TIE-6

2.2K 111 5
                                    

Sorry semalem kelupaan update.

-------

Pagi ini Griz masih bisa mengendarai mobil sport-nya. Dia masih bisa memakai pakaian baru dan tas koleksi kesayangannya. Namun, itu tidak membuatnya tenang. Dia khawatir apa yang sudah dia miliki menjadi hilang.

Griz membelokkan mobilnya menuju kantor dengan tangan sedikit bergetar. Dia melihat bagian lobi lebih ramai dari biasanya. Kekhawatirannya semakin bertambah, dia takut akan terjadi kekacauan.

"Bu Griz...." Beberapa orang ada yang memanggilnya.

Griz memarkirkan mobil di basement kemudian segera menuju lobi. Dia melihat beberapa orang berpakaian serba hitam tampak berbincang dengan rekan-rekannya. Dia mengedarkan pandang, karena beberapa karyawan berumpul di sana.

"Bu Griz...." Seorang lelaki yang mengenakan kemeja putih mendekat.

Refleks Griz bergerak mundur. Firasatnya mengatakan jika orang itu akan memberinya kabar buruk. Dia berbalik ingin kabur, tapi ada banyak karyawan yang seperti mengepungnya.

"Di mana Pak Farizan?"

"Nggak tahu!" Griz menggeleng tegas. "Kalian sudah cek di ruangannya?"

"Ruangan Pak Farizan kosong."

Bola mata Griz membulat. Apa papanya kabur dan tidak mengajaknya? Griz menggeleng tegas, tidak ingin berpikiran seperti itu. "Anda siapa?" Griz berdiri tegak dan mencoba untuk terlihat percaya diri seperti sebelumnya.

"Lebih baik Ibu baca ini."

Griz melihat sebuah map putih yang disodorkan. Dia membuka berkas itu lalu matanya membulat. Perusahaan papanya memiliki utang dan sudah jatuh tempo. Sekarang perusahaan itu akan diambil alih ke pemegang saham yang lain.

"Minggu depan saya akan mengadakan rapat untuk mengatur ulang sistem perusahaan."

"Nggak bisa!" Griz menutup berkasnya dengan kasar. "Ini perusahaan papa saya. Jangan seenaknya."

"Tapi bukan perusahaan papa lagi. Baca perjanjian itu baik-baik."

Napas Griz tercekat. Dia mengedarkan pandang melihat para karyawan yang menatapnya itu. "Kalian tenang aja."

"Kerjaan kami gimana, Bu?" Para karyawan mulai protes.

Griz menarik napas panjang lalu menatap lelaki di depannya. "Tidak ada formasi ulang tentang karyawan, kan?"

Lelaki di depan Griz mengambil berkas lain. Setelah itu menunjukkan lagi. "Tidak ada. Tapi pengecualian pihak keluarga Pak Farizan."

"Apa-apaan!" Griz tidak terima. Itu artinya dia harus keluar dari perusahaan? Setega itu?

"Silakan bereskan barang-barang Ibu."

Griz menyugar rambut ke belakang. Mendadak kepalanya pening. Apa yang harus dia lakukan sekarang? Sedangkan papanya tiba-tiba menghilang tanpa pesan apapun.

***

"Gimana perusahaan Pak Farizan?"

Azkia menunjukkan tablet yang dia pegang. "Pak Farizan kabur dan mereka akan mengatur semuanya dari awal."

Ravin menghela napas. Dia mengambil berkas di depannya dan melihat proposal kerja sama dari perusahaan Pak Farizan. Dia tahu, perusahaan Pak Farizan mengalami kebangkrutan, tapi dia tidak bisa melakukan kerja sama. Melakukan kerja sama dengan perusahaan yang hampir bangkrut jelas butuh pikir panjang.

"Bu Griz kabarnya menangani sendiri," ujar Azkia sambil tersenyum samar.

"Wanita itu." Ravin meletakkan berkas begitu saja. Dia terbayang Griz yang semalam mengikutinya. Sekarang, hidup wanita itu benar-benar berubah.

Take it EasyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang