Keseharian

6.2K 79 4
                                    

Kami pun sampai ke rumah jam 10 malam. Kami yang kelelahan karena seharian tak istirahat pun mencoba meregangkan badan di sofa. Dengan rasa lapar yang mulai menderu. Aku pun berinisiatif untuk memasak untuk makan malam. Namun di tahan oleh Ali karena ia menyuruhku untuk memesan makanan saja.

Aku pun hanya bisa ikut. Ku lihat Ali yang sedang berkutik dengan Hpnya.

"Mau pesan apa fan?" Ucap Ali.

"Ngikut aja." Ucapku yang menyalakan TV dengan sambil memakan camilan.

Ali pun akhirnya memesan Nasi goreng. Tak butuh waktu lama. Seseorang ojek online yang datang membawakan pesanan kami. Kami pun makan dengan ditemani sebuah acara talk show di Tv.

"Bajunya gimana? Bagus ga?" Ucap Ali.

"Ehm bagus kok." Ucapku dengan mulut yang masih penuh dengan nasi. Ali pun tertawa melihatku.

Setelah makan kami pun menonton Tv yang sudah menjadi rutinitas. Sampai tak sadar waktu sudah tengah malam. Aku pun pamit tidur dan pergi meninggalkan Ali yang masih ingin menonton.

*
Hari hariku pun berlalu. Aku pun mulai terbiasa dengan kehidupanku yang baru ini. Ku biasakan untuk mengerjakan pekerjaan rumah mulai dari menyapu, memasak dll. Aku pun mulai terbiasa memakai pakaian wanita. Bahkan aku sudah tak pernah memakai pakaian pria lagi.

Perubahan pun makin terjadi dari tubuhku yang semakin feminim. Ku lihat dari cermin pun tak ada sedikitpun tanda kejantanan dari tubuhku. Hanya burung yang masih menandakan aku itu pria.

Suaraku pun semakin meninggi walau masih belum menyerupai wanita tulen. Rambutku pun mulai panjang sebahu. Menambah kecantikan ku.

Hubungan ku dengan Ali pun semakin dekat. Tak jarang kami yang di kira orang lain adalah sepasang kekasih. Tak jarang Ali pun mengajakku berjalan jalan. Ia pun sering mengajakku berkeliling Bandung menggunakan motornya.

Tubuhku yang sekarang juga ternyata membawa keberuntungan. Tak jarang Ali menyuruhku untuk menjadi model buat barang dagangannya. Membuat bisnis kami dapat melesat naik. Kami pun semakin kewalahan dalam mengurus pesanan. Karena tak sanggup mengurus sendiri. Kami pun akhirnya memperkejakan dua orang yang akan membantu kami.

Boni dan Dani. Nama pemuda yang kami rekrut untuk membantu kami. Ku lihat mereka yang tak terpaut jauh dari kami berdua. Membuat hubungan kami gampang terjalin.

Kulihat mereka yang sedang memasukkan barang ke dalam truk untuk di kirim ke luar kota. Ku lihat mereka yang kompak. Terbesit dalam hati ingin membantu mereka. Namu apalah daya tubuhku yang tak sekuat mereka.

Aku pun segera pergi ke dapur untuk membuatkan mereka minum. Ku siapkan di meja teras rumah. Aku pun menyuruh mereka istirahat dulu.

"Bon, Dan. Istirahat dulu aja! Udah aku buatin minum. Kalau makan tinggal ambil di dalam ya." Ucapku menyuruh mereka beristirahat. Mereka pun segera menghentikan pekerjaan mereka.

"Baik teh."

Aku pun mencari Ali yang masih memasukkan barang ke dalam truk.

"Al. Istirahat dulu. Ga capek apa?" Ucapku melihatnya yang banjir keringat.

"Iya. Bentar sedikit lagi nih." Ucap Ali tak menghiraukan ku. Aku pun segera naik menarik tangan Ali yang mau mengambil sebuah barang untuk di masukan.

