Kejutan! Ada yang nungguin?
***
"Gue udah kirim desain baru. Langsung lo hubungi bagian produksi sama tanya kapan selesainya. Terus lo cari artis yang lagi naik daun buat jadi model kita. Inget, artis tanpa skandal. Nggak kayak kemarin."
"Iya. Lo tenang aja."
"Gimana gue bisa tenang? Lo ceroboh!" Wanita yang duduk di lantai itu mencoret daftar yang harus dilakukan. Setelah itu dia menarik laptop dan melihat desain sepatu yang telah dia rampungkan. "Kalau ada apa-apa langsung hubungi gue!"
"Iya, Ibu Griz, yang terhormat." Di tempat lain Andrik sedang menyantap makan malamnya. Sayangnya, dia tidak bisa makan dengan tenang. "Harusnya lo sekarang tidur."
Griz mendongak menatap jam dinding yang menunjukkan pukul sepuluh. "Gue tidur tengah malem. Nunggu Ravin."
"Nggak bisa banget tanpa sama Ravin!"
"Iyalah!"
Saat Ravin memberi izin untuk berkarier, Griz langsung terpikir untuk mencoba membuat bisnis sepatu dan tas. Tentu sulit menjalankan bisnis itu di negeri orang. Karena itu, dia membangun bisnis itu di tanah kelahirannya. Tentu dengan menggaet Andrik. Yah, lelaki itu sangat membantu karena hidup berdampingan di dunia entertain.
Sayangnya, Griz harus benar-benar memantau semuanya. Seperti bulan lalu, terdapat masalah. Model utamanya justru terlibat skandal dengan salah satu timnya. Tidak hanya rugi uang, dia juga rugi nama. Sekarang, Griz berusaha menaikkan usahanya lagi.
"Emm. Lo udah tahu berita belum?"
Suara Andrik yang terdengar pelan membuat Griz tanpa sadar menghela napas. Selain partner bisnis, lelaki itu juga menjadi sumber informasinya. "Soal?"
"Bokapnya Ravin."
Griz menghela napas. "Kenapa lagi?"
"Dia pingsan waktu diundang di acara tv! Rame banget beritanya," ujar Andrik. "Sekarang lagi dirawat. Media belum tahu kondisinya sekarang gimana."
Bip....
Wajah Griz memucat mendengar suara pintu apartemen. "Pokoknya lo kerjain apa yang udah gue perintah! Nggak mau tahu!" ucapnya dengan kencang agar Ravin tidak curiga.
"Iya! Nggak usah nyolot."
Griz menarik bibir ke dalam. Dia mematikan sambungan kemudian mengangkat wajah. Saat itulah Ravin berjalan masuk dengan kepala tertunduk. "Sayang!"
Ravin tidak langsung mengangkat wajah. Dia memejamkan mata dan menghela napas berat. Setelah itu dia menatap Griz sambil merentangkan tangan.
"Udah kangen!" Griz berdiri dengan hati-hati. Dia mendekat dan memeluk suaminya itu dengan erat. "Udah makan?"
Tidak ada respons. Lelaki itu hanya menerima pelukan Griz. Sedangkan tangannya masih terlentang.
"Sayang!" Griz mendongak, merasa Ravin sedikit aneh.
Ravin memaksakan senyuman kemudian mendekap Griz. "Udah sama anak-anak," bisiknya. "Kamu udah makan? Udah minum susu?"
Griz melepas pelukan lalu menunduk. Tangan kanannya mengusap perut yang membuncit. "Udah, dong!"
"Bagus!" Ravin ikut membelai perut Griz. "Istirahat. Jangan kecapekan!" Setelah mengucapkan itu dia menjauh.
"Mau disiapin air panas?"
"Aku bisa sendiri."
"Huh...." Griz menghela napas. Dia yakin, ada sesuatu yang terjadi. Sayangnya, dia tidak berani menanyakan itu langsung. "Semoga bukan masalah di Jakarta!" gumamnya sambil mengekori Ravin menuju kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Take it Easy
Romance[TAKE SERIES 2] Griz selalu merasa hidupnya beruntung. Apa yang dia inginkan selalu terwujud. Ketika bertemu dengan Ravin, dia langsung menginginkan lelaki itu. Apapun caranya. Ketika rasa optimis itu terus ada, Griz dihadapkan satu kenyataan. Satu...