"Dia ingin terus dekat. Tapi dia lupa, kedekatannya telah membuat sekat antara dia dan cintanya. Dia tak melarang untuk terus dekat. Perintahnya hanya agar wanitanya memberi sedikit sekat, agar dia tak terlau dekat dan memberi harap untuk terikat."
Titik-titik gerimis perlahan turun seiring kepergian mobil Vio dari pandangannya, perlahan membasahi kepala dan mukanya, perlahan bergulir bersamaan dengan air mata yang luruh dari kelopak matanya. Titik-titik gerimis itu semakin deras turun, tapi dia tetap pada posisinya. Belum beranjak sedikitpun untuk. Membiarkan rintik air langit itu menempa kepalanya yang tak terhalang apapun.
Rintik air yang semakin lama semakin terasa timpaannya. Rintik air yang semakin lama semakin besar volume airnya. Rintik yang semakin lama semakin bisa menyamarkan air mata yang luruh sama derasnya. Untuk waktu yang cukup lama, dia biarkan hujan menempa tubuhnya. Membasahi pakaiannya hingga tak menyisakan bagian kering barang sehelaipun.
Dia masih terisak di sana. Masih enggan beranjak, karena takut jejak air matanya akan kentara jika dia menepi dari guyuran hujan saat ini. Seolah tengah berkoalisi, air hujan semakin lama semakin deras turun, membaur menjadi satu dengan air asin yang keluar dari pelupuk mata Chika.
Kini, punggungnya dia sandarkan pada sisi mobil yang ada di sana. Dia lepas kacamata yang basah. Kaca mata yang tak ada gunanya dia pakai sekarang ini. Toh semuanya juga terlihat kabur. Seperti hatinya pikirannya sekarang, tidak jelas. Tidak jelas dengan apa yang harus dia lakukan, apa yang harus dia perbuat sekarang, dia tak tahu.
Ingin menyusul, tapi prianya tadi melarang dirinya untuk turut. Melarang dirinya untuk berkunjung untuk saat ini. Tapi, kini dia tak peduli lagi, dia tak mengindahkan ucapan Vio, Chika mengabaikan semua larangan yang Vio berikan. Dia mengusap mukanya sekilas lalu melangkah dengan cepat ke dalam pelataran daycare. Langkahnya dia percepat, hampir terlihat setengah berlari. Sampai teras, dia tak memedulikan lagi tubuhnya yang sudah basah. Dia asal melangkah, bahkan dia mengabaikan laki-laki yang sedari tadi menunggunya di ambang pintu kaca.
Dia sambar tasnya dan buru-buru keluar.
"Chika, hujan. Aku temenin kamu ya?"
Chika usap sejenak hidungnya yang basah. Dia lemparkan senyum ke arah Zahrain sekilas.
"Makasih kak. Kak Zahrain di sini aja dulu kalau memang enggak bawa jas hujan. Aku ada urusan sama Mas Vio, agak lama." Jawabnya.
Tanpa menunggu jawaban dari Zahrain, dia segera melangkah keluar, kembali menerjang hujan yang masih deras turun.
Chika tak peduli lagi seberapa deras hujan mengguyur kotanya. Dia tak lagi peduli pandangannya yang terbatas akibat hujan lebat. Bahkan, dia yang selalu memerhatikan kecepatan laju mobilnya, kini ia abaikan. Dia abaikan juga air mata yang masih mengalir bersamaan dengan sisa air hujan dari rambutnya.
Dadanya sesak mendengar kalimat lirih Vio di parkiran tadi. Hatinya sakit, melihat tatap nanar yang Vio lemparkan pada Chika. Lagi dan lagi, Chika menggores luka di hati pria itu. Sikap yang ia anggap biasa ternyata menyakiti hati prianya. Kata maaf yang terlontar sepertinya saat ini percuma. Hati Vio, mungkin lukanya sudah menganga dan sikap Chika pada Zahrain lah sebabnya. Sikap yang Chika anggap hanya sebatas perhatian adik ke kakak, ditafsir lain oleh kekasihnya. Pun mungkin Zahrain.
Dia bingung, Chika bingung, amat sangat. Hatinya penuh perdebatan. Dia benar-benar hanya ingin memastikan hati Zahrain baik-baik saja. Dari dulu itu inginnya. Dia hanya ingin membantu laki-laki itu menutup lukanya, tapi justru tindakkannya itu membuka luka di hati yang lain.
Chika semakin tak paham, dengan hidup yang dia jalani. Dia masih sangat ingat ucapan sang kakak beberapa bulan silam. Lahir dia tak bisa memilih, pun mati. Hanya pada saat dia hidup, dia bisa menentukan pilihan. Tapi, ketika Chika sudah menentukan pilihan, ternyata pilihannya salah. Keputusannya salah. Keputusannya malah membuat hati seseorang terluka. Setiap keputusan yang Chika ambil, ia pikir tak ada yang benar. Jarang ada yang benar.
KAMU SEDANG MEMBACA
GREEN FLASH WITH CHRISTY (SELESAI) ✔
FanfictionKetika waktu melepas telah tiba. Ketika itu pula, cinta mengakar di antara mereka Lalu apa yang harus mereka lakukan? Di saat itulah, Yessica Arkadevna dan Navio Sastradipraja Alfadrun harus memikirkan jalan keluarnya sembari mencipta bahagia untuk...