Meeting di kantor Luv Cinema, berjalan tidak lancar. Bing, selaku produser Luv Cinema, merasa tidak puas dengan pernyataan pihak Penerbit Jendela Dunia, tentang masa depan kerja sama mereka.
"Perjanjian kita, adalah mengangkat karya-karya luar biasa dari Kemuning. Bukan penulis lain, Mas Anto" kata Bing, pada Direktur Utama Jendela Dunia itu.
Anto mengangguk. Dia paham dengan 3 film-film yang dibuat Luv Cinema berdasarkan novel-novel bestseller Kemuning. Film itu banjir penonton di bioskop!
Gawatnya, Luv Cinema hanya menginginkan karya Kemuning. Masalahnya, Kemuning sendiri sudah hampir 2 tahun menghilang. Kasusnya juga cukup mengerikan dan jadi perbincangan massa tak berkesudahan. Tapi bagi Luv Cinema, itu justru menjadi daya tarik. Karya seorang buronan ditayangkan! Apa orang tidak makin penasaran?
"Saya mengerti, Mas Bing. Tapi, karya terbaru Kemuning yang berjudul Suku Karembong Bodas itu belum rampung. Keburu dia menghilang. Dia baru pamit ingin riset ke Bogor, malah kena masalah besar" jelas Anto.
"Dua tahun lho, Mas Anto. Lama kita tunggu karya terbaru Kemuning. Dia itu punya fans garis keras. Mau dia diberitakan sebagai Psikopat, penjahat... tapi film yang diangkat dari cerita karyanya, pasti tetap akan dipadati penonton."
"Kami tidak mendapat kabar lagi darinya. Polisi saja tidak bisa melacaknya. Dia lenyap begitu saja"
Bing menatap Anto,"Apa dia kabur ke luar negeri? Lalu mengoperasi wajah agar tak dikenal?"
"Entahlah. Tapi saya lama mengenal Kemuning. Saya tetap tak percaya dia bersalah."
"Saya juga di Tim Anda, Mas Anto! Saya tak habis pikir suaminya tega menuduh seperti itu. Saya malah curiga dengan suaminya"
Anto tertawa,"Lagi-lagi kita di Tim yang sama"
"Betul, saya yakin itu! Ini permainan orang-orang kaya. Saya pantau kasusnya. Dari video mesum Kem dengan Ted Morch, yang dipatahkan pembuktian mertuanya. Lalu mertuanya mati, tambah lagi mertua perempuan"
"Dan Kem menghilang seperti di telan bumi"
"Jangan-jangan Kem sudah mati?"
"Aduh, janganlah!"
"Film-film horor kan suka begitu? Penjahat menuduh korban. Polisi lalu sibuk mencari korban yang sebetulnya sudah mati"
Anto menggeleng-gelengkan kepala,"Tidak untuk Kem. Saya yakin dia baik-baik saja. Semoga Allah melindunginya"
"Amin"
"Mas Bing? Tidak tertarik mengangkat karya penulis kami yang lainnya?"
"Siapa?"
"Jenasha"
"Jenazah?"
"Jenasha. Dia bahkan lebih senior dari Kemuning. Beberapa karyanya sempat bestseller juga. Ini, contoh karyanya"
Bing meraih novel-novel dari Anto. Dia melihatnya sekilas, lalu mengembalikannya.
"Oh, karya-karya yang dulu pernah Mas sodorkan pada saya kan?"
"Betul, Mas. Mungkin bisa dipertimbangkan kembali"
Bing mengangkat bahu, lalu tersenyum.
"Tulisannya bagus, tapi cerita yang seperti itu terlalu pasaran. Kisah-kisah yang ter-influence dari karya penulis luar. Meniru, tapi tak bisa menyaingi. Cocok dibaca oleh orang-orang yang kurang wawasan. Saya tidak tertarik!"
Anto terdiam, dia memandangi karya-karya Jenasha itu. Jendela Dunia hanya penerbit kecil awalnya. Penulis utamanya yang berhasil mencetak sukses adalah Jenasha. Sebab itu hubungan Anto dan Jenasha, sudah seperti saudara.
Lalu masuklah bergabung di sana, Kemuning. Dengan karya-karya luar biasa, yang mampu membuat Jendela Dunia menjadi salah satu penerbit besar yang diperhitungkan di tanah air.
Ibarat kata, Jenasha membantu Jendela Dunia "berdiri", tetapi Kemuning yang membuat penerbit itu meroket. Kedua penulis itu sangat dihormati Anto, meski keduanya tidak pernah akur.
Jenasha selalu merasa lebih senior, lebih hebat dan tidak mau disaingi.
"Karyamu sampah! Sana, belajar menulis lagi! Jangan bikin malu Jendela Dunia yang mengangkat derajatmu" kata Jenasha ketus, saat awal karir Kemuning.
Sebab itu, kebenciannya meruncing, ketika tahu bahwa ternyata, orang yang dia remehkan justru meraih kesuksesan lebih besar. Bertahun-tahun, Jenasha berusaha menyalib Kemuning. Tapi wanita itu, terlalu maju ke depan.
Maka, saat vakum Kemuning hampir 2 tahun, dan pihak Luv Cinema mengajak rapat pihak Jendela Dunia, Jenasha juga cepat merapat pada Anto.
"Bantu aku, Mas. Ini kesempatanku, karena Kemuning sedang menghilang. Vakum 2 tahun, Jendela Dunia juga yang rugi. Tak ada karya yang difilmkan. Kalah dengan penerbit lain," kata Jenasha.
"Tapi aku sudah pernah menyodorkan karyamu dulu, dan ditolak Mas Bing"
"Usaha lagi dong, Mas. Jangan menyerah. Selain Kem, siapa lagi yang laris bukunya? Aku kan! Jadi cuma aku harapan untuk bisa melahirkan karya besar lagi. Tutuplah kisah Kem. Lupakan dia!"
Tapi siapa bisa melupakan karya-karya Kemuning? Bahkan Bing, sangat memujanya.
"Saya jarang menyukai novel karya penulis Indonesia. Tetapi karya-karya Kemuning itu berbeda. Cerita dia itu tidak meniru, dan tidak bisa ditiru. Penuh kejutan dan seru. Kita pasti baca karyanya sampai tuntas. Dan pasti ngamuk kenapa bisa mendadak tamat, kan? Dia menulis dengan otak dan hati. Ikut pinter kalo abis baca cerita dia," puji Bing.
Anto tersenyum, dia turut mengakui hal itu. Kem juga baik dan rendah hati. Dia tidak pernah memaksa untuk disukai dan dipuji. Sungguh berbeda dengan Jenasha, dengan segudang ambisi yang hanya Tuhan yang mampu menyadarkannya.
(Bersambung)
KAMU SEDANG MEMBACA
Suku yang Hilang
Mystery / ThrillerKemuning berusaha fokus menulis cerita untuk novel barunya agar kembali bestseller hingga difilmkan. Dia kemudian tertarik mengungkap fakta sejarah, tentang Suku Selendang Putih Gunung Salak, Bogor. Konon, suku ini sering menunjukkan jejak di sepan...