Rencana Griz bertambah satu lagi, yaitu ke kantor Arvin. Sekarang, dia sudah di lobi sambil membawa kantong makanan, masakan dari Artari.
Griz mengedarkan pandang, melihat kantor sebuah aplikasi game yang terlihat cozy. Tidak seperti kantor lainnya yang terkesan lebih monoton. Dia melangkah menuju meja resepsionis yang berbentuk setengah lingkaran dengan bagian bawah bergambar karakter animasi itu. "Bisa saya bertemu Pak Arvin?"
Wanita di depan Griz seketika melepas headphone-nya. Dia menatap Griz selama beberapa detik. "Sudah buat janji?"
"Belum...." Griz lantas mengangkat kantong yang dia bawa. "Saya diminta Tante Artari antar makanan."
"Baik, saya konfirmasi dulu."
Griz mengangguk samar. Sambil menunggu, dia mengedarkan pandang. Di depannya terdapat mural karakter animasi. Terlihat seperti kerajaan karena terdapat gambar kastil.
"Silakan ke lantai tiga, Bu."
Perhatian Griz teralih. "Oke, terima kasih." Setelah itu dia melangkah menuju lift.
Kantor Arvin terlihat lebih sempit daripada kantor Griz sebelumnya. Namun, dia dapat merasakan suasana hangat, berbeda dengan suasana di kantornya dulu. Apalagi dengan hiasan dinding yang memanjakan mata. Andai Griz bekerja di kantor itu, pasti akan menyenangkan.
Beberapa saat kemudian, Griz sampai di lantai tiga. Dia terdiam, melihat tempat itu hanya terdapat sekat kaca. Tepat di tengah ruangan terdapat meja besar yang dikelilingi kursi. Kemudian di dekat jendela ada ayunan dan patung karakter dari bahan kertas.
Griz mengedarkan pandang, melihat para pegawai yang bekerja di sisi kanan dan kiri. Mereka terlihat nyaman meski tidak memiliki ruangan khusus. Satu yang menarik perhatian, di bagian lantai terdapat mural ombak dan tampak nyata.
"Griz!"
Panggilan itu menghentikan kegiatan Griz. Dia menoleh dan melihat Arvin yang berdiri di dekat pintu kaca. Griz seketika mendekat lalu menunjuk ke beberapa karyawan Arvin. "Mereka emang nggak ada ruangan khusus?"
Arvin tersenyum samar. Dia mengedarkan pandang melihat karyawannya yang bekerja dengan berkelompok. "Nggak seru kalau kerja di ruang sekat-sekat gitu."
"Tapi ruangan lo?" Griz menunjuk ruangan di depannya.
"Masuk dulu baru tanya-tanya." Arvin menarik tangan Griz dan mengajaknya masuk. Dia melepas genggaman lalu duduk di sofa panjang. "Jadi, mau nganter makanan?"
Griz meletakkan kantong makanan di atas meja. Dia mulai mengamati ruangan Arvin yang sangat nyaman. Di ruangan itu masih terdapat mural dan lantainya masih bergambar ombak. Kemudian yang menarik perhatian, di ujung ruangan ada ayunan dan papan selancar. "Ini ruang kerja lo?"
Arvin merentangkan tangan. "Selamat datang di ruang kerja gue," ujarnya. "Serasa lagi nggak di kantor, kan?"
"Hmm...." Griz kembali menatap Arvin. "Lo kalau nerima tamu penting di sini?"
"Yaps. Kadang juga di meja luar," ujar Arvin. "Udahlah jangan tanya. Gue laper." Arvin mulai mengeluarkan kotak makan yang dibawa Griz.
Griz duduk bersandar sambil menatap Arvin yang menyantap tumis kangkung buatan Tante Artari. "Semalem lo khawatirin gue?"
Gerakan tangan Arvin seketika terhenti. Dia menatap Griz dengan beberapa helai kangkung yang masih menjulur. Dia melahapnya lalu menunjuk. "Semalem kenapa nggak pulang?"
"Apaan, sih!" Griz memebuang muka karena Arvin tiba-tiba berteriak. Dia yakin, ruangan kaca ini tidak kedap suara. "Lo jangan bikin image gue buruk, dong!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Take it Easy
Romance[TAKE SERIES 2] Griz selalu merasa hidupnya beruntung. Apa yang dia inginkan selalu terwujud. Ketika bertemu dengan Ravin, dia langsung menginginkan lelaki itu. Apapun caranya. Ketika rasa optimis itu terus ada, Griz dihadapkan satu kenyataan. Satu...