Kem duduk dengan anggun di ruang balai pertemuan, menyambut kehadiran adik angkatnya yang terlihat berjalan dari sisi pintu bagian barat, berdampingan dengan Adipati Kesuna.
"Salam, Permaisuri" kata Kesuna, dan Dewi Rosa, memberi hormat.
Dengan ramah, Kem mempersilahkan keduanya, untuk duduk di hadapannya, sambil menikmati teh dan penganan kecil.
"Saya ucapkan selamat, atas kelahiran Lathi Sera, Dewi Rosa. Agak terlambat kami tahu!"
"Terima kasih, Permaisuri. Mohon maaf, kami terlalu senang punya anak sampai lupa memberi tahu, " Dewi Rosa tersenyum.
Sementara Kesuna hanya menundukkan wajah dengan lesu. Kem sedih melihat pria tua itu, dia jadi merasa bersalah. Maka, dia hanya memandangi Dewi Rosa dengan tajam.
"Lupa, atau takut kalau saya terkejut?"
Dewi Rosa menggeleng,"Saya sedang masa subur saat itu, Permaisuri. Jadi cepat hamil. Lalu, saya terlalu aktif, hingga bayi itu lahir cepat"
Kesuna melirik istrinya dengan kesal, tapi lalu menunduk lagi. Kem terus memperhatikan itu. Alangkah pintarnya Rosa mencari alasan. Sepertinya dia sudah persiapkan hal itu, jauh sebelum Permaisuri curiga.
"Tetapi apakah tidak terlalu cepat, jika anak itu lahir saat usia pernikahan baru berjalan enam bulan? Belum terdengar ada bayi prematur yang bisa lahir gemuk montok meski baru dikandung enam bulan?"
Rosa menunduk, bahkan kini lebih dalam dari Kesuna. Sungguh Kem ingin menjambak wanita itu. Setelah Patih Jemoga melaporkan kelakuannya, Kem cepat mengirim Sota ke Kadipaten Binong, bersama tukang lukis istana dan tabib. Mereka melukis Lathi Sera, dengan alasan Permaisuri ingin meletakkan gambarnya di lukisan keluarga istana. Kesehatan anak itu juga diperiksa.
"Anak itu besar dan montok, Permaisuri. Tidak ada tanda-tanda anak kurang bulan. Silahkan tanya pada Tabib, dan lihat lukisan ini..." kata Sota, sambil menyerahkan gulungan kain putih kekuningan.
Kem mengernyitkan dahinya saat melihat wajah anak perempuan itu. Dia seperti mengenalnya, tapi entah dimana.
"Mirip seseorang..." kata Kem.
Sota tersenyum,"Sudah saya duga, Permaisuri pasti akan mengucapkan hal itu. Saya juga pertama kali melihat anak ini, jadi ingat tukang masak istana. Si Puta!"
"Tukang masak?"
Kem, merasa belum pernah menginjakkan kaki ke dapur istana. Tapi Sota mengatakan, bahwa Dewi Larasati sangat menyukai masakan seorang pria gemuk di sana.
"Si Puta, Bu? Aduh, Surti tidak suka, Bu! Orangnya genit. Surti pernah bertemu saat minta dimasakin mie rebus. Tapi di sana tak ada mie instan. Aneh ya? Malah Surti digodain si Koki Puta.
Kem menyempatkan diri mengecek dapur, membuat semua pelayan kalang kabut. Lalu muncul pria bertubuh gempal dengan centong ditangan. Itulah Puta yang diduga menghamili Dewi Rosa. Menurut hasil penyelidikan Sota, Puta bukan satu-satunya teman tidur wanita itu. Tapi cuma Puta yang mampu menghamili.
Kem memandangi sosok Puta saat itu. Entah mengapa dia jadi merasa semakin familiar dengan wajah itu, tapi siapa?
Lalu dia menganggap hal itu jadi tak penting, sebab dia harus menuntaskan masalah Dewi Rosa dulu.
"Saya meminta Dewi Rosa tinggal di istana dulu, Adipati Kesuna. Saya rasa, adik saya punya hak untuk dibuatkan patung juga di istana ini. Bagaimanapun, dia adalah saudara saya..."
Dewi Rosa menoleh pada Kesuna, lalu cepat tersenyum riang pada Kem.
"Terima kasih, Permaisuri"
Kem tersenyum, dengan seribu perasaan berkecamuk dalam pikirannya. Dia melirik Kesuna yang masih tertunduk, lalu kembali menatap Dewi Rosa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suku yang Hilang
Mystery / ThrillerKemuning berusaha fokus menulis cerita untuk novel barunya agar kembali bestseller hingga difilmkan. Dia kemudian tertarik mengungkap fakta sejarah, tentang Suku Selendang Putih Gunung Salak, Bogor. Konon, suku ini sering menunjukkan jejak di sepan...