Dua minggu kemudian,
"Yang Mulia, semuanya sudah siap" ucap Marrie.
Gadis bersurai pirang yang tengah berdiri menghadap ke luar jendela itu berbalik seraya tersenyum seram, "bagus, mari kita berangkat sekarang" ucap Isandra.
Kalian ingat? Isandra meminta Galen untuk membiarkan dirinya sendiri yang menghukum puteri duke Shannel. Dan hari ini adalah hari penentuan.
Di taman indah yang dipenuhi bunga bermekaran itu sudah disiapkan meja teh bundar dengan empat kursi di sekelilingnya. Di atas meja itu sudah di siapkan berbagai macam kudapan dan teh.
Terlihat tiga gadis tengah duduk di kursi itu dengan wajah tegang mereka, "sudah lama menunggu?" tanya Isandra saat telah sampai di depan mereka.
Ketiga gadis itu langsung gelagapan berdiri kemudian membungkuk hormat pada Isandra, "salam Yang Mulia puteri Isa-"
"sudah sudah tidak perlu sapaan hormat segala, silahkan duduk kembali... Lagipula kalian tidak pernah menghormatiku" ucap Isandra dengan sedikit bergumam pada kalimat terakhir seraya duduk di kursinya.
Ketiga Lady itu nampak semakin gugup karena ucapan Isandra, namun mereka menurut dan duduk kembali di kursi mereka masing-masing. Isandra juga ikut duduk di kursinya. Kemudian para pelayan menuangkan teh di cangkir mereka.
"silahkan diminum tehnya" ucap Isandr seraya dengan santai menikmati tehnya
Mereka nampak ingin mengatakan sesuatu namun terhalang oleh kegugupan mereka. Isandra tentu saja menyadari hal itu, namun ia memilih diam dan fokus pada tehnya.
"Y-yang Mulia... Ka-kami memohon ampunan anda. Ka-kami t-tidak-"
"tidak apa? Tidak sengaja? Tidak tau? Tidak sadar? Tidak lihat? Tidak apa? Jawab aku" ucap Isandra menatap mereka datar namun entah kenap tatapan itu terasa menusuk.
Mereka diam tidak menjawab, Isandra meurunkan cangkir tehnya. "siapa nama kalian?" tanya Isandra.
"sa-saya Patricia Yang Mulia, puteri Viscount Owen" ucap gadis berambut coklat terang itu gugup.
"s-saya Rebecca, puteri Baron Vincent Yang Mulia" ucap gadis dengan surai pirang pucat hampir memutih.
"s-saya-"
"aku sudah tau namamu Felice Shannel" ucap Isandra memotong ucapan Felice, membuat sang empu semakin menunduk entah karena gugup atau takut.
"Lady Shannel, angkat kepalamu dan lihat wajahku" ucap Isandra pada gadis berambut biru di depannya.
Felice menurut kemudian memberanikan diri menatap wajah Isandra meski takut-takut. "lihat wajah ini baik-baik Lady Shannel. Ini, adalah wajah Yang Mulia kaisar" ucap Isandra seraya memutar jari telunjuk di depan wajahnya.
Kontur wajah Isandra dan Evan memang lebih mirip dengan Galen, sedangkan Percy memiliki kontur wajah yang mirip dengan permaisuri.
Lady Shannel masih terdiam tidak berani menjawab, "rambut pirang keemasan ini adalah simbol keluarga kekaisaran Eleino. Dan anda lihat mata biru ini? Ini adalah mata yang diwariskan dari permaisuri, ibu saya" ucap Isandra dengan penekanan.
"dan dengan beraninya anda, yang hanya puteri seorang duke. Mengangkat tangan anda untuk menampar saya, yang jelas-jelas merupakan puteri seorang kaisar" ucap Isandra penuh wibawa seraya menatap Felice rendah.
'ini bukan sandiwara, aku benar-benar marah. Ucapan mereka waktu itu tidak pantas didengar oleh siapapun. Isandra bukan monster, dia gadis baik'
"ucapan kalian waktu itu... Apa orang tua kalian yang mengajarkannya?" tanya Isandra.
Mereka bertiga tidak menjawab, namun Isandra yakin kalau jawabannya adalah 'iya'. Percayalah, tidak ada anak yang buruk, yang ada hanya orang tua yang lalai dalam mendidik anaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm More Than Just A Princess
Fantasy[Completed] Seorang gadis wibu bangun di tubuh puteri yang terabaikan. Steffani Alina, seorang gadis biasa yang menyukai para lelaki dua dimensi buatan Jepang itu tidak tau apa yang tengah terjadi padanya. Ia meninggal dalam kecelakaan tabrak lari...