TIE-50

1.9K 93 5
                                    

Ravin kecil berdiri di depan jendela, melihat halaman rumah yang basah setelah hujan lebat. Tangannya terulur ke depan memegang tetesan dari atap rumah. Kemudian dia menempelkan tangan basah itu ke kaca.

Di kamar seberang Ravin, seorang pria juga berdiri di depan kaca. Sensasi basah setelah hujan masih terasa. Namun, suasana seperti itu tidak membuatnya tenang.

"Bisa, kamu nggak usah terlalu keras?" Seorang wanita yang duduk di ranjang memandang suaminya. "Jangan berusaha buat nyaingin Dema atau Farizan. Kalian...."

"... kamu nggak usah sok tahu!" potong Roish. Dia berbalik, menatap istrinya yang gampang sakit itu. "Mereka ambisius dan aku harus lebih berambisi."

"Tapi ini berlebihan, Pa!" Rinda setengah berteriak. "Kamu udah anggap mereka musuhmu. Bukan sahabat."

Roish mendekat. "Kalau aku sukses, kamu juga yang ngerasain."

"Tapi aku nggak mau!" Rinda menggeleng tegas. "Kamu terus deketin wanita lain demi dekat sama orangtuanya."

"Itu strategi!"

"Wanita itu juga punya hati, Pa!" balas Rinda sambil berkaca-kaca. "Perasaan kamu di mana? Kamu nggak ngertiin aku."

"Denger!" Roish langsung memegang pundak Rinda. "Jangan pernah dekte aku. Urusan bisnis aku yang jalanin. Kamu tinggal ngikutin!"

Rinda mendorong tangan Roish. "Aku bakal ngasih tahu Artari sama Soraya kalau kamu berniat nyaingin mereka."

Plak....

Tangan Roish mendarat ke pipi Rinda. "Kamu harusnya dukung suamimu."

"Ya tapi salah," jawab Rinda sambil membuang muka. "Kamu selalu alasan, wanita yang dekat sama kamu itu menguntungkan. Bahkan ada musuh yang sengaja ngirim wanita itu buat tahu strategimu. Apa cara berbisnis cuma itu?"

Roish kehabisan kesabaran menghadapi wanita yang dia cintai itu. "Kamu dulu nggak pernah banyak omong!"

"Karena dulu kamu bener!" balas Rinda. "Kalau kamu masih kayak gini, aku bakal pergi sama Ravin!"

"Jangan harap!" jawab Roish. "Dia penerusku. Aku berbisnis juga buat dia."

Rinda menggeleng tegas. "Aku khawatir dia jadi monster kayak kamu."

"Keterlaluan!" Roish mendorong Rinda lalu tangannya mencekik wanita itu. "Lebih baik kamu pergi daripada menghalangi jalanku."

Mata Rinda melotot dan bibirnya terbuka. Kedua tangannya berusaha menarik tangan besar itu, tapi terlalu susah. Satu tangannya kemudian meraba ke nakas. Tanpa sengaja, dia menjatuhkan lampu tidur.

Brak....

Roish seketika sadar apa yang telah dilakukan. "Sayang...." Dia menepuk pipi Rinda.

Rinda memejamkan mata sambil berusaha mengatur napas. "Gila!"

"Jangan bikin aku marah!"

"Aku bakal tetap pergi sama Ravin."

"Jangan harap!" Roish berbalik bermaksud mengajak Ravin.

"Mama!" Ravin yang mendengar benda jatuh langsung berlari menuju kamar orangtuanya. Saat membuka pintu, dia berhadapan dengan papanya yang hendak keluar. Wajah papanya memerah dan menatapnya tajam.

Refleks Ravin bergerak mundur. "Barusan...."

Roish menoleh ke istrinya yang menutup wajah. Dia menunduk dan menatap Ravin. "Kamu harus ikut papa, ya!"

"Ravin...." Rinda memanggil anaknya dengan suara pelan.

"Mama...." Ravin menerobos masuk. Dia melihat mamanya merentangkan tangan sambil berkaca-kaca. "Mama kenapa?"

Take it EasyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang