"Melupa bukan perkara yang bisa dilakukan. Sekalipun mereka meminta untuk dilumpuhkan ingatannya"
"Anjir!" Itu respon pertama Zee setelah selesai mendengarkan cerita Vio bersama Febi.
Dia yang tak bisa menjemput Vio di rumah sakit, menyusul kawannya langsung ke apartemen.
Vio hanya tersenyum tipis atas reaksi yang dikeluarkan oleh Zee pun Febi. Dia hanya menunduk, memainkan poni Christy yang tidur di perutnya.
"Itu yang buat lo mabuk?" Vio mengangguk atas pertanyaan Febi.
"Sakit, Feb. Sampai gue enggak tahu, gimana deskripsiinnya." Kata Vio masih dalam tunduk.
"Gue kalau enggak ingat anak ini hadir lagi. Mungkin gue pilih buat enggak bangun. Biar gue mati bawa sakit hati."
Zee langsung mendorong kecil bahu Vio.
"Lo mati, gue dipenjara tolol!"
Bibir Vio tersungging, "Karena emang rasanya, udah kaya mati rasa Zee." Vio menoleh, menatap Zee sendu, "Gue cuma bisa rasain sakit. Selain itu enggak ada."
"Sorry." Balas Zee pelan.
"It's okay, gue paham. Gue yang harusnya minta maaf sama kalian. Sekaligus makasih udah bawa Christy pulang. Gue janji, bakal jaga anak ini baik-baik. Thank's, ya."
Vio bergantian tersenyum menatap Febi dan Zee. Lantas kembali menatap Christy dari atas. Anak ini memang salah satu alasan kuat untuk dirinya bertahan.
Entah, dia lupa-lupa ingat. Saat tubuhnya tak bisa sedikitpun ia gerakkan. Kelopak matanya sulit untuk ia buka, ia mendengar sayup-sayup suara Chika yang terus berbicara di samping telinganya. Padahal, hari sebelum itu, dia yang mengusir Chika. Dia enggan mendengar barang sekecappun suara Chika.
Tapi, saat ia berada di titik seperti itu, justru suara Chika yang merasuk ke dalam kepalanya. Suara perempuan itu terus berputar hingga lama. Terus menggema tanpa mau mereda. Terus berderik mengganggu isi kepala.
Ketika ia membuka mata, salah satu orang yang ingin ia pastikan ada, adalah Chika. Perempuan itu yang ia harapkan ada di depan matanya. Dia sempat menggerutu di dalam hati, kenapa juga ia mencari perempuan yang telah menyakiti hatinya? Dia sendiri pun heran. Tapi, sungguh, Vio benar-benar ingin memastikan perempuan itu ada saat matanya terbuka.
"Vi, sorry. Kalau gue tahu lo sama Chika udah enggak ada hubungan, gue enggak bakal minta tolong dia. Terlebih... Ini pasti nyakitin lo banget. Gue enggak nyangka Chika tega lakuin itu ke lo." Febi yang tadi banyak diam, meminta maaf atas usulannya kala itu.
Dia yang meminta Zee untuk menghubungi Chika. Dia yang meminta perempuan itu untuk turut membantu mereka merawat Vio dan Christy.
Vio menggeleng atas permintaan maaf Febi barusan. Menolak maaf dari rekannya.
"Sakit emang Feb. Tapi jujur, kemarin itu, gue menikmati momen sama Chika. Meski sakit. Sakit banget tiap lihat matanya. Tapi dia kaya... Sama-sama nahan sakit di sana."
Azizi memutar tubuhnya. Ia menilik mimik muka Vio, "Lo... Maafin tindakan dia?" Tanyanya dengan muka penasaran.
Vio tertawa kecil, lalu mengangkat bahunya, "Entah. Rasa sayang gue ke dia enggak mungkin secepat itu ganti jadi rasa benci, Zee. Sakit emang. Tapi gue juga enggak bisa ngelak, gue sayang sama dia."
"Emang ya, bucin sampai sumsum tulang."
Mereka bertiga terkekeh cukup lama. Febi dan Zee menertawakan sikap Vio yang tak berubah sejak pertama kali kenal. Temannya itu memang akan memberikan seluruh hatinya untuk orang yang ia sayang. Malangnya, dua kali ingin menjalin hubungan serius, dua kali pula, dia dipermainkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
GREEN FLASH WITH CHRISTY (SELESAI) ✔
FanfictionKetika waktu melepas telah tiba. Ketika itu pula, cinta mengakar di antara mereka Lalu apa yang harus mereka lakukan? Di saat itulah, Yessica Arkadevna dan Navio Sastradipraja Alfadrun harus memikirkan jalan keluarnya sembari mencipta bahagia untuk...