Dap... Dap... Dap....
Duk....
Wanita yang mengenakan dress pink dengan bahu terbuka itu berlari dengan heels dua belas centi. Di tangan kanan memegang tas kecil sedangkan tangan kiri memegang secarik kertas. Lantas dia berjalan menuju tempat check in.
"Please! Semoga masih bisa!" Griz memencet nomor yang tertera kemudian sebuah kertas keluar dari mesin. "Ah, syukurlah." Dia membawa tiket itu kemudian mengedarkan pandang.
Griz mencari sosok Ravin. Dia melaju ke sebelah kanan sambil menyeimbangan kakinya yang masih bergetar. Bagaimana tidak, setelah turun dari mobil dia lari-larian.
"Mana sih?" Griz mengedarkan pandang. Dia merogoh ponsel, melihat waktu telah menunjukkan pukul dua belas kurang tiga puluh menit. Masih ada waktu satu jam lebih untuk menunggu.
Griz berjalan menuju kursi tengah. Dia tidak kuat berjalan sambil mengenakan heels dan dress. Orang aneh mana yang ke bandara memakai pakaian seperti akan kondangan? "Ravin juga aneh-aneh aja minta gue pakai ini."
Tangan Griz memijit kaki yang terasa pegal sedangkan matanya tak henti mengedarkan pandang. Hingga perhatiannya tertuju ke seorang lelaki yang memakai topi duduk cukup jauh darinya. "Rav...." Griz ingin berteriak, tapi memilih mengurungkan niatnya. "Gue pengen lihat dia gimana."
Griz bangkit dan mendekati sebuah pilar. Dia mengintip dari sana dan kembali membuat kakinya tersiksa. Entahlah, dia ingin tahu apakah Ravin mengharapkan kedatangannya atau tidak. "Sorry, Vin."
Dari kejauhan, Ravin beberapa kali mengedarkan pandang. Bersyukur Griz dengan sigap bersembunyi. Sepertinya Ravin tidak menyadari kehadirannya dan itu membuat Griz senang.
Saat mendapat informasi keberangkatan, Ravin beranjak dan mengedarkan pandang sekali lagi. Tindakan itu tidak luput dari perhatian Griz. Dia memperhatikan sambil menahan air mata yang hendak turun.
Griz baru keluar dari persembunyiannya setelah Ravin menjauh. Dia kembali berlari dan membuat kakinya nyut-nyutan. "Tunggu gue, Vin."
Sampai di pesawat, Griz tidak langsung masuk. Dia berdiri di dekat pintu dan sedikit menghalangi orang-orang yang hendak masuk. Ah, dia terlampau totalitas.
"Silakan masuk, Bu!" Seorang pramugari dengan sopan menggerakkan tangan.
Griz merasa ini waktunya. Dia berjalan sambil menatap ke depan. Dia mendapati seorang lelaki yang duduk sambil memejamkan mata. Wajahnya terlihat sedih.
Duk....
Kaki Griz sengaja menendang kaki Ravin. Dia tersenyum melihat ketenangan lelaki itu terganggu. Mata Ravin kemudian terbuka dan bertemu pandang dengannya.
Ravin terdiam, menatap wanita yang mengenakan dress berwarna pink dengan anting besar di telinga itu. Pandangannya lalu tertuju ke bawah, melihat Griz memakai heels berwarna senada.
"Capek!" keluh Griz karena Ravin masih membiarkannya berdiri.
Refleks Ravin berdiri dan menarik Griz ke dalam pelukan. Dia tidak menyangka wanita itu akan muncul dan ikut bersamanya. "Lo bikin gue takut, Griz!"
Griz melirik ke kiri dan ke kanan, melihat penumpang lain yang mencuri pandang. "Udah nggak malu dilihatin?"
Ravin refleks melepas pelukan dan menggaruk kepala. "Duduk!" Dia membantu wanita itu duduk.
"Pegel!" Griz melepas heels-nya lalu menyelonjorkan kaki.
"Beneran mau ikut?" tanya Ravin sambil berdiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Take it Easy
Romance[TAKE SERIES 2] Griz selalu merasa hidupnya beruntung. Apa yang dia inginkan selalu terwujud. Ketika bertemu dengan Ravin, dia langsung menginginkan lelaki itu. Apapun caranya. Ketika rasa optimis itu terus ada, Griz dihadapkan satu kenyataan. Satu...