#72: Dewi Prameswari Kadambari

1.4K 278 25
                                    

Dahulu kala, ada 3 anak lelaki kembar yang terlahir di dunia. Mereka adalah Jaka Tirem, Jaka Tapa dan Jaka Tarub. Mereka berwajah tampan, sangat mirip satu sama lain, hingga sulit untuk dibedakan.

Karena dalam kepercayaan Hindu Kuno mengenal konsep Trimurti (tiga kekuatan Brahmana, yakni mencipta, memelihara dan melebur alam beserta isinya) maka ketiganya wajib dipisahkan. Sebab kehadiran mereka tidak boleh menyerupai Dewa Brahmana  (Pencipta), Dewa Wisnu (Pemelihara) dan Dewa Siwa (Penghancur).

Pada masa itu, pencarian tentang Tuhan, sedang semarak. Gairah mencari perwujudan Dewa juga sedang menggelora, jadi dikhawatirkan, masyarakat pada masa itu menganggap ketiganya jelmaan ketiga Dewa tersebut. Mengingat, Tirem senang membangun kebaikan, Tapa memelihara lingkungan, sementara si Tarub punya kepribadian yang selalu ingin merusak.

Tapa kemudian dititipkan di Caruban, pada pusat pembelajaran obat dan ilmu kesehatan. Tirem dititipkan ke Djokorto, tempat belajar membangun tempat serta melatih kepemimpian, sementara Tarub dikirim ke Salaka, surga keindahan alam dan tempat penghasil perak terbesar saat itu.

Berbeda dengan kedua saudara kembarnya yang tumbuh menjadi pemuda yang hebat dengan keahlian yang luar biasa, Jaka Tarub malah menjadi pemuda yang hanya gemar mencuri dan memburu para wanita cantik.

Suatu hari, dia mencuri selendang seorang bidadari, yang bernama Nawang  Wulan. Bidadari paling slebor, di antara 9 bidadari yang sering berkunjung ke bumi setelah hujan, melewati jalur lengkung pelangi.

Selendang adalah ungkapan simbolik, untuk menutupi betapa vulgarnya legenda Jaka Tarub dengan seorang Bidadari. Kisah aslinya, Jaka Tarub mengintip tubuh telanjang Nawang Wulan tanpa kain penutup (selendang), yang sedang mandi di sudut terpisah yang jauh dari para saudarinya.

Seorang Bidadari, sesungguhnya tidak boleh memperlihatkan auratnya pada manusia. Jika itu terjadi, maka mata si manusia harus dibutakan, agar Bidadari kembali meraih kesucian.

Saat mencari pemuda kurang ajar itu, untuk membalas dendam, malangnya Nawang Wulan malah tergoda dengan wajah tampan Jaka Tarub. Dia jatuh cinta, dan tak kuasa menolak saat dirayu melakukan perbuatan terlarang.

Tarub lalu membawa Wulan ke rumahnya dan memperistrinya.
Akibatnya, semua saudari bidadarinya tidak dapat kembali ke Nirwana. Karena formasi untuk terbang berkurang. Mereka lalu mengutus Nawang Mentari, agar bisa membujuk Nawang Wulan untuk pulang ke rumahnya. Tetapi ketika   mendatangi rumah Tarub, Nawang Sari justru tak sengaja melihat mereka sedang berhubungan intim.

Sesuatu yang vulgar dan sensual itu, tiba-tiba mewujudkan birahi dalam diri Mentari. Sehingga dia justru malah menggoda Tarub untuk melakukan hal sama pada dirinya, saat Wulan telah nyenyak tertidur. Dasar mata keranjang, Tarub tak menolak ajakan mesum tersebut.

Bisa ditebak, kemudian ada 2 bidadari dalam kehidupan Tarub, yakni Wulan dan Mentari, yang disatukan dalam rumahnya. Awalnya Wulan marah dan cemburu, tetapi kemudian akhirnya pasrah untuk dimadu.

Karena keduanya telah ternoda, maka para bidadari lain, menuntut minta anak perempuan perawan dari setiap bidadari, untuk menggantikan mereka untuk membentuk formasi agar dapat kembali ke Nirwana. Jika tidak, Tarub akan dibunuh.

Akhirnya, mereka setuju, lalu bersumpah untuk menyerahkan masing-masing anak perempuannya kelak. Tetapi ternyata, yang hamil hanya Wulan. Bidadari itu melahirkan anak kembar perempuan, yang diberi nama Dewi Pohaci Larasati dan Dewi Prameswari Kadambari.

Karena takut kedua anaknya akan diambil semua oleh kelompok 7 bidadari, maka Kadambari kemudian pura-pura dilaporkan Tarub telah mati. Padahal, bayi itu dititipkan ke saudaranya, Tirem, di Djokorto.

Tetapi kemudian, sistem poligami dalam rumah tangga Tarub-Wulan-Mentari, tidak berhasil. Kemarahan, kecemburuan, serta kecurigaan, kerap mewarnai hubungan mereka. Apalagi ternyata Tarub memilih untuk lebih sering bersama Mentari, dari Wulan.

Suku yang HilangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang