Maaf banget, baru sadar bagian ini belum aku post, padahal udah ditulis agak lama. Semoga masih ada yang baca, deh! Oh, ya, ini ekstra part terakhir, ya! Makasih udah ngikutin cerita ini.
---
"Sayang. Apartemen kamu dulu dibeli siapa?"
Ravin sedang sibuk membaca berita di ponsel saat mendengar pertanyaan itu. Dia menurunkan ponsel dan melihat Griz yang sedang memakan pempek. Wanita itu baru saja membeli banyak makanan Indonesia yang telah dirindukan. "Lupa. Orang lain pokoknya. Emang kenapa?"
Griz duduk menyerong ke arah ranjang. "Penasaran aja," ujarnya. "Mereka mau nggak, ya, jual itu buat kita?"
"Kamu mau beli apartemen itu?"
"Kalau ada duit lebih!" jawab Griz sambil tersenyum. "Itu apartemen penuh kenangan, Sayang. Inget nggak apa yang terjadi sama kita dulu?"
"Emm!" Ravin terlihat berpikir. "Aku inget ada cewek yang numpang di sana."
"Terus cewek itu?"
"Nyebelin!"
"Selain itu?"
Ravin turun dari ranjang dan menutup gorden. Setelah itu dia berjalan mendekati Griz. Saat menunduk, wanita itu justru menyuapinya dengan pempek. Dia melahapnya kemudian berdiri tegak.
"Selain itu, tuh, cewek kenapa?" tanya Griz karena tidak kunjung mendapat jawaban.
"Dia ngerepotin!"
Mata Griz seketika melotot. "Tapi, kan, nggak separah itu!" elaknya. Dia mendorong seporsi pempek dan mengambil sebuah donat. Namun, dia menyodorkan ke Ravin.
Ravin kembali menerima suapan Griz. Dia mengernyit merasakan donat itu terasa manis. Lantas dia beralih mengambil es kopi yang dipesan. "Dia emang ngerepotin. Terus suka cari kesempatan."
Griz menahan tawa. "Habisnya si cowok lempeng."
"Lempeng?" Ravin menarik Griz hingga berdiri. Setelah itu dia duduk di kursi dan menarik wanita itu agar duduk di pangkuannya.
"Iya, lempeng!" jawab Griz apa adanya. "Dia nyium duluan, tapi dia yang menghindar."
"Masa, sih? Lupa!"
Griz tersenyum samar. "Kamu inget nggak kapan pertama kali kita ciuman?"
"Di sofa setelah aku minum!" jawab Ravin percaya diri. Dia masih ingat malam itu. Ketika dia mencium Griz dan merasa ada sesuatu yang berbeda. Namun, dia sangkal.
"Salah!" Griz mengambil secangkir kopi dan menyodorkan ke Ravin.
"Terus di mana?"
"Beneran lupa?" Griz bergerak miring agar leluasa menatap suaminya. Tangan kanannya lalu melingkar ke leher lelaki itu. Jemarinya kemudian bergerak naik turun di leher Ravin.
Ravin mencoba mengingat kapan ciuman pertama mereka. "Beneran di sofa."
"Di restoran!" jawab Griz. "Waktu kamu mau ngusir aku, terus kita ciuman."
"Kayaknya enggak, deh!"
"Iya!" Griz heran, bagaimana Ravin melupakan ciuman pertama mereka? "Setelah itu kamu ngusir aku. Mana Azkia kelihatan seneng, lagi."
Ravin memeluk perut Griz dan menyandarkan pipi di punggung istrinya. "Hahaha. Lupa!"
"Nyebelin!"
"Ngomongin Azkia, gimana, ya, kabarnya?"
"Jangan pernah sebut nama dia!" Wajah Griz seketika memerah. Ingat dengan wanita yang dekat dengan Ravin dulu. "Sebelum pergi, kamu pamit ke dia?"
Ravin menahan tawa. "Pamit."
KAMU SEDANG MEMBACA
Take it Easy
Romance[TAKE SERIES 2] Griz selalu merasa hidupnya beruntung. Apa yang dia inginkan selalu terwujud. Ketika bertemu dengan Ravin, dia langsung menginginkan lelaki itu. Apapun caranya. Ketika rasa optimis itu terus ada, Griz dihadapkan satu kenyataan. Satu...