Griz memutuskan kembali ke rumah seorang diri. Dia seperti tidak khawatir dua pria penjaga itu akan menyakitinya. Rasa takutnya musnah, terlanjur didominasi oleh rasa penasaran. Dia harus segera memecahkan teka-teki tiga pria yang tampaknya bersahabat itu. Dia yakin, papanya tidak mungkin menyimpan kliping jika tidak berarti.
Pandangan Griz menyapu halaman depan rumah yang sepi. Dia mendorong gerbang yang ternyata tidak dikunci. Griz melangkah pelan masuk halaman, sambil memastikan suasana tetap aman.
Ceklek....
Griz mendorong pintu utama yang ternyata tidak dikunci. Dia melepas heels-nya lalu masuk. Saat itulah, dia melihat dua pria semalam tengah terlelap di sofa ruang tengah.
"Huh...." Griz melangkah pelan menuju tangga. Matanya sesekali mengawasi dua pria yang sepertinya teler. Terlihat dari beberapa botol yang berserakan.
Sampai di depan kamar papanya, Griz segera membuka kunci. Tidak lupa dia mengunci dari dalam lalu membuka lemari. "Gue harus bawa semuanya!" Griz mengeluarkan kertas yang ada di dalam lalu mengambil koper mamanya yang masih tertinggal.
Griz memasukkan semuanya ke koper. Tidak puas hanya itu, dia mengobrak-abrik lemari dan mencari benda lainnya. Sayangnya, sisa isi lemari itu hanya berisi pakaian milik papanya.
"Gue harus cek dan cari tahu!" Griz mengambil beberapa lembar kertas dan melihat bukti transfer yang telah pudar. Hanya terlihat logo sebuah bank.
Tangan dan mata Griz tidak henti bekerja, memeriksa kertas-kertas yang hampir pudar tulisannya. Hingga, tangannya berhenti di salah satu artikel.
SI JENIUS DEMASETYA DIKABARKAN MENINGGAL SETELAH MENGALAMI KERUGIAN BESAR.
"Meninggal?" Griz menutup mulut. "Dia satu-satunya kunci. Tapi dia...." Matanya bergerak membaca berita itu.
Farizan dan Roish terpukul atas kejadian yang menimpa sahabat mereka.
"Sa... sahabat?" Griz melihat nama papanya dan papa Ravin. Dia menggeleng, tidak merasa dua orang itu bersahabat.
Griz bahkan tidak pernah melihat Roish bekerja sama dengan papanya dan ke rumah. Namun, di berita itu dikabarkan mereka bersahabat. "Jangan-jangan...." Griz terbayang, persahabatan itu palsu.
Seketika Griz mengobrak-abrik artikel yang dilihat semalam. Hingga dia melihat foto seorang Demasetya. Sayangnya, tidak ada informasi mengenai keluarga lelaki itu. "Ah! Gue buntu lagi."
Griz memasukkan berkas itu kembali ke koper lalu duduk di ranjang. Andai dia tahu keluarga Demasetya, dia bisa tahu tentang rahasia papanya. Sekaligus rahasia Roish. "Apa Ravin udah tahu?"
Pikiran Griz seketika tertuju ke Ravin. Lelaki itu terlihat cuek. Namun, siapa yang bisa menebak isi hati seseorang? "Gue harus pura-pura nggak tahu!"
Griz bangkit dan menutup koper. Dia menggeret benda itu, tapi langsung menimbulkan suara. Seketika Griz mengedarkan pandang, dan melihat sebuah totebag hadiah dari toko pakaian. Dia memilih memindahkan berkas itu di sana kemudian membawanya.
Perlahan Griz keluar sambil menenteng heels. Dia menatap dua pria yang masih teler itu sambil mendengus. Setelah berhasil menuruni tangga, dia berlari sambil setengah berjinjit keluar rumah.
"Ah! Gimana bisa mereka disuruh jaga rumah? Padahal teler terus!" gerutu Griz sambil memakai heels-nya.
Griz keluar dari rumah besarnya di tengah sinar matahari yang terik. Satu tangannya terangkat, melindungi puncak kepala. Matanya memicing menatap depan karena sinar matahari yang terpantul.
Saat menatap depan, Griz melihat seorang wanita yang berjalan dengan kepala tertunduk. Wanita itu membawa tas slempang yang didekap di depan dada. Griz mengernyit tampak tidak asing dengan cara jalan wanita itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Take it Easy
Romance[TAKE SERIES 2] Griz selalu merasa hidupnya beruntung. Apa yang dia inginkan selalu terwujud. Ketika bertemu dengan Ravin, dia langsung menginginkan lelaki itu. Apapun caranya. Ketika rasa optimis itu terus ada, Griz dihadapkan satu kenyataan. Satu...