Kem tak sanggup menghadapi kenyataan ini. Bagaimana mungkin, Dewawarman justru tega mengorbankan Cahaya untuk menikahi Anggada, yang nyata-nyata menyukai Dewi Rosa?
"Kenapa kau tuduh aku mengorbankan? Apa bedanya jika kau paksakan pernikahan itu pada Siger?" kata Raja.
Kem terdiam. Mereka masing-masing punya anak kesayangan. Tetapi Cahaya, adalah anaknya di dunia modern. Ikatan bathin itu lebih rumit. Dia tak mau, anak itu terluka.
Namun yang dikhawatirkannya, ternyata salah. Bukan Dewawarman yang memaksa Anggada menikahi Cahaya. Saat bertemu Cahaya, Kem baru paham duduk persoalannya.
"Siger mencintai Giorgio, Bu. Lagi pula di antara kami tak ada yang berniat menikahi Anggada. Dia saudara kami, Bu! Bagaimana rasanya dipaksa menikah dengan saudara? Tapi pernikahan ini harus terjadi, bukan? Jika Siger tak mau, biar Cahaya yang melakukannya." kata Cahaya.
Kem menutup wajahnya dengan kedua belah tangan, menangis terisak. Dia tetap tidak tega harus mengorbankan Cahaya. Apalagi, Anggada terang-terangan mengatakan tulus mencintai Lathi Sera.
"Anggada tidak ingin jadi Raja, Ibunda Permaisuri. Aku, anakmu ini, hanya ingin menikah dengan Lathi Sera," ujar Anggada, memohon pengertian Permaisuri.
"Kenapa kau mencintai anak dari wanita yang tega ingin membunuh Ibumu Nyi Larang?" jerit Kem, kesal.
Anggada memandang Kem dengan sedih,"Ibunda membiarkan Lathi Sera hidup di istana, meski Raja meletakkannya di dapur. Tapi Ibunda sayang padanya. Apapun kebutuhan Lathi Sera Ibunda cukupi. Dia tinggal di dapur, tapi diperlakukan bak puteri. Apakah karena Ibunda sadar, bahwa yang bersalah adalah ibunya si Dewi Rosa, bukan Lathi Sera?"
Kem menatap Anggada. Anak itu semakin tampan di usia remaja. Meski Nyi Larang tidak terlalu mempedulikan anak itu, tetapi dirinya tulus menyayangi Anggada. Hingga Anggada tumbuh menjadi pemuda yang lebih menyayangi Permaisuri, ketimbang Ibunya Nyi Larang.
Anggada tidak sedih, ketika Nyi Larang tetap belum kembali dari ritual Karembong Bodas. Tetapi dia sedih, ketika melihat Permaisuri menangis karena dia tidak mau jadi Raja kelak, karena memilih menikahi Lathi Sera.
"Apakah kau merasa senasib dengan Lathi Sera?" tanya Kem.
Anggada mengangguk,"Awalnya begitu. Tetapi kemudian, kami saling mencintai."
Kem meminta prajurit memanggil Lathi Sera, untuk memasuki Katresna Pangeran Anggada. Tak berapa lama, gadis itu dengan gugup muncul, dan memberi hormat. Kem meminta mereka untuk duduk berdampingan.
"Kalian berdua, selama ini aku anggap sebagai anak sendiri. Jika orang lain memperlakukan kalian tidak adil, maka akulah yang bersikap adil pada kalian. Hingga kalian menganggap, aku seperti ibu kalian. Tempat kalian mengadu, bermanja dan memohon. Tapi aku tidak tahu seberapa besar cinta kalian kepadaku?" kata Kem.
"Kami sangat mencintai Ibunda Permaisuri." sahut Anggada dan Lathi Sera, dengan kompak.
"Seberapa besar?"
"Sangat besar!" sahut kedua remaja itu lagi, kembali kompak.
Kem menghela nafas, lalu memandang keduanya bergantian, dengan air mata yang tak berhenti mengalir.
"Jika boleh memilih, aku tidak akan melakukan ini, karena itu artinya sama dengan melukai kalian. Tetapi sebagai Permaisuri, terkadang kita harus mengorbankan nyawa sendiri demi kerajaan. Aku harap kalian mengerti..."
Lathi Sera langsung menangis dan memeluk Kem dengan erat,"Jangan menangis, Ibunda Permaisuri. Permaisuri adalah orang terbaik yang pernah kutemui. Ibunda tidak membenciku, meski ibu kandungku membencimu. Katakan saja apa yang Permaisuri mau. Aku bersedia melaksanakan"
KAMU SEDANG MEMBACA
Suku yang Hilang
Mystery / ThrillerKemuning berusaha fokus menulis cerita untuk novel barunya agar kembali bestseller hingga difilmkan. Dia kemudian tertarik mengungkap fakta sejarah, tentang Suku Selendang Putih Gunung Salak, Bogor. Konon, suku ini sering menunjukkan jejak di sepan...