Jihan, merasa gubuk itu dekat. Tetapi ternyata, dia harus begitu jauh melangkah. Sampai berhari-hari rasanya. Dia harus berhenti beberapa kali, lalu menyusui anaknya. Minum dan makan dari bekal tasnya, lalu kembali melangkah. Kabut masih pekat, dan Vina serta bocah lelaki yang dilihatnya tadi juga sudah menghilang di antara kabut tebal. Rumah Ayun dan mertua Vina juga tak lagi nampak.
Satu-satunya yang dia lihat, hanya gubuk itu.
Itu cukup mengerikan jadinya. Dia seperti tak punya pilihan, untuk tidak meneruskan perjalanan. Apalagi, dia merasa tempat yang ditujunya seperti puncak gunung yang jauh di daki. Ketika Jihan hampir pingsan, tiba-tiba dia merasa sudah di depan pintu tersebut.
Belum sempat dia mengetuk, tiba-tiba pintu telah terbuka. Jihan melihat 7 orang nenek yang terlihat masih begitu cantik, serta seorang gadis kecil yang tampak berdiri takut-takut di belakang mereka.
"Sa-saya... mencari Kemuning," kata Jihan, berusaha mengatasi kegugupannya.
Seorang Nenek yang terlihat berdiri paling depan, lalu tersenyum.
"Masuklah!"
Jihan lalu memasuki gubuk yang ternyata sangat luas tersebut. Dia melihat ada meja dan kursi kayu, bale bambu, dan begitu banyak kamar yang berukuran besar. Sebuah lukisan besar terlihat di tengah gubuk itu, gambar formasi 9 bintang. Lalu di sebelahnya, terdapat 2 sayap yang digantung. Seperti sayap burung besar yang patah.
Entah mengapa, Jihan seperti familiar dengan pemandangan ini semua.
"Di mana Kemuning, bisakah saya bertemu dia?" tanya Jihan.
"Dia sedang tidur, jangan diganggu." kata Nenek yang menyuruhnya masuk tadi.
"Di mana?"
Si Nenek menunjuk sebuah kamar. Jihan bergegas menuju kamar tersebut dan membuka pintunya. Di sana, dia melihat Kemuning dengan pakaian seperti Permaisuri Kerajaan, tampak tertidur pulas di sebelah Ara yang sudah tertidur juga dengan baju ala kerajaan. Tetapi Jihan tak bisa menerobos masuk, seperti ada kaca yang menghalanginya.
"Mengapa Kem berpakaian seperti itu, apa dia sedang main Wayang Orang?" tanya Jihan sinis.
Tetapi si Nenek segera menutup pintu kamar itu, dan mempersilahkan Jihan untuk masuk ke kamar di sebelahnya.
"Tunggulah Kemuning terbangun. Mungkin sebentar lagi. Untuk sementara, istirahat saja dulu."
Jihan menuju kamar itu. Ternyata kamar itu terlihat sangat sejuk dan nyaman. Jihan lalu meletakkan tas dan bayinya di bale bambu beralaskan kain itu. Lalu duduk dan menoleh ke pintu.
Tetapi ternyata, pintu kamar sudah tertutup. Dan Nenek itu tidak ada. Jihan tiba-tiba merasa sangat lelah dan mengantuk. Dia kemudian berbaring, dan langsung tertidur di sebelah anaknya.
****
Kem, merasa sangat pusing. Sudahlah kurang tidur, ini juga harus dipaksa bangun oleh Dewawarman, karena katanya ada permasalahan besar.
"Masalah apa lagi, Ya Allah! Bisa nggak sih aku tidur setengah jam lagi? Kita kemarin sibuk makamin Nagara, lanjut ada drama gila sebelum pernikahan Siger dan Anggada. Kemudian dapur terbakar, tapi kita sibuk rapat dengan Patih Jemoga. Aku baru tidur sebentar ini...." kata Kem, ngamuk.
Tapi Dewawarman terus menarik tangannya dengan kasar.
"Bangun, atau kau tidak akan melihat Cahaya lagi!"
"Apa?!"
Kem terlonjak. Dia melempar bantal dan mendorong Raja. Tak ada yang bisa membuatnya bersemangat, jika bukan anak-anaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suku yang Hilang
Mystery / ThrillerKemuning berusaha fokus menulis cerita untuk novel barunya agar kembali bestseller hingga difilmkan. Dia kemudian tertarik mengungkap fakta sejarah, tentang Suku Selendang Putih Gunung Salak, Bogor. Konon, suku ini sering menunjukkan jejak di sepan...