Bab 41 She's Gone

1.1K 145 39
                                    

"Pelan-pelan, suara tangisnya tak terdengar, sosoknya tak lagi bisa terlihat oleh pandang, saat mobilnya meninggalkan pekarangan."

Dia dengan perasaan campur aduknya, terus memasukkan barang-barang milik gadis kecil yang sedari tadi asik dengan cokelat compound susu yang ia belikan saat ke minimarket. Sesekali gerakannya ia hentikan hanya untuk memandang sejenak barang-barang yang ia susun ke dalam kopor 18 inch itu. Dadanya sesak. Ada rasa tidak rela. Tapi dia tidak mungkin meghalangi kebahagiaan seorang gadis kecil. Ini tujuannya. Tapi, hatinya masih tidak rela. Merelakan dia pergi, berarti melepas kebahagiaan yang tak akan pernah lagi ia dapati.

"Hahhh!"

Dia menyeka air mata yang barusan turun dari pelupuk matanya. Entah sudah berapa kali ia menangis pagi ini -ah dari kemarin. Dia ingin mengutuk perputaran waktu malam yang berganti begitu cepat. Dia ingin marah kenapa bumi hanya memiliki waktu 24 jam untuk berputar dan berganti hari. Dia ingin meminta Tuhan untuk memperlambat rotasi bumi. Tapi dia sadar, di dunia ini bukan hanya dia yang hidup. Dia sadar, banyak orang yang menginginkan agar hari segera berganti. Mungkin, gadis itu, menjadi salah satu dari ratusan juta penghuni bumi yang menginginkan hari esok lekas berganti sebutan menjadi hari ini. Mungkin.

Tapi, Vio -Navio ingin waktu berhenti. Ingin dia tetap di sini. Di sini untuk membantunya mewujudkan cita-citanya yang ia ingini.

Vio, ingin Christy tetap di sini. Di sini untuk menjadi buah hati yang selalu ingin ia lindungi.

"Papi?"

Sebuah panggilan yang sampai detik ini masih mampu membuat hangat relung hatinya seketika. Panggilan yang dulu terdengar tak masuk akal. Panggilan yang dulu, sempat Vio tolak mentah-mentah.

"Enggak Zee! Lo ngaco! Dia tante gue, masa dia manggil gue Papi. Gila lo!"

"Coy! Enggak lucu juga kali, lo manggil dia tante, dia manggil lo Vio Vio doang."

"Om aja sih, anjir!"

"Bener kata Zee sih, Papi aja. Om aneh. Kalau Papi 'kan, lo nanti bisa dianggap duda keren, dapetlah jodoh. Biar gampang juga sih jelasinnya kalau ada yang nanya status Christy."

"Onah aneh, onah aneh. Lo berdua yang aneh! Masa iya Papi sih?"

"Udahlah, enggak apa-apa. Latihan jadi Papi."

Panggilan yang sempat menjadi perdebatan antara dirinya dan kedua temannya, kala Christy baru saja tiba malam itu. Penggilan yang awalnya terasa sangat aneh di telinga Vio. Panggilan yang amat sangat menyalahi silsilah keluarga itu, awalnya sangat risih terdengar.

Namun kini, semua telah berubah. Tuhan memang maha pembolak-balik hati manusia. Dia yang dulu menolak, dia yang dulu risih akan panggilan asing itu, kini sangat menikmati dipanggil Papi.

Bukan hanya sekadar menikmati panggilannya, dia juga menikmati peran di balik panggilan sakral itu.

Panggilan yang sampai sekarang masih mampu membuat hatinya bergetar. Panggilan yang sampai sekarang masih sanggup menjalarkan rasa hangat ke seluruh sudut tubuhnya. Panggilan yang esok dan seterusnya, tak akan bisa lagi ia dengar menggema di samping telinga. Tak akan lagi bisa ia dengar, mungkin untuk selamanya.

"Papi?"

Vio terpejam.

Getar dadanya semakin kentara. Debar jantungnya yang semakin cepat tak terkira, membuat Vio harus menarik napasnya dalam-dalam agar dirinya tenang.

Entah. Ketakutan benar-benar menyelimuti dirinya saat ini. Kegelisahan terus membungkus kepalanya bak topi.

Dirinya tak tenang. Batinnya bergejolak sejak semalam. Tangannya pun berulang kali bergetar ketika memasukkan satu persatu mainan dan barang-barang Christy yang tersisa.

GREEN FLASH WITH CHRISTY (SELESAI) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang