"Mencari, mencari, mencari, kemudian menemukan. Setelahnya menjadi penasaran, kemudian mencari lagi dan lagi. Hidup bukan persoalan yang harus mendapat jawaban. Mereka berpikir, selama ini, mereka sedang mencari jawaban. Nyatanya mereka hanya tengah menunggu hari pemaafan dan memaafkan."
Siang itu, tak ada yang berbeda seperti siang-siang sebelumnya. Siang yang akan selalu jadi waktu favoritnya ketika weekdays. Jika sebagian besar orang benci waktu siang karena cuaca panas, hawa mengantuk, lapar, dan lain-lain, dia justru amat mencintai waktu bumi tempatnya berpijak menengadah pada matahari itu. Dia selalu menunggu posisi matahari yang diasosiasikan berada tepat di atas kepala.
Bagaimana dia bisa membenci waktu siang, kalau di pertengahan hari itu adalah waktunya untuk bertemu dengan teman kesayangannya.
Dengan tas gamblok yang agak kebesaran, dia berlari menuju gerbang yang tingginya tak bisa ia raih hanya dengan meloncat. Dengan senyum mengembang, dengan seruan riang, dia berlari menuju wanita yang tengah berdiri di samping motor bebeknya sambil melambaikan tangan juga senyum yang tak ia pudarkan.
"Suster! Aku mau beli mainan dulu di abang-abang itu. Ayo, Sus! Temenin aku!"
Seperti yang sudah-sudah, bocah lelaki itu akan menggunakan uang jajannya untuk membeli mainan-mainan kecil yang di jual di depan sekolahnya.
Bermenit-menit dia mengelilingi gerobak berisi mainan juga aksesori yang tak terkira jumlahnya. Pandangan matanya tiba-tiba ia lemparkan pada salah satu murid perempuan yang juga tengah melakukan hal yang sama dengan dirinya. Bedanya, dia bersama sang Mama.
"Ma, aku mau jepit ini ya?"
Dia tarik pandangannya pada barang yang murid perempuan itu pegang. Otaknya seketika mengolah satu nama yang selalu menjadi alasannya menyukai tengah hari. Diapun mendekat ke arah suster yang sedari tadi berdiri agak jauh darinya.
"Suster, aku mau yang kaya kakak itu!" Katanya sambil menunjuk apa yang dia ingini.
"Lho itu 'kan untuk perempuan, sayang. Laki-laki enggak pakai jepit rambut."
Dia menggeleng cepat, "Buat Chika. Aku mau beli buat Chika, Suster. Chika pernah pakai, Chika cantik pakai itu. Aku mau itu ya, sus?"
Bocah SD itu naik ke atas motor dengan senyum merekah, dengan tangan yang masih saja menggenggam jepit rambut yang masih terbungkus plastik bening. Jepit berwarna ungu dengan motif polkadot hitam itu, masih terus dia pandangi. Masih terus ia timang-timang dan usap sana-sini.
"Chika suka warna ungu." Katanya sambil sedikit menoleh ke belakang, ke arah suster yang sedang bersiap memacu motor bebeknya.
"Disimpan dulu." Balas susternya lembut.
"Iya suster." Dia langsung menyimpan jepit itu ke saku seragam putihnya.
Sepanjang jalan, dia terus bersenandung, tak peduli angin meleburkan suaranya. Tak peduli angin membuat tenggorokannya menjadi kering. Kendati tak langsung pulang ke rumah, tapi dia bahagia, bahagia karena setiap harinya dia masih bisa berjumpa dengan teman yang selalu menemaninya hingga petang menjelang. Dulu dia pikir, setelah dia masuk TK dan kemudian SD, dia tak akan lagi berjumpa dengan temannya itu. Tapi ternyata, alam masih ingin melihat mereka berdua bercengkrama dalam satu ruang dan waktu. Alam masih mengizinkannya untuk bermain lebih lama lagi dengan teman kesayangannya itu.
"Suster, kenapa kita berhenti? Ini rumah siapa? Aku mau ketemu Chika, Sus. Mau kasih jepit." Serunya heran kala motor sang suster berhenti di salah satu rumah sewa yang depan terasnya tergantung baju-baju yang tengah dijemur.
KAMU SEDANG MEMBACA
GREEN FLASH WITH CHRISTY (SELESAI) ✔
FanfictionKetika waktu melepas telah tiba. Ketika itu pula, cinta mengakar di antara mereka Lalu apa yang harus mereka lakukan? Di saat itulah, Yessica Arkadevna dan Navio Sastradipraja Alfadrun harus memikirkan jalan keluarnya sembari mencipta bahagia untuk...