Bab 12 Merangkai Akhir Cerita

2.2K 228 296
                                    

"Dia seperti mendapat suntikkan rasa percaya diri untuk mengakhiri ceritanya dengan happy ending, meski dia sendiri belum paham akan pertengahan alurnya"

Aroma mawar dan ginseng kembali semerbak memenuhi rongga hidungnya saat ini. Dia tidak bisa tidak menghirup dalam-dalam aroma itu. Dadanya naik turun dengan teratur, napasnya ia kendalikan sewajar mungkin. Sudah petang, tapi harum itu tidak juga pudar. Atau Chika kembali menyemprotkan parfumnya lagi sebelum mengantar Christy kembali? Dan atau, dia kembali mandi dan membasahi rambutnya dengan shampo ginsengnya? Sepertinya yang kedua tidak mungkin. Tapi, hidung Vio tidak mungkin salah hirup, wangi ini masih sama tajamnya seperti tadi pagi.

Wangi teh melati yang barusan ia angkat dan sesap, harus mengaku kalah dengan harum aroma tubuh Chika. Bau petrichor yang menyenangkan pun, Vio singkirkan dari bawah otaknya, menggantinya dengan aroma parfum Chika yang begitu lembut dan legit.

Iya, mereka sedang duduk berdua di sofa milik Vio. Meninggalkan Christy yang sudah terlelap di dalam kamar sendirian. Anak itu tertidur setelah beberapa menit Chika temani berbaring sambil menyedot susu dari botolnya. Ada rasa senang campur tidak enak dalam benak Vio. Dia senang Chika ada di sini, tapi dia tidak enak telah banyak merepotkan Chika hari ini. Pagi sudah Vio ganggu aktivitasnya, sore ini, ia harus tertahan di sini lebih lama karena Christy merengek minta ditemani Chika untuk minum susu.

Hingga hujan deras kembali turun, membuat perempuan di depannya ini, kembali mengurungkan niatnya untuk pulang. Jika kembali Vio pikir, hujan bukan masalah untuk segera pulang, toh Chika mengendarai mobil bukan motor. Tapi tadi Chika berdalih, dia tidak terlalu berani membelah jalanan di kala hujan deras turun, pandangannya terbatas—katanya. Vio tak ambil pusing, dia juga tidak menolak jika Chika terus di sini, bahkan sampai besokpun tak apa. Atau, selamanya, sungguh Vio tidak keberatan jika perempuan ini tinggal di sini.

"Sadar Navio! Halu mulu!"

"Cukup enggak mas? Atau mau aku kupasin pirnya juga?"

Vio mengerjap, menguapkan lamunannya, "Udah ini aja. Kamu ikut makan ya? Banyak banget kamu motong buahnya, kaya mau rujakan." Katanya sambil meletakan cangkir tehnya di meja.

"Haha, kebanyakan ya? Ya abis kamu tadi iya iya aja. Aku buang kulit ini bentar." Chika beranjak meraih kulit buah yang ia tataki piring.

"Tempat sampahnya di samping kulkas." Chika mengangguk paham.

Vio menatap punggung Chika yang berlalu. Memerhatikan bagaimana perempuan itu berjalan memunggunginya. Mata Vio terus ia patrikan. Seakan takut akan terjadi apa-apa dalam perjalanan Chika. Ah— terlalu berlebihan, Vio hanya ingin mengamati lebih dalam perempuan yang kini telah berjalan kembali menuju Vio.

Hingga Chika kembali duduk di sebelahnya, biji matanya belum juga ia lepaskan dari sosok Chika.

"Kenapa, mas? Ada yang aneh?" Chika memeriksa tubuhnya sendiri.

Vio menggeleng, "Enggak." Jawabnya sambil menyuapkan potongan buah ke dalam mulutnya.

"Kamu beneran udah enggak pusing?" Chika menyingkap rambut Vio yang menutupi keningnya. Dia tempelkan telapak tangannya di sana.

Ini, sudah kesekian kali Chika memeriksa suhu tubuh Vio sejak ia datang tadi. Sorot mata dan nada pertanyaannya pun tidak berubah, masih tetap khawatir.

"Udah enggak, tadi siang aku minum lagi itu paracetamol-nya. Jadilah tidur seharian, udah kaya simulasi meninggal haha. Makasih ya, udah diorderin makanan."

"Iya sama-sama. Tadi mau ke sini ujan deres, mas. Christy juga enggak ngerengek minta pulang."

"Bagus malah, biar kamu enggak bolak-balik. Kasian, capek." Tangan Vio dengan berani menyibak beberapa helai rambut yang turun menghalangi muka Chika.

GREEN FLASH WITH CHRISTY (SELESAI) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang