Kem terbangun dalam keadaan lemah dan pusing. Pada sebuah kamar serba putih, yang baru disadarinya adalah rumah sakit. Cahaya Mentari!
Seorang pria paruh baya, duduk di sebelahnya dengan gusar. Lalu di belakangnya, ada Dokter dan Perawat.
"Papi, aku di mana?" kata Kem lirih, sambil menggapai pria paruh baya tersebut.
"Tenang, Kem. Kamu aman sekarang. Ada Papi di sini" bisik Kesuma, sambil memegang jemari Kem.
"Apa yang terjadi, Papi?"
"Ini pukul 9 malam, Kem. Kau hilang sejak dini hari kemarin. Warga dan polisi menemukanmu tergeletak tak berdaya di pinggir jalan sore tadi. Jelang maghrib. Sebetulnya, apa yang terjadi Kem?"
Kem memegangi kepalanya. Dia merasa sakit, dan masih sulit mengingat apapun. Kecuali, anaknya.
"Papi, tolong bawa Ara. Saya ingin bertemu Ara!"
"Pasti! Papi akan bawa Ara kepadamu. Sekarang beristirahatlah..."
Kem kembali memejamkan mata, meski sulit. Sementara Kesuma, bergegas ke luar ruangan diikuti Dokter Lesmono. Di depan ruangan, Kesuma mengangguk hormat kepada Anggada dan istrinya, yang berdiri untuk mengantre masuk ruangan Kem.
Ada banyak percakapan dengan Anggada, sebelum Kesuma menemui Kem yang sudah dalam keadaan sadar. Anggada bercerita, tentang Kem yang menceritakan perselingkuhan suaminya, dan ngotot ingin pulang dini hari. Tapi sampai Kesuma tiba di rumah anak dan menantunya, Kem tetap belum pulang.
Dari Surti, Kesuma menghubungi Anggada. Mereka berbincang lama, sambil berusaha melacak Kem dengan bantuan polisi. Kem belum hilang selama 24 jam, tapi mereka butuh melakukan pencarian, sampai akhirnya diperoleh kabar jika Kem ditemukan terkapar di jalanan.
"Ini tidak wajar. Dan kecurigaan kami mengarah pada satu orang. Saya pikir, anda memahami maksud saya" kata Anggada.
Kesuma tak menjawab, dia hanya kembali menganguk hormat dan melangkah menjauh, dengan jejak yang masih diikuti Dokter Kepala Rumah Sakit.
"Dokter Lesmono, saya minta pengamanan untuk menantu saya ini diperketat. Jangan ada wartawan bisa menembus masuk rumah sakit, dan... ingat! Anak saya si Arsa itu, juga tidak saya izinkan memasuki ruangannya" kata Kesuma, saat keduanya melangkah sejajar.
"Baik, Pak!"
Kali ini, Kesuma merasa penting untuk menyelesaikan satu hal lagi di rumah sakit itu. Dia bergerak menuju ruang VIP lainnya, Dokter Lesmono hanya berusaha makin bergegas untuk mengikuti langkah bos besarnya tersebut.
"Pindahkan dia dari sini!" perintah Kesuma.
Arsa, yang sedang duduk di samping tempat tidur Jihan, segera bangkit.
"Papi..."
Kesuma melangkah maju mendekati anaknya. Mereka bertubuh sama tinggi besar. Bedanya, yang satu tua, satu lagi muda. Satunya pemegang tahta, satu lagi cuma sedang proses menunggu hak waris.
"Apa, Arsa? Kamu ingin, pacarmu ini ada di sini, sementara kau sendiri bakal dilarang masuk tempat ini?"
"Dilarang?"
"Ya, karena di sini sedang dirawat menantu Papi. Si Kemuning! Jadi kau tak boleh menginjak tempat ini dulu, sampai Kemuning sembuh. Juga jauhkan Kemuning dari wanita itu!" tunjuk Kesuma pada Jihan.
"Papi, Papi tidak..."
"Tidak apa? Kau mau bunuh Papi? Lihat saja, justru kau malah rugi. Papi sudah memutuskan bahwa hampir seluruh harta Papi akan diwariskan kepada Ara dan Kemuning. Jadi berdoalah agar Papi masih hidup, dan bisa berubah pikiran!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Suku yang Hilang
Mystery / ThrillerKemuning berusaha fokus menulis cerita untuk novel barunya agar kembali bestseller hingga difilmkan. Dia kemudian tertarik mengungkap fakta sejarah, tentang Suku Selendang Putih Gunung Salak, Bogor. Konon, suku ini sering menunjukkan jejak di sepan...