"Saling cinta tak lantas membuat mereka saling memahami. Dia tak pernah jumawa menganggap dirinya sebagai yang paling mengerti. Dia juga tak pernah menuntut untuk seutuhnya ditselami. Dia hanya ingin dicintai tanpa mau dipencundangi oleh cinta dan takdirnya sendiri."
Sejak obrolannya dengan Febi dan Zee tempo hari, kini-setiap Vio bertemu atau sekadar mengingat Chika, titah Febi waktu itu, terus terngiang di kepalanya. Berputar terus menerus dan sering menelusup di antara pikiran Vio yang lainnya.
Sebenarnya, tidak sulit untuk mengatakan fakta yang sebenarnya. Nyatanya begitu. Jika bisa Vio koreksi, pasti sudah ia lakukan sejak dia sadar telah jatuh dalam rasa hangat setiap menatap dan mendekap Christy. Kenyataan tertulis yang menerangkan bahwa Christy adalah tantenya, tak bisa Vio hapus pun benahi. Tulisan yang tak kasat mata terlukis indah di salah satu halaman buku takdirnya. Tulisan yang hanya bisa Vio pandangi tanpa bisa ia ganti sesuai ingin hati.
Beberapa kali, dia mengatakan bahwa Christylah yang mempertemukannya dengan Chika. Tapi tak bisa dipungkiri, bahwa anak itu juga yang membawanya pada rasa takut akan kehilangan perempuan yang baru saja hatinya dia dapatkan.
Tidak, tidak, Vio tidak menyalahkan Christy, tidak akan, tidak akan pernah. Itu bukan salahnya. Anak kecil itu tak paham perihal apapun.
Ini salah Vio sendiri. Salah dirinya yang begitu pengecut. Hanya mengutarakan kejujuran saja dia tak sanggup. Dia terlalu takut dengan asumsi yang ia bangun sendiri. Dia terlalu takut dengan andai-andai yang terus angannya andaikan.
Katakutannya terhadap putus cinta, membuat dirinya menjadi pengecut seperti sekarang. Jujur demi apapun, dia benar-benar takut kehilangan Chika. Oke silakan jika kalian ingin mengakatan berlebihan atau apa. Tapi, rasa sayangnya sekarang terhadap perempuan, bukan hanya karena perempuan itu balik menyayangi dirinya. Tapi, ada satu makhluk yang membuat pandangan Vio agak berbeda memandang kekasihnya sekarang. Satu makhluk kecil yang membuat Vio semakin memandang Chika begitu istimewa di mata pun hatinya.
Aneh? Memang. Dia yakin Chika begitu tulus menyayangi Christy, sangat. Kelembutan telapak tangannya ketika mengusap Christy, seperti ikut merasuk, membelai lembut hatinya. Dekap hangat yang Chika berikan untuk Christy seolah mendekap dirinya juga. Tapi, dia sendiri juga yang justru menjadi ragu pada Chika. Hatinya takut, kalau nantinya Chika akan berubah ketika mengetahui kebenarannya. Padahal, jika dia benar-benar yakin jika Chika tulus menyayangi Christy, keraguan itu harusnya dia hilangkan dari pikirannya.
Harus ia hilangkan sekarang juga.
"Papi! Aku mau beli cokelat!" Vio terkesiap. Ia langsung membuyarkan semua pikirannya. Dia menoleh sebentar ke arah Christy yang tengah berdiri menyandarkan tubuhnya di jok sebelah Vio.
"Cokelat kamu 'kan masih banyak, sayang. Masih dua box, lho dari Om Febi sama Om Zee." saut Vio.
"Bukan buat aku, Papi. Buat Tante Mama!" koreksi Christy. Vio menyirit mendengar Christy menyebut Tante Mama. Apa yang dimaksud itu Chika?
"Tante Chika?" tanyanya memastikan.
"Iya. Kata Tante, tante 'kan Mama. Ayo Papi! Aku mau beli cokelat, buat Tante!" rengek Christy sambil menurunkan tubuhnya untuk bisa menarik-narik lengan kemeja Vio.
Vio belum menjawab. Dia masih mengolah sebutan yang Christy sematkan untuk Chika. Anak ini begitu berbinar ketika mengatakan bahwa Chika adalah Mama.
Mengetahui fakta anak ini tak paham apa dan siapa itu sosok Mama, membuat hati Vio seketika berdebar kala menadapati sorot mata Christy yang ia tatap sekilas tadi.
Dia masih terdiam, mencoba mengendalikan getaran dada yang kini mulai menghangatkan indera penglihatannya. Membuat pandangannya sedikit memburam saat ada cairan yang melapisi netra hitamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GREEN FLASH WITH CHRISTY (SELESAI) ✔
FanfictionKetika waktu melepas telah tiba. Ketika itu pula, cinta mengakar di antara mereka Lalu apa yang harus mereka lakukan? Di saat itulah, Yessica Arkadevna dan Navio Sastradipraja Alfadrun harus memikirkan jalan keluarnya sembari mencipta bahagia untuk...