"Istirahat ga?" Ucapku mengancam. Ia pun hanya bisa pasrah tanpa ada perlawanan.
Ali pun akhirnya ikut istirahat. Kulihat ke tiga pemuda tersebut yang banjir keringat.

"Teh. Mau makan dulu ya." Ucap Boni. Aku pun mengiyakan. Boni dan dani pun langsung masuk untuk mengambil makan yang sudah aku siapkan di dapur.

"Ga makan?" Tanyaku kepada ali. Aku pun duduk di samping Ali yang tengah minum.

"Ga ah. Nanti dulu aja. Tanggung tinggal sedikit doang." Ucap Ali. Ali pun langsung berdiri untuk melanjutkan pekerjaannya.

"Makan ga? Atau aku pukul kamu." Ucapku mengancam dengan menarik tangannya.

"Fan kan tinggal dikit doang nih. Bentar aja kok." Ucap Ali dengan raut wajah cemberut.

Aku pun langsung melepaskan tanpa berkata apa apa. Ku bergegas untuk ke dapur mengambil makan untuk Ali. Ku ambil Piring yang ku isi dengan nasi dan lauk pauk yang telah aku masak.

Aku pun kembali ke depan dengan membawa makan untuk Ali. Ku lihat ia yang masih bekerja tanpa mendengarkan ucapan ku. Aku pun sedikit kesal dengannya karena tak mau mengindahkan ucapan ku.

"Mau makan ga? Ini udah aku bawain." Ucapku menghampirinya dan mengadahkan sepiring nasi kepadanya.

"Suapin ya!" Ucap Ali merayuku untuk mau menyuapinya.

"Udah aku bawain. Minta di suapin pula." Ucapku mendengus kesal.

"Yaudah kalau ga mau. Gue mau kerja lagi aja." Ucap Ali sambil berpura pura mengemas barang. Aku pun hanya bisa pasrah melihat Ali yang manja kepadaku.

"Yaudah sini aku suapin!" Ucapku dengan perasaan kesal. Ali pun langsung berhenti dan membuka mulut untuk di suapi.

Aku pun menyuapinya dengan perasaan kesal. Aku pun menyuruh Ali untuk duduk agar lebih enak untuk menyuapinya.

"Enak ga?" Ucapku sambil memberikan suapan.

"Masakan lu itu enak terus fan. Gausah di tanya." Ucap Ali dengan mulut penuh karena suapan ku.

"Ehm. Nanti anterin aku ke ATM ya! Aku mau transfer buat Ibu di kampung." Ucapku meminta bantuan kepada Ali.

"Oh iya. Gue perhatiin akhir akhir ini lu ga pernah nelpon ibu lu lagi. Kenapa?" Ucap Ali. Aku pun meletakkan piring di meja karena sudah selesai.

"Ehm. Malu." Ucapku singkat. Aku pun sadar bahwa aku jarang sekali berkabar dengan orang tuaku akhir akhir ini.

"Kenapa? Itu kan ibu lu fan. Inget cuma dia loh yang lu punya." Ucap Ali menasehati ku. Aku pun hanya terdiam. Kulihat Ali yang sedang minum.

"Ya kamu kan tau sekarang aku gimana? Aku takut ibu syok."

"Terus lu mau sampai kapan kaya gini? Mereka juga bakal tau fan. Tinggal nunggu waktu aja." Ucap Ali. Aku pun hanya terdiam memikirkan bagaimana kedepannya.

Sejenak aku pun berfikir bahwa yang di katakan Ali memang benar. Namun aku pun tak mau mengambil keputusan yang salah nantinya.

"Ya kamu tau kan Al. Aku lahir dari keluarga religius. Otomatis mereka bakalan syok dan yang aku khawatir mereka ga bakalan mau nerima aku lagi." Ucapku dengan lantang. Ali pun hanya terdiam mencermati ucapanku.

Perjalanan panjangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang