54. Menyerah

2.3K 318 65
                                    

"Gimana?" Tanya Taksa saat melihat Syaluna masuk ke dalam rumahnya. Dia daritadi hanya mengintip dari jendela.

"She's kind. Dia bilang makasih dan meluk gue. Terus dia juga bilang ke gue, untuk jagain lo." Syaluna menarik nafasnya pendek.

"Selalu baik." Taksa tersenyum tipis, "Btw, makasih Sya udah bantuin gue. Maafin juga karena gara-gara gue, lo jadi di benci sama anak-anak."

"Gue gak masalahin tentang gue yang di benci sama siapapun. Tapi ini salah, Sa. Ini tuh bukan untuk di rahasiain sama sekali, apalagi lo rahasiain ini sama orang yang peduli sama lo. Lo mikir endingnya bakal gimana gak, sih? Ini pasti lama-kelamaan bakal ketahuan. Dan Joana, lo mikir gak gimana kecewa nya Joana kalo lo rahasiain ini semua dari dia?"

"Gue udah mikirin." Taksa menatap mata Syaluna, "Dan kalo pun ketahuan, gue rasa gue udah mati saat itu. Jadi yaudah."

"Taksa!" Tegur Sonya di balik sekat dapur. Shareef hanya mengelus punggung istrinya untuk menenangkan.

"Yaudah kata lo? Segampang itu, Sa? Lo.." Syaluna kehilangan kata-katanya, gadis itu menarik nafasnya dalam-dalam, "Lo harus segera kasih tau Joana, Sa."

"Gue gak akan kasih tau Joana." Tekan Taksa di setiap katanya.

"Udah tiga bulan lo ngumpetin ini dan menghindar dari Joana, Sa. Joana pasti sakit hati banget. Gue cewe gue paham gimana rasanya jadi Joana. Walaupun dia senyum, hatinya penuh luka, Sa. Dan lo gak pernah tau tentang itu."

"Gue tau. Gue tau banget cewe gue gimana, Sya." Serak Taksa. "Tapi Joana bakal makin sedih kalo dia tau tentang hal ini. Dan dia juga udah semester akhir, gue gak mau dia terlalu sibuk nangisin penyakit gue sampe nge-nomor-dua-in urusan pribadinya."

"Tapi Sa-"

"Plis. Ini udah jadi keputusan gue. Gue ke kamar dulu, lo kalau balik hati-hati." Taksa bergerak menjauh menaiki tangga menuju lantai atas. Ke kamarnya.

Syaluna hanya menghela nafasnya, letih. Taksa benar-benar keras kepala.

"Om, Tante.. Aku pamit pulang dulu, ya?" Syaluna menyalami kedua orang tua Taksa.

Sonya yang sedari tadi hanya mengintip di bilik dapur mendekat, "Kamu pulangnya gimana?"

"Bareng kita aja, Ma." Shareef mengambil kunci mobil di nakas ruang tamu.

"Eh- Om gak usah. Aku bisa sendiri."

"Gapapa." Sonya mengelus rambut Syaluna kilas, "Tante sama Om juga ada urusan keluar sebentar."

Syaluna hanya tersenyum sungkan. Lalu mengangguk pasrah.

Shareef mendekat ke arah Hema, "Hema jaga rumah, ya? Kalau ada apa-apa segera hubungi Papa."

Hema hanya mengangguk, lalu Shareef, Sonya dan Syaluna menghilang di balik pintu.

Setelah itu Hema menuju lantai atas, menuju kamar abangnya.

"Bang," Panggil Hema lalu membuka pintu kamar Taksa yang tidak di kunci itu.

"Hm?"

"Yang di bilang Kak Syaluna tadi bener. Abang harus kasih tau ke Kajo." Hema duduk di tepian kasur abangnya.

"Gue gak mau bahas. Gue bilang enggak ya enggak."

"Bang, aku beneran gak tega liat Kajo kayak tadi, Bang. Abang udah keterlaluan banget tadi. Abang sayang beneran gak sih sama Kajo?"

"Gue terlalu sayang sama dia makanya gue ngelakuin ini."

"Itu bukan sayang Bang namanya. Kalo sayang abang gak akan biarin Kajo nangis kayak tadi." Hema, kesal.

DENGANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang