Mereka kembali. Ke Kampung yang penuh misteri: Salaka. Tinggal di rumah milik Ayun dan Engkus lagi. Bertemu keluarga Nagara, Umi dan Dudung, serta kelompok Tujuh Bidadari.
Sudah 2 hari di sana. Dan Kem masih merasa gelisah. Dia yakin, Arsa akan mengejarnya sampai ke tempat itu.
"Dia pasti tahu tentang tempat ini, dari Jihan" kata Kem, sambil memandangi Ara yang kembali bermain dengan Dudung di lantai. Tapi kali ini, ada Nina juga di sana.
Pak Nagara yang duduk di sebelah Naga dan Umi, hanya bisa menghela nafas.
"Sebetulnya, ada cara agar suamimu tidak bisa mencarimu di sini..."
Kem menatap Pak Nagara di depannya,"Maksud bapak?"
"Saya tidak suka mengatakan ini. Tetapi para wanita tua yang bertujuh orang itu, sepertinya mampu membantumu. Mereka punya ilmu untuk mengatasi penglihatan manusia biasa"
"Saya tidak mengerti"
Umi tersenyum,"Mereka itu, bisa menyembunyikan orang. Nah, rumah mereka aja bisa tiba-tiba nggak kelihatan. Kayak tertutup kabut begitu. Pokoknya mereka mah bisaan..."
"Ilmu Kabut namanya" potong Naga."Mereka ini kan orang zaman dulu. Masih punya keahlian begitu. Dulu, mereka juga pernah menyembunyikan Vina"
"Vina?!"
"Ya, waktu itu agak menyeramkan memang. Hari kedua saya membawa Vina ke kampung ini, dia tiba-tiba hilang. Bapak saya yang punya mata bathin, mampu melihat Vina berada di rumah mereka. Tertidur di salah satu kamar"
"Tujuannya?"
"Alasan mereka, Vina minta disembunyikan, karena ingin kabur. Karena... karena katanya tidak suka dengan mertuanya. Umi saya!"
"Mereka ribut?"
"Tidak. Tapi ibu saya memang tidak menyukai Vina"
"Oh, saya juga belum pernah bertemu ibumu. Dimana beliau?"
"Dia tidak suka bersosialisasi"
Kem menatap bingung Pak Nagara, tetapi pria tua itu hanya tersenyum.
"Istri saya, sangat pendiam"
"Oh, begitu"
Kem tak ingin membahas itu. Dia lebih memfokuskan diri untuk mengikuti saran Pak Nagara. Menggendong Ara, dan bergegas menuju rumah besar milik Tujuh Bidadari. Diantar Umi dan Dudung, mereka menuruni tangga yang terbuat dari batu pegunungan, lalu sigap memasuki sebuah rumah kayu.
Nenek Nawang Sari menyambut mereka sendirian. Dia mengatakan, keenam saudaranya sedang ke hutan mencari kayu bakar.
"Titip mereka ya, Nek. Sebab suaminya sedang berniat jahat" kata Umi.
Nawang Sari tersenyum,"Tak masalah"
Saat Umi dan Dudung pulang, Kem dan Ara diajak berkeliling rumah oleh Nawang Sari. Kem terpukau. Rumah itu bukan saja besar, tetapi juga sangat indah. Berdinding kayu-kayu warna coklat kehitaman yang berbau harum, dengan lantai dari batu-batu pegunungan yang licin berkilauan seperti perak.
Rumah itu tak punya kamar. Hanya terlihat tempat tidur dari bale bambu, meja makan kayu, serta banyak sekali lukisan yang bergantung di dinding. Lukisan bergambar manusia bersayap, terbuat dari kain, dan sepertinya digambar dengan dua warna cat saja, hitam dan merah.
"Kami menggunakan arang dan batu merah halus untuk melukis" kata Nawang Sari.
"Wow, lukisan yang sangat indah. Mengapa gambarnya selalu berupa manusia bersayap?"
"Itu panjang ceritanya"
Ara terdengar menangis, sepertinya dia mengantuk dan mulai bergelantungan berusaha menaiki balai bambu. Kem cepat menggendongnya, lalu membaringkan dengan lembut. Nawang Sari lalu memberikan selimut, dan sekejap saja, Ara sudah terlelap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suku yang Hilang
Mystery / ThrillerKemuning berusaha fokus menulis cerita untuk novel barunya agar kembali bestseller hingga difilmkan. Dia kemudian tertarik mengungkap fakta sejarah, tentang Suku Selendang Putih Gunung Salak, Bogor. Konon, suku ini sering menunjukkan jejak di sepan...