Bab 40 Detik Terakhir

1K 132 46
                                    

Saya mohon, jangan bawa-bawa kasus kemarin di komentar ya, sobat. Sy akan lebih senang jika kalian kritik tulisan saya, bukan tokoh yg sy ambil dari dunia nyata. Terima kasih sobat! Selamat membaca!
_________

"Hari berangsur gelap. Detik demi detik tak bisa mereka cegah untuk berhenti berputar. Mereka hanya mampu merekam detik-detik terakhir kebersamaan yang sebentar lagi tak dapat mereka ulangi."

Sebuah tas besar Vio keluarkan dari lemarinya. Sejak pagi tadi, ia sibuk memilah mainan Christy. Memasukkan mainan-mainan yang sudah jarang Christy mainkan ke dalamnya. Bukan untuk disimpan, melainkan untuk mencicil merapikan barang-barang anak itu sebelum esok ia pergi.

Ada rasa sakit di hati setiap kali tangannya meraih dan memasukkan mainan itu ke dalam tas. Ada rasa enggan meneruskan kegiatannya, ketika berulang kali ia menatap sang balita. Ada embusan napas berat yang selalu ia keluarkan ketika dadanya mulai terasa berat. Dan ada air mata yang menelusup keluar, kala andai-andai hari esok terus lewat di depan matanya.

Entah sudah berapa kali ia mengusap kasar area matanya saat menatap Christy hari ini. Semua yang anak itu lakukan, seperti belati yang menyayat hatinya perlahan-lahan. Belati karat, yang kemudian meninggalkan rasa sakit menjalar hingga ujung kepala.

"Papi? Aku udah mam cokelatnya. Aku mau cuci tangan."

Vio buru-buru bangkit sambil menghapus air matanya yang tadi mengalir cukup lancar di atas pipinya. Sebelum kakinya melangkah menghampiri sang balita, otot-otot mukanya ia kendurkan dengan berlatih untuk tersenyum. Dia, benar-benar tak lagi ingin terlihat sedih ataupun menangis di hadapan Christy. Dia, tak ingin membuat anak itu ikut larut dalam kesedihan yang sejak beberapa minggu lalu selalu menaungi plafon unitnya.

"Papi? Kenapa tangan Papi besar, aku kecil?" Bibir mungil itu mulai mengeluarkan pertanyaan-pertanyaan yang acapkali membuat Vio tersenyum sekaligus terkadang sulit untuk menjawab.

Seperti sekarang, di depan wastafel, ketika tangan lebarnya menggosok tangan mungil Christy menggunakan sabun, anak itu bertanya dengan nada keheranan. Vio belum menjawab. Ia masih sibuk membersihkan sisa sabun di tangan Christy menggunakan air mengalir di depannya.

Setelah usai, ia mengangkat Christy dari acara berdirinya di kursi lipat yang selalu ia gunakan untuk menjangkau area-area tinggi. Vio angkat Christy dan mendudukan anak itu tepat di samping wastafel.

Tangannya, menarik lembut tangan Christy. Lantas meletakkan tangan anak itu di atas telapak tangan lebarnya.

"Tangan Papi besar! Aku kecil!" Serunya lagi.

"Iya, sayang. Nanti, kalau kamu udah besar, tangan kamu juga besar."

"Ooo... Kalau tangan aku besar, aku bisa pegang tangan Papi kaya Papi pegang tangan aku?" Tanyanya.

"Iya. Christy mau pegang tangan Papi?" Kepala mungil itu mengangguk.

Christy mencoba menggenggam tangan Vio menggunakan tangannya yang mungil. Jari-jari padat itu mulai ia telusupkan ke sela-sela jari kekar Vio.

Vio tersenyum, setelah Christy mampu menggenggam tangannya. Dia tersenyum melihat anak itu kegirangan. Deretan gigi bersihnya, Christy pamerkan atas rasa bahagianya. Kakinya yang menggantung pun, ia goyang-goyangkan.

Tangannya masih bertaut dengan tangan Vio. Vio pun mempererat genggaman tangan Christy. Genggam tangan yang sebentar lagi akan terlepas dan tak tahu bisa ia genggam lagi atau tidak.

Tanpa Vio duga, Christy menarik satu lagi tangan milik Vio yang laki-laki itu tumpukan di samping badannya. Jemari mungilnya kembali ia telusupkan di sela-sela jemari kekar Vio.

GREEN FLASH WITH CHRISTY (SELESAI) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang