"Cewek Gila!" Revin geleng-geleng melihat tingkah Griz. Baru kali ini dia bertemu dengan wanita yang begitu agresif, terlalu percaya diri dan sangat keras kepala seperti Griz. Serta baru kali ini pula dia bertemu dengan wanita secantik Griz. Meski dia enggan terang-terangan mengakui.
Melihat Ravin yang tidak mau menuruti permintaannya, Griz segera mundur. Dia mengambil tisu kemudian mengusapkannya ke sudut bibir. Saat mengangkat wajah, dia melihat Ravin yang menatapnya tajam. Refleks dia menunjukkan bekas tisu yang masih dia pegang. "Gue emang bawa tisu. Kenapa?"
"Modus!" jawab Ravin begitu sebal. "Sana pesen makan."
"Kok gue yang pesen? Lo, dong!" perintah Griz. "Pesen yang istimewa ya, Sayang."
Ravin lelah mendengar godaan Griz. Dia mengangkat tangan kemudian seorang pelayan datang menghampiri. "Menu spesial."
"Baik, Pak." Setelahnya pelayan itu berjalan menjauh.
Griz tampak puas karena Ravin memesankan makanan spesial untuknya. Setelah itu dia mengedarkan pandang karena ruang privat itu tidak dihias apapun. "Nggak ada balon, pita atau bunga gitu?"
"Nggak usah minta macem-macem," jawab Ravin. "Untung-untung gue mau makan sama lo!"
"Eh! Ati-ati ya kalau ngomong!" Griz menunjuk Ravin. "Kemarin siapa yang nyetujuin buat makan malem? Lo!"
"Lo yang maksa."
"Enggak!"
"Iya!"
Wajah Griz memerah karena perdebatan itu. Dia memajukan tubuh lalu menggerakkan jari telunjuk, meminta Ravin mendekat. Tentu saja Ravin tidak menurut, dia justru membuang muka.
Griz mengembuskan napas lelah. "Oke gue nggak mau berdebat dan bikin mood gue buruk."
"Baguslah."
Tidak lama kemudian, pesanan mereka datang. Ravin mendekatkan sepiring udang ke arahnya. Saat hendak memotong, perhatiannya tertuju ke Griz yang masih bertopang dagu. "Nggak makan?"
Griz duduk tegak dengan wajah masam. "Gue pikir malam ini bakal romantis."
"Lo terlalu banyak berharap." Ravin menyantap udang yang terasa gurih dan gemuk itu.
Griz tidak langsung makan. Dia menatap Ravin yang lebih dulu makan tanpa mengajaknya. Seharusnya lelaki itu sadar jika Griz tadi menunggu. Seharusnya pula Ravin tahu apa yang harus dilakukan.
Merasa masih diperhatikan, Ravin mengangkat wajah. Dia mengernyit melihat Griz yang menatapnya datar dengan sudut bibir sedikit turun ke bawah itu. "Apa lagi?"
"Lo langsung makan tanpa ajak gue. Padahal gue udah nunggu lo." Griz mengambil garpu dan menusuk udang paling besar. Setelah itu dia menyantapnya dengan kasar.
"Itu cuma ada di drama."
"Bener." Griz mengangguk sambil terus menyantap udangnya. Setelah selesai, dia memperhatikan Ravin. "Lo nggak nyiapin bunga setangkaipun?"
"Griz!"
"Iya-iya, gue terlalu banyak berharap." Griz mendengus lantas memilih diam.
***
Usai makan malam, Ravin memutuskan pulang dan Griz ikut bersamanya. Lelaki itu mengemudi dengan satu tangan sedangkan tangan satunya berada di dekat pelipis. Dia tampak menikmati jalan raya yang tidak terlalu macet.
Ravin sesekali melirik wanita yang duduk di sampingnya. Griz sejak tadi memilih diam dan hanya merespons dengan anggukkan. Sebenarnya kondisi seperti ini membuatnya tenang, tapi dia tetap merasa aneh karena tidak biasanya Griz berdiam diri. "Ngambek?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Take it Easy
Romance[TAKE SERIES 2] Griz selalu merasa hidupnya beruntung. Apa yang dia inginkan selalu terwujud. Ketika bertemu dengan Ravin, dia langsung menginginkan lelaki itu. Apapun caranya. Ketika rasa optimis itu terus ada, Griz dihadapkan satu kenyataan. Satu...