TIE-48

1.7K 91 6
                                    

Pukul delapan, lobi gedung perkantoran mulai dipadati dengan karyawan. Seorang wanita yang memakai terusan bunga-bunga, berjalan di belakang tiga karyawan yang sepertinya datang terlambat itu. Lantas dia memilih ke lift khusus untuk para petinggi. Tidak peduli karyawan lain memperhatikannya.

Tidak lama kemudian, Artari sampai di lantai teratas gedung. Dia melihat suasana masih sepi, tapi dia yakin seseorang yang dicari ada di sana. Dia mempercepat langkah menuju ruangan dengan pintu kayu dengan bagian tengah terdapat ukiran itu.

"Selamat pagi...."

Artari mendengar suara dari arah samping. Dia tersenyum samar melihat seorang pria yang tampak kurus. Bahkan pria itu sekarang memiliki cambang, tidak seperti sebelumnya. "Gimana kabarnya, Pak Farizan?"

Farizan mengepalkan tangan melihat Artari. "Ngapain di sini?" Dia mendekat hendak menarik Artari. Sayangnya, wanita itu dengan cepat berkelit.

"Kaget aku di sini?" tanya Artari sambil tersenyum samar. "Kamu tahu, kan, aku sebelumnya berkubu sama Roish?"

Perhatian Farizan tertuju ke pintu ruangan yang masih tertutup itu. "Tahu!"

"Yah, jadi nggak masalah, dong aku di sini?" Artari tersenyum samar.

"Kalian mau nyerang aku?"

"Menurutmu?"

Rahang Farizan mengeras. "Ingat, Roish yang pertama kali nyerang suamimu."

"Dan kamu yang nyerang nomor dua," jawab Artari. "Kalian berdua berkhianat sampai-sampai suamiku sakit-sakitan. Ah, atau mungkin kalian yang bunuh?"

"Kami nggak sejahat itu!"

"Emm...." Artari mengangguk samar. Dia maju selangkah, menatap Farizan yang terlihat semakin tua itu. "Kamu sekarang berkubu sama dia dan berusaha membalikkan keadaan?"

"Kamu juga seperti itu."

Artari mengangguk mengiakan. Dia berbalik menghadap pintu dan membukanya. Pandangannya lantas tertuju ke seorang pria yang memakai kacamata baca. Pria itu terdiam sambil menatapnya, sebelum akhirnya menggerakkan tangan.

"Farizan juga harus masuk. Soraya juga!" perintah Artari.

Roish berdiri dan menggerakkan tangan meminta Farizan menuruti permintaan Artari.

Farizan lantas menuju ke ruang istirahat yang menjadi tempat persembunyiannya. "Soraya!"

Soraya sebelumnya sedang membaca berkas, kemudian suaminya menggerakkan tangan memintanya mengikuti. Lantas dia berdiri dan mengekori suaminya menuju ruangan Roish.

"Selamat pagi!" Artari menyapa kedatangan Soraya. "Ah, kamu udah nggak pakai pakaian glamor lagi?"

Roish menggerakkan tangan meminta semua orang duduk. "Jadi, mau apa?"

Soraya duduk di samping suaminya sambil menatap Artari yang menunjukkan senyum iblisnya. Dia mendengus. "Udah nggak bisa nunjukin senyum malaikat lagi?"

"Setidaknya aku pernah jadi malaikat buat anakmu," jawab Artari. "Sebelum akhirnya dia tahu semuanya!"

"Diam!" Roish langsung bersuara. "Kenapa ingin semuanya berkumpul?"

Artari menatap tiga sahabatnya yang berkianat itu. "Anak-anak udah tahu apa yang terjadi," ucapnya. "Dan, yah, Griz, yang paling terpukul."

Napas Soraya tercekat. Dia tidak memiliki kesempatan untuk menceritakan semuanya. Dia tidak bisa membayangkan betapa hancurnya Griz.

"Cuma mau melapor itu?" tanya Roish terlihat biasa saja.

"Tentu tidak!" Artari mengeluarkan sesuatu dari tas dan melemparnya ke Roish. "Gaji selama aku memata-matai Soraya dan Farizan aku kumpulkan, buat balas lebaikanmu yang palsu malam itu."

Take it EasyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang