Jam makan siang, Griz duduk di salah satu kafe menunggu calon pembeli. Akhirnya, setelah beberapa hari tas Griz laku terjual. Risikonya memang harus bertemu untuk melihat barangnya. Membeli tas tidak semudah membeli pakaian yang langsung pesan dan beli. Beberapa pembeli ingin memastikan bahan tas dan kualitasnya.
Griz menurunkan kacamata sambil mengedarkan pandang. Kafe tidak begitu ramai mungkin karena areanya tidak begitu dekat dengan perkantoran. Namun, suasana seperti itu justru membuatnya nyaman. Berbeda dengan kehidupannya dulu yang suka dengan keramaian.
"Permisi." Seorang wanita dengan setelan kantor berwarna putih dan pink mendekat.
Sontak Griz mengangkat wajah. Dia melepas kacamatanya dan memastikan lagi wanita yang berdiri di depannya itu. "Ah, jadi nama lo Azkia?"
Azkia mengembuskan napas. Dia duduk di depan Griz lalu melirik ke kursi yang terdapat kantong. "Mana barangnya?"
Griz tidak serta merta memberikan. Dia memajukan tubuh dan menatap Azkia penuh selidik. "Tahu dari siapa gue jualan? Sebelumnya kita nggak saling kenal."
"Apa itu penting?" tanya Azkia lelah. "Mana barangnya!"
"Pasti Ravin, kan?"
"Barangnya mana? Kalau lama saya nggak jadi beli."
"Nggak sabaran! Kayak bosnya." Griz mengambil kantong di sampingnya dan menyerahkan ke Azkia. "Belum pernah gue pakai. Jadi, barang masih bagus."
"Hmm...."
Griz memperhatikan Azkia yang sedang mengecek tas berwarna putih itu. Sayangnya, pikirannya tertuju ke Ravin. Dia yakin Azkia tahu dari Ravin. Ah, Griz jadi gemas sendiri dengan lelaki sok cuek itu.
"Deal!" Azkia memasukkan tas itu kembali ke kantong. "Sesuai harga yang tertera, kan? Nomor rekening?"
Griz merogoh ponsel kemudian menunjukkan notes. "Lihat sendiri."
Azkia mulai mengetik nomor rekening yang tertera. Dia mengernyit saat melihat nama bosnya. Lantas dia menatap Griz penuh tanya.
"Kenapa?" tanya Griz sambil menahan tawa. "Sebenarnya ini rahasia."
"Nggak ambil dari Pak Ravin, kan?" Azkia waspada. Dia tahu wanita di depannya itu nekat. "Ini nggak bisa dibiarin! Kembaliin."
"Gue udah pacaran sama bos lo."
"Pasti bohong."
"Ngapain juga gue bohong?" Griz terkekeh geli melihat raut Azkia. "Lo bisa tanya ke bos lo. Gue bahkan beberapa hari di apartemennya."
Azkia masih tidak percaya. Dia tahu, bosnya itu tidak sembarangan mengajak seseorang ke apartemen. Terlebih Griz yang kerap kali berbuat onar.
Diam-diam Griz menahan tawa melihat raut Azkia. "Lo ada perasaan sama pacar gue?"
"Apaan!" Azkia seketika membuang muka. "Pasti ngancem Pak Ravin. Gue kenal bos gue kayak apa."
"Buat apa gue ngancem?" tanya Griz. "Dia luluh karena pesona gue." Dia yakin jika Ravin mendengar kalimat itu pasti dia langsung dijitak.
Azkia tetap tidak percaya dan menganggap Griz hanya membual. "Oke gue transfer sekarang." Dia kemudian sibuk dengan ponselnya. "Udah...."
Griz melihat bukti transfer yang tertera di layar. "Thank you!"
"Gue pergi." Azkia berdiri sambil membawa kantong berisi tas.
"Tunggu...."
Azkia melihat Griz yang ikut berdiri dan memakai kacamata. Wanita itu tetap terlihat keren, meski kondisi keuangan Griz berubah drastis. Sayangnya, Azkia enggan mengakui itu secara langsung. "Apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Take it Easy
Romance[TAKE SERIES 2] Griz selalu merasa hidupnya beruntung. Apa yang dia inginkan selalu terwujud. Ketika bertemu dengan Ravin, dia langsung menginginkan lelaki itu. Apapun caranya. Ketika rasa optimis itu terus ada, Griz dihadapkan satu kenyataan. Satu...