#73: Pangeran dari Cirebon

1.3K 254 25
                                    

Wangsakerta, memasuki vila itu. Dia merasa sedikit nyaman. Perjalanannya dari Jakarta, cukup melelahkan. Sementara sepanjang jalan di dalam taksi, dia cuma sibuk membaca berita-berita online lewat ponselnya.

Salah satunya, tentang penangkapan si Gilda, salah satu tangan kanan Jihan Mentari. Serta proses pemanggilan para karyawan Jihan lainnya, untuk dimintai keterangan. Proses pengumpulan bukti, makin mengerucut, dan membuat Jihan makin tersudut. Statusnya kini buron, setelah Arsa lebih dulu ditahan.

Tapi dia sebenarnya di mana?
Sama seperti Kem, mereka lenyap!

Wangsakerta mencoba menelusuri jejak keduanya, terutama dengan tujuan wilayah mereka sebelum menghilang. Yakni, Kampung Salaka, Cibogo Bogor. Di mana menurut pihak penerbit novelnya, Kemuning dulu pernah melakukan riset tentang suku yang hilang di kaki gunung Salak, yakni Suku Karembong Bodas.

Apa itu Suku Karembong Bodas?

Wangsakerta sampai membeli buku-buku yang berkaitan dengan suku yang melegenda itu. Salah satunya buku karya sahabat Ayahnya, Erlangga Sohir, Fakta Suku yang Hilang.

"... tak ada yang bisa memisahkan Suku Karembong Bodas, dengan legenda Kerajaan Salaka Nagara. Sebab konon, mereka adalah generasi ke sekian, dari para prajurit dan dayang-dayang istana kerajaan itu, yang melakukan Ritual Karembong Bodas, yakni pensucian jenazah-jenazah yang mati, untuk mengiringi proses reinkarnasi Putera Mahkota yang meninggal dunia, agar kelak hidupnya di kehidupan baru, tetap menjadi pangeran juga.

Mereka, Suku Karembong Bodas itu, kerap terlihat mengumpulkan mayat-mayat yang terbuang di hutan, untuk dimandikan. Tetapi mayat yang dipilih, hanya mayat para remaja lelaki, atau pemuda saja. Usia-usia prajurit muda, yang diperkirakan dapat mengawal Pangeran mereka ke alam baka, menuju proses kehidupan berikutnya.

Tidak diketahui pasti, siapa nama Putera Mahkota yang dimaksud, sebab dalam naskah-naskah yang disusun Pangeran Wangsakerta, hal tersebut tidak juga disebutkan..."

Wangsakerta tercenung membaca hal itu. Dia lahir dan dibesarkan di Cirebon, pastinya juga mengetahui informasi tentang salah satu anak Panembahan Girilaya, yaitu, Pangeran Wangsakerta, seorang pangeran Cirebon yang pernah berkuasa di akhir abad ke-17, dengan karya kontroversialnya bersama Tim Panitia menulisnya, yang terus diperdebatkan, yakni Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara, yang menceritakan secara detil tentang fakta sejarah kerajaan-kerajaan di Nusansatara.

Pangeran itu, juga bergelar Abdulkamil Mohammad Nasaruddin, yaitu sebagai Panembahan Carbon atau Panembahan Ageung Gusti Carbon Panembahan Tohpati. Keturunan Susuhunan Jati, penyebar agama Islam di bumi Jawa Barat.

Ayahnya, Pangeran Resmi yang bergelar Panembahan Adiningrat Kusuma atau Panembahan Ghirilaya, menugasinya untuk menyusun fakta sejarah dari kerajaan-kerajaan di nusantara. Sang Pangeran lalu membentuk Tim Panitia dari berbagai daerah utusan kerajaan masing-masing (mahakawi dan pembesar tiap kerajaan), termasuk pihak-pihak dari luar negeri (penguat bukti sejarah), mereka kerap berdebat akibat beda pendapat, dalam proses menuliskan fakta sejarah tersebut, namun akhirnya, setelah fase 21 tahun,  penyusunan dan penulisan Kitab Segala Kerajaan di Bumi Nusantara ini terangkum  di Paseban Keraton Kasepuhan Carbon.

Sayangnya setelah upaya yang tidak mudah itu, naskah tersebut malah diragukan, dan dianggap kelewat kontroversial. Penuturan yang terlalu rinci, seakan sangat begitu mengetahui secara detil tentang kondisi kerajaan di masa lalu, jauh sebelum itu, dengan tampilan bahasa kuno. Bahkan berani menyebutkan, bahwa Salaka Nagara justru merupakan Kerajaan Tertua di Nusantara.

Sebuah fakta, yang mengejutkan Peneliti dan Pakar Sejarah.

Mengapa ada nama Salaka Nagara, yang diulas dengan begitu gemilang. Sebuah nama kerajaan yang orang-orang justru tidak banyak tahu, bahkan ada yang menganggap hanya sekedar mitos.

Hal ini jelas berseberangan dengan fakta yang disajikan selama ini, yang justru menyebutkan bahwa Kerajaan Kutai Martadipura, adalah sebagai kerajaan tertua di nusantara. Tapi dalam naskah Wangsakerta itu, diungkapkan, bahwa jauh sebelum Kutai berdiri, ada sebuah Kerajaan Perak yang berdiri di bumi Jawa Barat, yaitu Salaka Nagara, yang didirikan Raja Dewawarman. Kerajaan luar biasa pertama di nusantara.

Wangsakerta, berani menyodorkan fakta berbeda, dari yang dipelajari di buku mata pelajaran sejarah!

"Bapak memberimu nama Wangsakerta, agar kelak kau juga akan sehebat beliau," bisik almarhum ayah Wangsa, Tapa Brata, sebelum meninggal dunia.

Tapa Brata, membesarkan Wangsa sendirian, karena istrinya telah meninggal dunia lebih dulu. Sebagai seorang Dokter, Tapa juga mengarahkan Wangsa untuk dapat menekuni profesi yang sama. Tapi karir Tapa dan Wangsa berbeda kilaunya. Jika Tapa terkenal sebagai Dokter hebat dan murah hati di Cirebon, Wangsa justru dikenal sebagai Dokter yang masuk penjara akibat difitnah korupsi dana RS Cahaya Mentari.

Wangsa lalu berusaha menghubungi Erlangga Sohir, pakar sejarah, yang merupakan teman ayahnya sejak remaja lewat telepon. Tetapi yang mengangkat, justru istrinya.

"Om Erlangga sedang koma, Wangsa. Mohon doanya, ya." kata istri Erlangga Tohir.

"Kenapa bisa koma, Tante? Bukankah selama ini Om selalu sehat?" tanya Wangsa.

"Banyak yang terjadi saat kau masih berada di penjara, Wangsa. Kesehatan beliau menurun, dan jadi sangat sensitif. Bahkan terakhir, beliau tiba-tiba koma usai menonton berita kontroversi tentang Penulis Kemuning yang katanya menghilang di Kampung Salaka, Cibogo, gara-gara terinspirasi riset buku yang ditulis Om kamu..."

Wangsa terdiam. Dia lalu duduk di tempat tidur dengan sedih. Entah mengapa, dia berpikir untuk tidak ingin berlama-lama di dalam vila.

Dia tiba-tiba sangat bersemangat untuk menuju tempat terakhir Kemuning dan Jihan menghilang: Kampung Salaka!

(Bersambung)




Suku yang HilangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang