#45: Lathi Sera

1.4K 260 20
                                    

Dewi Rosa terguncang-guncang di atas pedati, sambil menggendong Lathi Sera. Dia melirik kotak besar berisi perhiasan dari Permaisuri, sebagai bekal hidup baru dengan anaknya.

Setelah Adipati Kesuna melontarkan kalimat cerainya dihadapan Raja dan Permaisuri, serta para pejabat istana, Dewi Rosa dikirim kembali ke Kadipaten Binong, untuk mengambil anaknya, Lathi Sera.

Air mata Dewi Rosa sempat tumpah saat harus kembali ke Kadipaten yang dipenuhi pohon Binong (Tetrameles nudiflora) itu. Pohon-pohon magis dengan akar raksasa, berdaun bentuk hati berwarna hijau dengan tepi daun bergerigi dengan panjang 10-26 cm dan lebar 9-20 cm.

Dulu, saat datang ke tempat itu, Dewi Rosa merasa sangat berterima kasih kepada Permaisuri. Karena Kadipaten Binong, bukanlah wilayah biasa. Adipati yang memegang tampuk pimpinan di sana, dianggap sebagai Raja kecil, begitupula istrinya, bisa disamakan sebagai Permaisuri wilayah kerajaan kecil.

Meski Kesuna tak pernah menyentuhnya, Dewi Rosa bahagia karena hidup mewah dengan sanjung puja dari rakyat. Terkadang, dia masih bisa bebas bermain asmara dengan pria-pria yang bisa digoda. Namun yang disesalinya, adalah kehamilannya yang terjadi sebelum menikah dengan Kesuna.

Puta Engkusona, adalah koki hebat istana, yang meramu banyak makanan istimewa. Tapi pria itu juga ternyata hebat saat menggumulinya di atas ranjang. Dia tak peduli, jika Puta Engkusona sudah memiliki istri, Ayuna.

Masalah menjadi runyam, ketika Dewi Rosa menyadari jika dirinya terlanjur hamil. Dia tak mungkin menikah dengan seorang koki beristri. Tapi dia tak menyangka juga akan dinikahkan dengan Adipati Kesuna yang seusia dengan kakeknya.

Pria tua itu tak bisa lagi digoda, dan tak tertarik lagi urusan ranjang. Dia juga tahu ulah binal istrinya, tapi tak mampu bicara karena wanita itu adalah adik angkat Permaisuri. Hingga Dewi Rosa melahirkan, baru hal itu mengundang kecurigaan Patih Jemoga, yang tengah berkunjung ke Kadipaten Binong.

Dewi Rosa awalnya pasrah akan dihukum di istana karena ketahuan hamil duluan. Tetapi rupanya, Permaisuri memintanya datang untuk dibuatkan patung oleh Turk Mozzaye, pria ganas di atas ranjang, yang membuatnya mabuk kepayang, tapi kemudian terbuang.

Turk, dikembalikan ke Mesopotamia dengan tidak hormat. Nyi Larang, mendapat hukuman tidak boleh meninggalkan Kaputrennya selamanya. Artinya, dia tidak akan terlihat selamanya di depan publik. Terkurung dalam Kaputrennya sendiri.

Lalu Dewi Rosa, usai menggendong Lathi Sera, langsung dibawa pergi dengan pedati menjauhi Kadipaten Binong. Permaisuri sudah menentukan tempat khusus untuk mereka, atas rekomendasi Patih Jemoga.

"Lebih baik dia berada di kawasan Puncak, untuk merenungi segala perbuatannya," saran Patih Jemoga.

"Puncak?" Kem mengernyitkan dahi.

Patih Jemoga mengangguk, menghaturkan hormat.

"Di sana adalah tempat para wanita yang telah berzina, untuk menyucikan diri. Biasanya mereka tengah mengandung, atau membawa bayi hasil hubungan gelap. Nanti anak-anak mereka bisa dianggap suci kembali, dan diterima kembali dalam kehidupan bermasyarakat. Para dayang istana, banyak diambil dari sana. Juga wanita untuk selir para pejabat..."

"Para wanitanya? Maksud saya, ibu dari anak-anak itu, nasibnya bagaimana?"

"Karena jejak riwayat buruk hidup mereka, makanya mereka kadang pasrah menjadi istri simpanan dalam periode tertentu. Seperti disewa, oleh pria-pria yang sekedar mencari hiburan di sana. Mereka kapok berzina lagi, jadi tetap menikah, cuma sistemnya kontrak. Jadi bisa bercerai kapan mereka mau. Bisa sebulan, setahun, atau terserah perjanjian mereka," kata Patih Jemoga.

Kem mengangguk-angguk, kiranya dia paham jika kini Puncak jadi wilayah budaya kawin-kontrak. Ternyata itu dulu riwayatnya. Mereka adalah koloni wanita-wanita yang ingin menyucikan diri, tapi terbentur kebutuhan seks dan uang. Mereka menikah, tidak berzina. Cuma pernikahan mereka, hanya sebatas kebutuhan semata.

Dewi Rosa, juga memahami mengapa dia "dibuang" ke Puncak. Tempat para wanita seperti dirinya, yang berusaha bertobat demi masa depan anak mereka. Dia tahu, bahwa nafsu seksualnya yang besar dapat diatasi di tempat itu, asal berani menikah berkali-kali. Jika tidak menikah, maka pastinya akan diusir dari wilayah itu.

Dia tak mau itu terjadi, demi Lathi Sera. Putri cantiknya, yang kelak akan diaturnya bisa menjadi selir Raja. Perlahan, Dewi Rosa mencium pipi bayi mungil itu.

"Entah siapa yang kelak menjadi Raja kedua di Salaka Nagara. Mungkin Salaka, atau justru Nagara. Tapi Raja itu harus terpikat padamu, Nak! Kau mungkin tak bisa jadi Permaisuri, tapi kau harus mampu menjadi selir favorit Raja. Balaskan dendam Ibu, kepada Permaisuri. Dia wanita jahat yang berlindung dengan kepolosan dan kemanjaannya. Permaisuri itu, telah tega menjebak Ibu, agar bisa menyingkirkan Nyi Larang. Dia tega menggunakan Ibu sebagai senjata untuk menghukum madunya!"

Air mata Dewi Rosa kembali mengalir, saat pedati mereka berhenti di sebuah rumah beranyaman bambu sederhana. Seperti inikah nasib seorang Dewi dari istana yang mantan istri Adipati paling dihormati? Segala kemewahan kini bertukar dengan keprihatinan. Tak ada pesta meriah lagi.

"Siapa nama bayimu?" tanya para wanita warga Puncak, yang berduyun mengerumuni pedati itu.

Dewi Rosa melirik bayinya,"Namanya Lathi Sera"

"Mati Sera?!"

Dewi Rosa langsung melotot,"Lathi Sera. El... El... bukan Em. Lathi Sera. Pake El!"

"Oh, Elsera...."

###

Anggada berusaha tersenyum. Tetapi mantan istrinya itu, seperti tidak ingin berbasa-basi dengannya. Perselingkuhannya dengan Helen Siger,  tak pernah dimaafkan Elsera. Meski wanita itu telah mati sekalipun.

"Aku, hanya ingin bertanya kabarmu. Aku mengerti kau tidak pernah mau menerimaku lagi" kata Anggada.

Elsera membuang muka,"Sudah, cepat katakan apa yang kau inginkan!"

Anggada menghela nafas,"Ini tentang Kem, sahabatmu"

Elsera menoleh "Dia telah kembali?"

Anggada menggeleng,"Belum. Apa kau tidak berusaha membantuku mencarinya?"

Elsera mendadak melemparkan pandangan, menjauh dari lingkup restoran mewah di atas atap gedung itu. Dia memandangi langit biru.

"Kem, adalah orang yang pernah membantuku mencarikan jodoh. Yaitu, kamu! Kamu pasti tidak lupa itu kan? Kem yang mengenalkan kita berdua. Saat itu kamu adalah pengacara dari produser film yang mengangkat karya novel Kem. Tapi..."

"Tapi?"

"Tapi Kem juga yang mengenalkan kau dengan Helen Siger, si Pelakor itu"

"Kem tak pernah mengenalkan Helen. Justru Helen menemuiku untuk mencari Kem!"

Else menggebrak meja,"Gara-gara Kem kan semua ini bermula?"

"Tapi itu tidak adil, untuk Kem"

"Tidak adil? Lalu apa yang terjadi denganku adalah sebuah keadilan? Sahabat mana yang merepotkan sahabatnya karena ulahnya sendiri? Kenapa dia harus jadi pengecut dan kabur? Andai dia menghadapi semua ini, mungkin kau tidak terjerat dengan Helen, dan wanita itu juga tidak mati..."

"Oh, Tuhan! Else, mengertilah..."

"Kenapa kita semua harus mengerti keadaan dan kemauan, Kem? Apa Kem mampu mengerti dan memahami kita?"

"Elsera..."

"Siapa sih Kem itu, hingga mampu menghancurkan hidup banyak orang karena masalah pribadinya? Apa dia berasa Ratu atau Permaisuri, mungkin? Dia hanya wanita yang berlindung dengan muka polos dan imej sok baiknya. Padahal dia jahat! Dia tega menghancurkan hidup orang lain demi kebahagiaannya!"

(Bersambung)

Suku yang HilangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang