Punggawa Sorta, kembali ke istana jelang sore. Tetapi tiang gantungannya sudah disiapkan sejak siang tadi di Lapangan Merah.Betapa terkejutnya Sorta, saat kedatangannya disambut acungan pedang oleh banyak prajurit. Raja Dewawarman, Patih Jemoga dan pastinya Permaisuri, telah menantinya di depan tiang gantungan. Termasuk Jena, yang berlutut gemetaran.
Perempuan muda itu, telah mengucapkan banyak kalimat yang sulit dimengerti oleh banyak orang. Entah dia benar, atau bukan, tetapi nama Punggawa Sorta mendadak sudah tidak baik lagi.
"Saya tidak bermaksud mencuri kalung Nyi Larang, Permaisuri. Tapi saya terpaksa melakukan itu, agar saya bisa kabur dari istana ini. Saya serahkan kalung itu pada Punggawa Sorta!" kata Jena.
Kem langsung melotot,"Mengapa kau mau kabur dari sini?"
"Saya diperkosa Punggawa Sorta pada malam pemilihan selir itu, Permaisuri. Tidak dikembalikan ke Puncak, tetapi ditiduri sampai pagi. Kemudian saya dijadikan Dayang agar bisa terus melayani Punggawa. Silahkan tanya prajurit-prajurit yang selalu mengawal Punggawa. Saya bersumpah bahwa kejadian ini benar," kata Jena, sambil terisak.
Para prajurit yang disebutkan namanya oleh Jena, akhirnya berkumpul di Kaputren Nyi Larang. Dan semua mengatakan, bahwa hal itu benar. Para prajurit itu kemudian ditahan sesuai masa hukuman. Tetapi Sorta, karena dia Punggawa yang bejat moral, maka hukumannya harus diperlakukan dengan rendah pula. Digantung!
Agar semua orang dapat menyaksikan penderitaannya hingga tercabut nyawa.
"Tapi izinkan saya bicara untuk terakhir kali, Permaisuri. Anggaplah ini upaya terakhir kali saya menjadi orang kepercayaan Permaisuri," pinta Sorta, sambil berlutut di depan Kem.
"Apa yang kau ingin katakan, Sorta?"
Sorta meneteskan air mata, saat melihat ujung sepatu Permaisuri. Wanita yang sangat dikagumi dan dihormatinya. Istri Raja yang sangat mempercayainya, bahkan melebihi pejabat-pejabat istana yang lain.
"Permaisuri, saya akui memang saya melakukan perbuatan tak senonoh pada Jena. Saya berhak dihukum untuk itu. Tetapi, saya tidak pernah berusaha mengkhianati Permaisuri. Saya, selalu ada untuk Permaisuri..."
Kem menghela nafas. Rasa sakit terbesar, adalah saat mengetahui, bahwa orang yang kita percaya ternyata tidak sebaik yang kita kira. Sorta, adalah Punggawa yang selalu bisa menuntaskan misi-misi Permaisuri. Boleh dibilang, Sorta adalah tangan kanannya dalam mencari solusi. Tetapi tindakannya meniduri gadis perawan yang tidak ikut pemilihan selir, jelas perbuatan keji dan menjijikkan.
"Kesalahan, adalah kesalahan. Soal tugasmu di masa lalu, itu kewajiban. Tapi kesalahanmu, wajib dipertanggungjawabkan!"
"Saya mengerti, Permaisuri. Tapi bagaimana, jika kesalahan tersebut sejatinya justru dapat menyelamatkan musibah yang lebih besar?"
"Apa maksudmu?"
Sorta, dengan tangan terikat lalu menunjuk ke arah Jena yang juga berlutut tak jauh darinya.
"Wanita itu adalah anak angkat Dewi Rosa, yang dididiknya agar bisa menjadi Selir Raja Dewawarman!"
"Apa?!"
Semua orang yang berada di Lapangan Merah, terkejut luar biasa. Kem bahkan hampir terjatuh, kalau tidak dipegangi Raja.
"Apa yang kau katakan ini, Sorta?!" bentak Raja, marah.
Sorta cepat bersujud pada Raja, tangisnya pecah.
"Apakah Baginda Raja ingat hari pemilihan selir Adipati? Ada seorang gadis pingsan saat Raja melintas? Dialah gadis itu. Si Jena! Dia tak mau jadi istri Adipati. Karena dia diutus Dewi Rosa untuk bisa menjadi selir Raja. Gadis itu pura-pura pingsan Baginda. Lalu menjebak dan merayu saya agar tidur dengannya, asal dia bisa menjadi Dayang di sini, agar misinya berhasil."
KAMU SEDANG MEMBACA
Suku yang Hilang
Misterio / SuspensoKemuning berusaha fokus menulis cerita untuk novel barunya agar kembali bestseller hingga difilmkan. Dia kemudian tertarik mengungkap fakta sejarah, tentang Suku Selendang Putih Gunung Salak, Bogor. Konon, suku ini sering menunjukkan jejak di sepan...