"Demasetya?" Griz membaca artikel yang kebanyakan berisi prestasi Demasetya. Mulai dari membangun bisnis dari awal kuliah hingga dinobatkan sebagai mahasiswa berprestasi.
Griz mendekatkan sebuah koran bergambar foto seorang lelaki yang dia tebak adalah Demasetya itu. "Tapi kenapa papa gue nyimpen ginian?"
Ravin mendekat, melihat kertas koran yang dipegang Griz. "Lo cari informasi tentang papa lo?" tanyanya. "Mau gue bantu?"
"Ya!" jawab Griz tanpa pikir panjang. Dia meletakkan kertas koran itu dan mengambil berkas lain.
Tanpa banyak suara, Ravin mengambil berkas yang masih berada di lemari. Dia membuka halaman satu persatu hingga menemukan artikel tentang tiga pemuda yang memenangkan lomba otomotif. Tiga pemuda itu berfoto sambil berangkulan. Dia tahu dua di antaranya, kecuali sosok yang di tengah.
Ravin menarik artikel itu lagi dan memasukkan ke saku jas. Dia berbalik, memastikan Griz tidak memperhatikannya. "Huh...." Dia menghembuskan napas lega karena wanita itu masih sibuk dengan kegiatannya.
"Jaga rumah ini lagi!" Tiba-tiba terdengar suara lain.
Griz dan Ravin saling pandang.
"Cepet, Griz!"
"Ah, sial!" Griz melihat berkas yang tidak berarti itu. Dia lantas berdiri dan mengembalikan ke tempat semula.
"Ada bekas sepatu," ujar seseorang.
Griz segera mengunci lemari itu dan memasukkan kuncinya di tas. Dia hendak berlari, tapi Ravin langsung menggenggam tangannya.
"Tenang." Ravin berjalan lebih dulu dan membuka pintu.
"Siapa kalian?" Dari arah tangga, dua pria berbadan besar berdiri memperhatikan.
Ravin menatap dua orang itu dengan tatapan tajam. Setelah itu dia menarik tangan Griz dan menuruni tangga.
Dua orang itu mengeraskan rahang dan menghadang Ravin.
"Apa yang kalian lakuin di dalem?"
"Dia mau ambil pakaian!" jawab Ravin.
Dua orang itu menatap Griz yang tidak membawa pakaian yang dimaksud. "Bohong."
"Kami ciuman!" Griz menjawab. "Ah, tadi mau dilanjut tapi gara-gara kalian jadi nggak jadi. Yah, gue jadi nggak mood."
Ravin meremas tangan Griz. Meminta wanita itu tidak berbicara aneh.
"Kami harus memeriksa!" ujar seseorang yang berdiri tepat di depan Ravin. "Keluarin isi dompet dan saku kalian."
Refleks Griz menyembunyikan tasnya. Tindakan itu diperhatikan oleh dua pria berbadan besar itu.
"Ah! Pasti ada yang disembunyiin." Pria yang berdiri di depan Griz seketika menyentuh pundaknya.
"Jauhin tangan lo!" Ravin langsung mendorong.
Sayangnya pria itu kembali menyentuh pundak Griz. Bahkan satu tangannya melingkar ke pinggang wanita itu, berusaha mencari sesuatu yang disembunyikan di tempat yang tidak terjangkau.
"Gue bilang jauhin tangan lo!" teriak Ravin.
Griz bergerak saat tangan pria itu berusaha mencari kesempatan. Dia lantas menendang bagian tengah lelaki itu sekuat tenaga. "Ayo, Vin!"
"Ah, sial!" Pria itu menggeram.
Ravin menatap pria satunya yang terlihat lebih takut. Dia menyentuh pundaknya kemudian membungkuk. "Kamu dipindah ke sini? Saya bisa bantu kamu pindah ke rumah terkutuk itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Take it Easy
Romance[TAKE SERIES 2] Griz selalu merasa hidupnya beruntung. Apa yang dia inginkan selalu terwujud. Ketika bertemu dengan Ravin, dia langsung menginginkan lelaki itu. Apapun caranya. Ketika rasa optimis itu terus ada, Griz dihadapkan satu kenyataan. Satu...