Update 2 part.
Selamat membaca.
***
Sebelumnya Griz bekerja di sebuah perusahaan otomotif dan sekarang bekerja di kantor apalikasi game. Griz mempelajari apa saja prodak-prodak yang dijual berserta seluk beluknya. Dia baru tahu, jika game cukup menjanjikan. Apalagi game yang dirilis kantor Arvin rata-rata digunakan lebih dari jutaan pengguna.
"Bu Griz. Ada kesulitan?"
Griz mengangkat wajah, menatap seorang wanita berambut pendek dengan poni tipis itu. "Tidak Bu Eka. Saya pelajari dulu." Kemudian dia menunduk dan membaca buku tebal itu.
Dulu, saat di kantor tingkah Griz memang seenaknya sendiri tapi soal pekerjaan dia tidak pernah main-main.
"Gimana calon karyawan baru? Merasa kesusahan?"
Perhatian Griz teralih. Dia melihat Arvin berdiri di tengah ruangan sambil membawa dua cangkir berbahan plastik. "Tidak!"
"Tidak, Pak." Calon karyawan baru dibagian grafis ikut menjawab.
Arvin mengangguk pelan. Dia mengedarkan pandang dan melihat Griz duduk di meja sebelah kiri. Setelah itu dia menatap ke kanan, melihat beberapa programer andalannya yang tampak sibuk. Dia kemudian berjalan mendekat dan meletakkan kopi ke calon pegawainya yang duduk di paling pojok. "Selamat bekerja."
Griz yang masih memperhatikan Arvin tersenyum kecil. Lelaki itu ternyata cukup perhatian kepada karyawan. Dia menunduk saat Arvin berbalik dan berjalan ke arahnya.
Sudut bibir Arvin tertarik ke atas melihat Griz duduk membelakanginya. Dia maju selangkah kemudian tangannya terulur ke meja kerja Griz. "Selamat bekerja."
"Makasih Pak Bos."
Arvin mengedarkan pandang, melihat karyawannya yang sibuk sendiri. Seketika dia menunduk hingga kepalanya sejajar dengan kepala Griz. "Nanti makan siang bareng." Setelah mengucapkan itu dia berdiri tegak dan menepuk lengan Griz.
Griz ingin menjawab, tapi Arvin lebih dulu pergi. Kemudian dia menatap depan dan dibuat kaget dengan Eka yang tengah memperhatikannya. "Apa?"
Eka menggerakkan dagu ke arah Arvin. "Beneran pacarnya Pak Arvin?" tanyanya. "Bu Griz langsung menarik perhatian loh setelah kedatangan waktu itu."
"Apaan, sih!" Griz mengibaskan tangan kemudian melanjutkan mempelajari buku di depannya. Gini ya jadi karyawan?
Griz tahu, beberapa karyawan memang suka bergosip. Bahkan ada yang membuat grup di Whatsapp yang kebanyakan membahas tentang karyawan lain. Dulu, dia tidak pernah masuk grup seperti itu, jelas karena dia berada di jajaran teratas. Selain itu dia juga enggan membicarakan karyawan lain. Karena menurutnya, tidak ada yang lebih keren darinya.
***
Bip....
Ravin mendorong pintu di depannya dengan kaki. Setelah itu dia terdiam sambil menatap depan. Dia sedang memastikan jika tidak ada Griz.
Satu menit kemudian, Ravin berjalan masuk. Dia melangkah menuju kamar tamu kemudian membukanya dengan pelan. Dia mengintip dari celah pintu dan tidak mendapati Griz. "Baguslah kalau dia nggak ada."
Ravin berjalan menuju kamar dengan langkah santai. Dia lalu menuju walking closet dan mendapati tempat itu sepi. Pandangannya seketika tertuju ke deretan tas yang tergeletak di sofa. Besar kemungkinan Griz akan kembali. "Gue pikir hidup gue bakal tenang!" Ravin lalu berjalan menuju kamar mandi.
Beberapa menit kemudian, Griz datang. Dia ingin mengambil beberapa tas untuk dia pakai. Tidak mungkin dia bekerja dan hanya mengenakan tas-tas itu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Take it Easy
Romance[TAKE SERIES 2] Griz selalu merasa hidupnya beruntung. Apa yang dia inginkan selalu terwujud. Ketika bertemu dengan Ravin, dia langsung menginginkan lelaki itu. Apapun caranya. Ketika rasa optimis itu terus ada, Griz dihadapkan satu kenyataan. Satu...