Bab 9 Di Antara Dua Pilihan

2.7K 244 277
                                    

Kelahiran tidak pernah diminta, kehidupan atau hidup adalah sebuah pilihan, pilihan untuk bertahan atau menyerah, dan kematian adalah hal pasti yang semua makhluk hidup kini tengah menuju ke sana. Ketiganya jelas berbeda. Namun, ada hal yang sama di antara ketiganya, mungkin ini hanya salah satu hal. Air mata. Kelahiran disambut dengan air mata, diriingi dengan tangis sang jabang bayi. Ketika telah hidup dan tumbuh, air mata setia mendampingi si manusia, menyaksikan bahagia dan pedihnya kehidupan yang manusia lewati. Dan air mata pula yang akan menghantar manusia untuk berpindah ke alam ketiga.

Dan Chika kini sedang berdiri di fase kedua, namun dirinya baru saja menyaksikan proses fase pertama. Hmm.. tidak bisa dikatakan menyaksikan, karena pada kenyataannya dia orang yang paling akhir masuk ruangan dan menyapa si jabang bayi. Bahkan, setelah semua orang pulang.

Sudah sejak lima belas menit yang lalu—kurang lebih, perempuan itu duduk di samping ranjang tempat Aya berbaring. Pandangannya seolah enggan ia alihkan barang satu mili pun dari makhluk Tuhan yang baru beberapa jam merasakan dinginnya dunia. Telunjuknya, terus ia gunakan untuk menyusuri muka bayi laki-laki di hadapannya ini.

"Lo liatin sampai mata lo keder, juga enggak bakal berubah jadi ranger merah itu anak gue!" Chika hanya berdecak sambil melirik Aya sebentar, lalu lanjut memerhatikan ponakannya itu.

"Dia bahagia enggak ya kak, lahir ke dunia?" Aya yang mendengar pertanyaan itu langsung memukul kepala Chika, membuat empunya mengaduh.

"Lo ngapa dah? Enggak seneng hidup jadi anak Papa Mama?" tanya Aya sedikit sewot.

Chika terdiam. Menyesali pertanyaannya. Dia pikir, dia terlalu lancang menanyakan itu pada Aya yang jelas-jelas—bagaimanapun keadaannya, akan membuat putranya bahagia. Akhir-akhir ini, pikiran Chika memang terlalu rumit. Berkutat sekitar lahir, hidup, dan mati. Dia tidak bisa menyalahkan buku yang usai dia baca beberapa minggu yang lalu. Karena, pada dasarnya, dia sendiri yang mendramatisasi isi buku itu untuk ia terapkan di kehidupannya.

"Ah sorry, gue enggak bermaksud. Hmm— buat pertanyaan lo barusan, enggak sepenuhnya enggak suka, tapi ya... lo pernah mikir enggak sih, kenapa lo acc tawaran malaikat buat mau hidup di dunia? Padahal dulu di dalam rahim kita 'kan udah dikasih gambaran gimana kita bakal hidup di dunia, otomatis kita udah lihat 'kan tuh, manis getirnya hidup kita, susah seneng, sepet pahitnya hidup, dan pasti enggak mudah 'kan buat bertahan? Tapi kenapa dulu tuh mau gitu kita ditawarin hidup di dunia kek gini? Lo kenapa mau lahir, dek?"

Seketika, Chika menggigit bibir bawahnya. Ini kedua kalinya pertanyaan bodoh yang Chika sesali keluar dari mulutnya.

"Ya karena dia tahu, Chik, meski dunia jadi musuh dia suatu hari nanti, masih ada Kak Shandi sama Kak Aya yang bakal ada buat dia," Chika menoleh ke arah pintu. Shandi—suami Aya yang menjawab pertanyaan Chika barusan.

Chika termenung.

Lantas, bagaimana dengan mereka yang lahir tanpa diharapkan atau tanpa pendamping hidup yang lengkap? Bagaimana nanti mereka menghadapi dunia? Bagaimana nanti mereka menyikapi dunia yang akan membentuknya? Kepada siapa mereka meminta dekapan saat dunia terasa begitu dingin? Kepada siapa mereka meminta pembelaan saat dunia menyudutkannya? Siapa yang akan menyeka air matanya? Siapa yang akan mengusap puncak kepala dan punggungnya? Siapa yang akan menenangkan kekalutannya?

Pertanyaan itu seketika berputar saat pernyataan kakak iparnya memenuhi rongga telinga milik Chika. Tapi, dia membiarkan semua pertanyaannya tertahan di ujung lidah. Chika mengatupkan bibir tipisnya rapat. Seolah tidak mengizinkan mereka keluar, barang satu pertanyaan pun. Dia tak mau, kembali melontarkan pertanyaan yang aneh-aneh.

Hingga pada akhirnya Chika hanya terdiam. Matanya mengikuti langkah Shandi menuju mereka. Pria itu berjalan ke arah Aya. Mengambil sisi lain ranjang untuk dapat mengecup kening istrinya itu. Pemandangan manis yang selalu Chika dapati saat mereka ada di hadapannya. Pemandangan yang selalu membuat Chika menyusun pertanyaan-pertanyaan bagaimana dia di masa depan nantinya. Apa dia bisa memiliki kehidupan rumah tangga kakaknya—yang ia lihat begitu manis? Apa dia bisa memiliki kehidupan rumah tangga yang penuh cinta seperti Mama dan Papanya? Hm, sepertinya otak Chika ini sedang penuh sekali dengan persoalan-persoalan yang jawabannya masih mengambang di awang-awang.

GREEN FLASH WITH CHRISTY (SELESAI) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang