Bab 23 Pahami dan Mengerti

1.6K 204 309
                                    

"Bahagia adalah hak semua. Terlalu bahagia, terlena akan segalanya, ternyata membawa petaka dalam keadannya dan keadaan mereka sekarang. Tapi apa salah, memuja salah satu sumber bahagianya? Tak ada yang salah. Hanya saja, tindakkannya menuai salah tafsir."

D

ia pernah memiliki momen perpisahan yang menyedihkan. Bukan hanya sekali, tapi beberapa kali. Sempat ia mengira bahwa dirinya tak pantas memiliki yang namannya ikatan cinta. Jalinan percintaan. Tapi berulang kali pula dirinya meyakinkan hatinya kalau dia juga berhak mencinta dan dicintai. Hingga dia mencoba beberapa kali dan gagal beberapa kali itu juga. Menyakitkan. Awalnya saja. Hari-hari berikutnya dia sudah bisa menerima yang namanya dicampakkan dan kehilangan. Terakhir kali menjalin hubungan dan sudah menyiapkan cincin pada kotak beludru merah, justru berakhir sangat menyakitkan. Dibohongi. Diselingkuhi. Tapi kesakitan itu tak berlangsung lama. Justru ia bersyukur telah lepas dari perempuannya dulu. Hadirnya balita yang memiliki status konyol dalam silsilah keluarganya, membuat hatinya pulih lebih cepat. Satu lagi, senyum perempuan yang kini ia cintai, mampu membuat dirinya melangkah lebih ringan tanpa harus terbayang kisah cintanya yang berakhir menyedihkan.

Senyum manis dan tatap lembut perempuan di hadapannya ini lah yang membuat dirinya tertarik dan masuk lebih dalam ke kubangan rasa sayang yang lebih dan lebih lagi setiap harinya. Senyum dan tatap lembut perempuan ini, yang membuat dirinya kemudian kembali berani menjalin hubungan. Bahkan, jaraknya tak jauh dari waktu putusnya dengan kekasih sebelumnya.

Penghianatan yang ia terima memang menyakitkan. Tapi perempuan di hadapannya ini, mampu menyembuhkan dengan satu kedipan.

Tapi, senyum dan tatap lembut yang selalu ia agung-agungkan, beberapa minggu ini seolah menghilang. Semua seolah berganti menjadi muram.

Seperti cuaca hari ini. Sedari subuh, hujan tak mau berhenti. Awan gelap tak mau sedikitpun memberi izin sang surya menyelinap menerangi dan memberi kehangatan pada kota tempatnya berpijak. Seolah bersekongkol antara cuaca dengan kondisi kisah cintanya, untuk menciptakan ruang yang lebih dingin untuk dia diami. Seolah bekerja sama untuk membuat semuanya terasa mencekam.

Jika negaranya adalah negara empat musim, ia yakin, tetesan air langit saat ini telah menjadi salju sebelum sampai ke bumi. Ya, hanya orang bodoh yang mau maunya bertahan lebih lama di luar ruangan saat suhu udara menurun dengan drastis seperti ini. Mereka yang bekerja di luar ruangan, jika bisa memilih, mereka akan memilih untuk masuk ke dalam rumah. Memasukkan kakinya ke dalam kotatsu yang dilapisi futon agar panas yang hasilkan tidak berbaur dengan hawa dingin sekarang. Hanya orang bodoh yang tak lekas masuk ketika hujan semakin deras mengguyur di hadapannya.

Dan orang bodoh itu, dirinya dan perempuannya.

Tidak—tidak, lebih tepatnya dia yang bodoh. Dia yang sebenarnya sedari masih gerimis tadi yang mengajak Chika untuk berbincang di teras depan. Dia yang mengajak Chika sejenak duduk di sampingnya untuk mendengarkan permintaan maaf dirinya.

Tapi, yang terjadi adalah aksi saling diam, aksi curi pandang tanpa mau saling memandang. Bayangan akan jalinan kasih yang pernah ia alami seketika datang membayang. Membuat dirinya membayangkan bagaimana ngilunya jika hubungannya dengan Chika berakhir sama.

"Chika, aku minta maaf." Kalimat itu lolos setelah dia menggeleng beberapa kali menolak andai-andainya.

Tubuhnya ia putar agar bisa menghadap Chika. Saat tangannya ingin meraih tangan perempuanya, dengan cepat Chika tarik. Vio hanya bisa menghela napas berat. Menunduk dan terpejam sejenak.

"Maaf. Maaf udah enggak percaya kamu, maaf udah raguin kamu. Aku janji, bakal kontrol emosi aku, aku janji—," Belum sempat Vio menuntaskan kalimatnya, Chika sudah beranjak meninggalkan dirinya dan kalimat yang menggantung di ujung lidah.

GREEN FLASH WITH CHRISTY (SELESAI) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang