membuat Helen jadi berselingkuh dengan Anggada, gara-gara sibuk bersekutu menolongnya dari Arsa!

Lalu siapakah Elsera di masa Salaka Nagara? Apakah dia seseorang yang diperlakukan Permaisuri sangat baik pada masa itu?

Tapi siapa?!

****

Dewi Rosa, memasang kalung emas bermata giok hijau di lehernya. Dia tersenyum memandang cermin. Permaisuri memberinya banyak bekal perhiasan sebagai modal hidup. Tetapi Rosa, menyimpan itu untuk memperkuat statusnya di masyarakat Puncak.

Dia menunjukkan kepada mereka semua, tentang kelasnya sebagai adik angkat Permaisuri, dan mantan istri Adipati. Soal aibnya, dia tak peduli. Sebab wanita-wanita di sekelilingnya juga memegang aib yang sama. Setidaknya, Rosa ingin dianggap lebih baik.

Rosa kerap berjalan-jalan memamerkan perhiasannya kepada banyak warga. Dia memakai baju bagus, dan bisa membayar pengurus rumah dan pengasuh anak. Kecantikannya juga memukau. Dia bertingkah seperti bangsawan yang sedang dibuang tanpa dasar kesalahan. Sesekali dia menampilkan sisi jumawa pada warga desa, untuk menghibur dirinya sendiri.

Berita tentang Dewi Rosa yang terbuang di Puncak, mengundang pria-pria kaya untuk sekedar ingin bersenang-senang dengannya. Dewi Rosa tak menampik itu. Dia rela dinikahi dengan sistem kontrak, demi harta. Dan akhirnya, dia bisa betul-betul kaya raya.

Suatu hari, dia juga mengadopsi seorang anak perempuan kecil cantik, untuk dididik menjadi orang kepercayaannya agar bisa memasuki istana. Anak itu, adalah salah satu anak dari wanita-wanita yang melewati proses pertobatan di Puncak. Tetapi Ibu dari anak itu meninggal karena sakit.

"Jena. Kau sekarang adalah Kakaknya, Lathi Sera. Kelak, kau akan kukirim duluan untuk memasuki istana. Kau harus mengikuti seleksi menjadi selir para pejabat istana," kata Dewi Rosa, sambil menyentuh dagu gadis usia 5 tahun itu. "Mantapkan posisimu nanti, Jena. Agar kelak, kau bisa melicinkan jalan Lathi Sera untuk mengangkangi singgasana Raja..."

Jena, hanya bisa mengangguk. Meski dia tak memahami apa yang tengah didoktrin ibu angkatnya. Gadis kecil itu lalu meloncat gembira, menghampiri Lathi Sera yang kini mulai bisa merangkak di lantai. Mereka lalu berpelukan, tertawa bersama. Dua saudara perempuan, yang saling terikat satu sama lain, karena Dewi Rosa. Wanita dengan sejuta ambisi di kepalanya.

Dewi Rosa kembali memandang cermin, lalu menyunggingkan senyum, sambil membelai kalung besar di lehernya.

(Bersambung)

Suku yang HilangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang