Bab 51 Rapuh

921 132 49
                                    

*Maaf ya, banyak umpatan kata kasar. Buat yg belum 18 tahun. Boleh skip. Tapi kalau mau baca, konsekuensi tanggung sendiri ya 🙏

"Mereka 'menikmati' rasa sakit hati dengan cara mereka. Hati mereka rapuh. Langit di atas kepala mereka seolah runtuh. Hati mereka tak lagi utuh."

Sedari tadi, dia terduduk di depan sofa. Meluruhkan tubuhnya di lantai, dan menengadahkan kepalanya yang ia taruh di atas sofa. Dia tatap langit-langit unitnya. Dia tatap dengan pandang yang masih buram.

Meski sesekali ia tersenyum mengingat hal-hal menyenangkan yang ia lalui selama ini, namun sesekali juga, air matanya tiba-tiba menyelinap keluar, kembali membasahi matanya yang belum benar-benar mengering.

Perih. Sudah pasti. Tapi apa yang bisa ia perbuat kali ini? Meminta Chika pergi dari hadapannya pun tak bisa membuat rasa sakit hatinya pergi begitu saja. Tak bisa membuat sosok Chika hilang dari dalam otaknya. Bahkan, bayangan perempuan itu masih saja bergelayut di pelupuk matanya.

Senyumnya, mata kesukaannya, hidungnya, bibir ranumnya, wangi parfumnya, dan aroma ginseng dari pori-pori kepala Chika pun, masih bisa dengan jelas dia ingat.

Ingatan-ingatan itu seolah masuk menjadi satu ke dalam kepalanya. Berputar di sana sepanjang malam. Bergumul di depan mukanya sepanjang ia menerawang.

Glek glek

Sudah hampir empat kaleng alkohol ia tenggak. Kaleng alkohol yang ia beli sejak kepergian Christy. Kaleng alkohol yang baru benar-benar ia ambil dan tenggak isinya sejak beberapa jam yang lalu.

Jika kemarin saat hati dan pikirannya kalut, dia masih enggan menyentuh itu. Masih ada Chika, perempuan yang mampu membuat hati dan jiwanya tenang. Perempuan yang mampu membuat hati dan jiwanya tak kesepian. Perempuan yang mampu mengisi, hatinya yang kosong semenjak ditinggal Christy.

Namun kini, perempuan yang mampu menciptakan bahagia di salah satu atau seluruh bagian hatinya itu, adalah perempuan yang sama, yang telah membuat hatinya hancur.

Menyedihkan.

Sakit.

Hanya itu yang Vio rasa sekarang. Hatinya sakit. Jika ada kata yang lebih dari sakit untuk mendeskripsikan hatinya, mungkin Vio akan mengambil kata sekarat.

Hatinya berasa hampir mati. Rasanya benar-benar lebih dari sakit. Rasanya benar-benar nyeri. Hingga tak tahu lagi, harus dengan kalimat apa ia mendeskripsikan rasa sakitnya.

"Tega banget kamu, Chik. Haha."

"Aku kurang apa? Ha?! Aku sayang kamu, sayang banget! Warisan aku banyak! Kita bisa nikah dan kamu bisa hidup enak!"

"Katamu kita bakal rawat Christy bareng? Haha mana, bangsat! Lo malah mau kawin sama bajingan lain!"

"Sakit banget, Chik. Sakit banget Chika!! Arrrghh!" rancaunya entah sudah berapa puluh kali. Kali ini dia tendang kaleng-kaleng kosong hingga menimbulkan bunyi nyaring. Dia tendang kaleng-kaleng kosong hingga berserakan ke mana-mana.

Dadanya sangat sakit memang. Semakin sakit, saat ia meraih amplop yang Chika tinggalkan bersama kotak beludru di atas rak sepatu. Amplop yang dia lempar ke atas meja setelah membaca berita acaranya. Amplop yang ingin ia sobek, namun, tak sanggup ia lakukan. Tenaganya seperti telah terkuras habis untuk marah-marah. Tubuhnya mulai kehilangan tenaga akibat terlalu banyak menenggak alkohol.

Glek

Lagi. Dia tenggak minuman dalam kaleng alkoholnya. Dia tenggak hingga hanya menyisakan setetes dua tetes di dalam sana.

GREEN FLASH WITH CHRISTY (SELESAI) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang