#65: Ibu

1.2K 250 18
                                    

Kem masih sedih memandangi Siger. Hatinya makin terluka. Mengapa Puteri cantik itu jadi begitu menyedihkan nasibnya?

"Di mana mahkota Siger, Cahaya? Mahkota yang seharusnya dulu untukmu?" tanya Kem.

Cahaya menatap Kem sedih,"Ibunda, hal tersedih yang kami rasakan semua, adalah saat Ibunda kehilangan ingatan tentang banyak hal. Jika Ibunda tidak hilang ingatan, mungkin istana ini akan aman."

"Apa yang kau katakan Cahaya? Tolong jelaskan dengan rinci. Ibu harus tahu semuanya dengan jelas," tegas Kem.

Tapi Cahaya, malah menangis terisak.

"Justru kami yang harus bertanya, mengapa Ibunda sampai melupakan banyak hal? Bertahun-tahun, Ibunda hanya mengurung diri di Kaputren. Menulis begitu banyak kitab yang Ibunda sebut sebagai Kitab Novellus. Kami tidak tahu itu kitab apa. Tapi sebelum Giorgio kembali ke Roma, dia bilang, Novellus atau Novus itu dari bahasa Latin, artinya BARU. Ibunda sejak kapan bisa menggunakan bahasa bangsa Romawi?"

Kem tercenung. Berarti upayanya kemarin untuk coba-coba merangkum kisah perjalanan Suku Karembong Bodas, sampai nyasar ke Salaka Nagara, itu membutuhkan waktu 10 tahun? Ini jam di Salaka Nagara yang kecepatan, atau dia yang kesurupan menulis sampai lupa waktu?

"Kami tahu, Ibunda menarik diri dari duniawi, dan menantikan moksa seperti Kakek dengan cara menulis banyak kitab ilmu pengetahuan. Itu sangat mengagumkan. Tetapi Ibunda begitu egois, tega membiarkan kami jadi kacau balau begini tanpa diarahkan. Sesungguhnya Ibunda bukan lari dari duniawi, tapi lari demi kepentingan Ibunda sendiri..." kata Cahaya, masih terus terisak.

"Cahaya..."

"Sepenting itukah menghasilkan banyak kitab demi dikagumi orang banyak, tetapi justru tega mengorbankan hidup keluarga sendiri? Ayahanda ternyata jauh lebih berjuang dari Ibunda. Meski jiwanya terganggu akibat guna-guna Nyi Larang yang bekerja sama dengan Lathi Sera, tapi Ayah masih sempat membawa pergi Mahkota Siger!"

"Dewawarman membawa mahkota itu?"

"Ya, sebab Lathi Sera mau memakainya. Sebagaimana dia seenaknya memakai Kaputren Cahaya. Ayahanda membawa mahkota itu sebelum menghilang ke dalam hutan. Entah di mana beliau sekarang. Tapi berkat itu, Lathi Sera tak punya mahkota."

"Kurang ajar iblis betina itu! Awas, dia! Sekarang, di mana Patih Jemoga?"

"Patih Jemoga juga menghilang, Ibunda, saat mencari Ayahanda di hutan. Bahkan para pejabat istana yang tidak berpihak pada Anggada di bunuh. Sekarang, Adipati yang masih bertahan melawan hanya Adipati Kesuna. Kadipaten Binong, masih keras perlawanannya untuk menolak kepemimpinan Anggada yang dipengaruhi Lathi Sera."

"Lalu, bagaimana di istana ini?"

"Semua kini hanya berpihak pada Anggada. Kecuali, prajurit dan dayang di Kaputren Ibunda. Kekuatan kita sangat lemah, Ibunda. Satu-satunya pertahanan terakhir kita adalah Kaputren Ibunda, sebab Kaputren Umima juga sudah ditutup. Umima diusir dan hanya bisa tinggal di Kaputren Siger, dengan banyak mata-mata. Dan kita juga tidak diperbolehkan ke luar," bisik Cahaya.

"Di mana, Umima?"

"Umima membawa Syura dan Wangsakerta ke Kaputren Ibunda. Kita harus segera ke sana. Ayo, Ibunda. Situasi sedang genting. Sebab Umima mendengar, Lathi Sera marah karena Anggada sangat membela Ibunda."

Kem mengangguk,"Ya. Terlepas betapa jahatnya dia, Anggada ternyata masih menganggapku ibunya."

"Betul, meski Nyi Larang sekarang dekat dengan Lathi Sera, tapi Anggada masih lebih menghormati Ibunda dari ibu kandungnya. Anggada juga masih bersikap baik pada kami semua, dan masih mengunjungi Siger. Mungkin, karena dia butuh anak dari trah asli untuk melanggengkan kekuasaannya. Tapi Anggada jugalah, yang tidak mengizinkan siapapun untuk memasuki Kaputren Ibunda. Termasuk Lathi Sera."

Suku yang HilangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang