Suara derap kaki kuda dan pedati terdengar semakin mendekat. Vina tersentak bangun, dan menyadari jika dia tertidur di atas tanah berlumut di dalam hutan.
"Dung! Duuung...." vina mencoba memanggil, tetapi tiada jawaban.
Malah muncul dihadapannya, seorang pria berpakaian kerajaan dan mengendarai kuda bersama banyak prajurit dan juga terlihat pedati segala.
"Si-siapa kalian?" tanya Vina, ketakutan.
Seorang pria sepuh namun masih tampak gagah, turun dari kuda, lalu memberi hormat.
"Saya Patih Durdhuva Jemoga, apa anda lupa pada saya, Bidadari Nawang Wulan? Sungguh tak menyangka bisa menemukan anda di sini, setelah sekian puluh tahun menghilang. Anak anda, Dewi Pohaci Larasati, sangat membutuhkan anda saat ini..."
Vina tercengang, dia tiba-tiba merasa sulit bernafas.
***
Kemuning, sedang menulis di kulit kambing, dan gulungan kain. Menggunakan tinta celup dari biji burji hitam bergetah biru, yang dipetik dari hutan, yang digores dengan ujung bulu angsa.
"Nggak ada buku atau pena di tempat ini, Bu? Repot banget kayaknya. Apa Surti belanja dulu ke warung atau mall dekat sini, biar Bu Kem nggak sulit nulis?" tanya Surti, usai menidurkan Ara yang bobo siang.
Kem tersenyum,"Nggak apa, Surti. Keadaannya lagi begini."
"Karena syuting ya, Bu?"
"Iya."
"Bu Kem nulis novel lagi?"
"Ya, begitulah Surti."
Surti lalu duduk tak jauh dari Kem, sambil menikmati buah-buah segar di atas wadah piring perak.
"Bu Kem, saya senang berada di sini. Meski kadang suka bingung-bingung. Kok cepet banget episodenya ganti. Kayak sekarang, tiba-tiba si Siger udah punya anak aja. Perasaan baru kemarin dikawinin. Film memang cepat-cepat begitu ya, Bu?"
Kem menoleh pada Surti, yang masih sibuk menikmati belimbing segar.
"Sudah punya, anak?" tanya Kem.
"Iya, Bu. Tadi Surti ketemu Umima. Dikasih tahunya, katanya sekarang Surti juga harus momong anaknya Siger. Namanya Wangsakerta. Itu, sudah digendong-gendong si Cahaya yang gemes punya ponakan. Cakep deh bayinya, tahu deh berapa tuh honor si bayi. Kecil-kecil sudah jadi artis!"
Kem langsung bangkit, meletakkan bulu angsanya, dan bergegas ke pintu. Perasaan dia baru sebentar sibuk mencatat kisah perjalanannya masuk Salaka Nagara untuk novelnya kelak, di mana dia mengangkat tema Suku Karembong Bodas. Kenapa tiba-tiba, Siger sudah beranak segala?
"Eh, Bu Kem mau lihat bayinya?"
Kem menoleh lagi pada Surti, "Kamu jaga Ara, ya? Cuma sebentar, kok."
"Bukan begitu, Bu Kem. Saya cuma ada yang ingin ditanyain."
"Apa?"
"Itu, artis-artis asing di film ini, kok cakep-cakep bener ya?"
Kem melipat tangannya di dada,"Artis asing?"
"Itu, si Truk Mas Oye dan Goriorio! Ampun banget itu guantenge. Poooll. Tipe Surti banget itu Bu Kem, yang dua-duanya itu. Si Truk, kayak bintang film Turki. Nah, si Goriorio mirip bintang sepakbola asal Italia, sopo jenenge iku? Lupa!"
Kem menghela nafas, dia bersyukur Surti masih lugu hingga detik ini. Jadi tidak merepotkannya di Salaka Nagara. Tetapi terkadang, rasa keponya terlalu tinggi, bahkan dia pernah membujuk Raja Dewawarman untuk foto bareng. Untung ponselnya mati, dan listrik pada masa Salaka Nagara juga belum ditemukan untuk men-charge ponselnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suku yang Hilang
Mystery / ThrillerKemuning berusaha fokus menulis cerita untuk novel barunya agar kembali bestseller hingga difilmkan. Dia kemudian tertarik mengungkap fakta sejarah, tentang Suku Selendang Putih Gunung Salak, Bogor. Konon, suku ini sering menunjukkan jejak di sepan...