Setiap orang memiliki luka dan cara menyembuhkannya masing-masing. Sejenak mungkin akan marah ketika hatinya tersayat. Sejenak mungkin akan menyalahkan keadaan saat hatinya terluka. Dan sejenak mungkin akan menyalahkan diri sendiri saat menemui rasa sakit yang menggores hati.
Namun setelahnya, seiring waktu bergulir, yang sedang terluka akan menerima dengan lapang dada rasa sakitnya. Akan pasrah begitu saja dengan sakit hatinya. Mungkin, ada yang menikmati sakit hatinya bersama sepotong ingatan menyenangkan yang pernah dialaminya. Sembari meneguk cerita konyol yang terputar di dalam tempurung kepala.
Tak semua orang mampu menikmati rasa sakitnya. Lagi pula, apa yang harus dinikmati? Tidak ada yang pernah berharap mendapatkan sakit hati. Tak ada yang berharap menikmati sakit di bagian tak terjamah itu.
Memang tak terjamah, namun seringnya rasa sakit itu timbul di dalam dada. Sesak, rasa yang menekan, debar tak karuan, mirip gejala penyakit tertentu. Hanya saja, sulit untuk diuraikan bagaimana rasa sakit sesungguhnya.
Manusia, hanya mampu merasa kalau itu tak enak, tak nyaman, tanpa sanggup menjelaskan keadaan sesungguhnya. Sehingga, membuat banyak orang, juga tak paham harus dengan cara apa untuk mengatasi rasa sakit hati yang mungkin saja rasa sakitnya tak terperi.
Pergi jalan-jalan, merasa senang, tapi setelah pulang, jangankan lebih baik, justru sebaliknya. Jika memang waktu akan sembuhkan semua, kenapa banyak orang-orang yang masih menyimpan rasa sakit hatinya hingga bertahun-tahun? Masih belum tersembuhkan hatinya di waktu yang cukup lama?
Banyak yang tidak paham. Termasuk dia.
Dia tak paham.
Dia hanya takut kalau sakit hatinya sekarang akan terus menetap di ruangnya. Mengendap dan menjadi kerak yang tak bisa terlepas dari dinding hatinya.
Berhari-hari, ia terus berpikir tentang itu. Tentang hatinya yang bertubi-tubi dihujami rasa sakit tak terperi.
"Hahhhh..." Ia lepas napas berat.
Ia tundukkan kepala sembari terpejam mendengarkan suara kucuran air di wastafel. Kegiatan membasuh wajahnya, telah selesai sejak tadi, tapi ia membiarkan kerannya terbuka. Membiarkan tetesan air di wajahnya, ikut mengalir bersama air keran yang masih mengucur deras.
Dan sekali lagi, dia membasuh muka hingga kepalanya, sebelum ia tutup keran itu.
Kepalanya terangkat, matanya menatap pantulan diri pada cermin di hadapannya.
Dia tatap saksama wajah dan rambutnya yang basah. Dia hunuskan pandang ke dalam matanya yang tak kering.
Sebagai laki-laki, dia terhitung cengeng. Dia terbilang lemah hatinya.
Ketika sedang sendiri, dia tak akan peduli itu. Tak ada salahnya laki-laki menangis. Tak ada salahnya, laki-laki terlihat lemah. Tak harus selalu kuat. Kadang, laki-laki juga butuh menangis kala hatinya perih. Laki-laki butuh menangis saat menerima kenyataan pedih.
Mungkin beberapa kali, ia menunjukkan kelemahannya di depan teman. Beberapa kali memperlihatkannya di depan sang balita. Tapi kini, ia akan menyembunyikan itu, terutama dari hadapan sang anak. Anak kecil yang siap ia rawat dan ia masukkan ke dalam anggota keluarganya. Anak kecil yang siap ia lindungi hati dan fisiknya. Anak kecil yang tak boleh melihat air mata atau kesedihannya sedikitpun.
Setidaknya untuk sekarang dan beberapa tahun ke depan, sampai anak itu paham, kadang laki-laki lelah menjadi kuat di depan banyak orang. Laki-laki butuh mengeluarkan tangis untuk membasuh hatinya yang rapuh.
"Papi, jangan nangis, aku sedih."
Kalimat itu, terus terngiang di dalam kepalanya, di samping daun telinganya. Dia sudah berusaha untuk tertawa dan tersenyum. Senyum dan tawa yang kemudian diikuti suara tangis yang mengiris. Tangis yang tak sama sekali bisa ia bendung. Bahkan, hingga sekarang. Hingga sekarang, masih ada sisa-sisa suara tangis di tenggorokannya. Masih ada sisa-sisa air di dalam bola matanya.
![](https://img.wattpad.com/cover/229529170-288-k560871.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
GREEN FLASH WITH CHRISTY (SELESAI) ✔
FanfictionKetika waktu melepas telah tiba. Ketika itu pula, cinta mengakar di antara mereka Lalu apa yang harus mereka lakukan? Di saat itulah, Yessica Arkadevna dan Navio Sastradipraja Alfadrun harus memikirkan jalan keluarnya sembari mencipta bahagia untuk...