Pulang kampung

3.5K 70 9
                                    

Kami pun pulang ke kampung halamanku. Pagi hari kami langsung berangkat menggunakan mobil pribadi. Perjalanan pun memakan waktu seharian. Apalagi dengan kami yang beberapa kali transit untuk beristirahat dan mendinginkan mobil.

Tepat pukul 7 malam. Kami pun tiba di kampung halamanku. Kami pun segera masuk ke dalam rumah. Terlihat beberapa sambutan yang di tujukan kepada kami. Tak lupa mereka yang sedikit kaget dengan kedatanganku yang mendadak dan tak mengabari dulu.

Aku pun segera menghampiri ibu dan memeluknya. Perasaan rindu menyelimuti diriku. Mungkin ini yang aku rasakan setelah menjadi wanita. Dulu saat aku pulang. Aku juga rindu akan ibuku. Namun tak berani mengekspresikan sampai seperti ini.

"Kamu itu ya. Pulang kok gak bilang bilang." Ucap Ibu yang memarahiku karena tak mengabarinya dulu.

"Hehe. Ga tau mas Ali tiba tiba pengen kesini. Sekalian sama aku pengen ketemu sama Ibu." Ucapku sambil terkekeh. Ibu pun memaklumi alasanku.

Ibu pun menyuruh kami untuk makan bersama. Semuanya berkumpul dalam satu meja makan. Hanya kak Edo yang tak ada karena harus bekerja lagi. Ku lihat juga Kak Arie dan Ali yang semakin akrab. Bahkan tak jarang ku dengar mereka berbicara tentang hobi mereka yang ternyata sama.

"Fan. Ngomong ngomong kesini ada apa? Tumben banget." Ucap Kak rumi di sela acara makan kami.

"Hmm. Ntar aku kasih tau. Pokoknya ini berita bagus." Ucapku sambil tersenyum.

Acara makan pun selesai. Berganti dengan acara santai santai kami. Aku pun keasyikan saat bermain bersama Leo dan Oni. Rasa rinduku kepada mereka. Setelah sekian lama tak bersama. Mereka pun sangat antusias kepadaku. Terlihat saat aku baru datang pun. Mereka sudah menyambut akan kehadiranku.

"Mau mas yang ngomong. Atau kamu nih?" Ucap Ali di sela keasyikan ku bersama kedua ponakan ku.

"Ehm. Mas aja." Ucapku singkat agar dapat bermain dengan Leo dan Oni lagi.

"Leo, Oni. Tantenya om pinjam dulu ya?" Ucap Ali sambil menarik tanganku. Aku pun bingung saat di tarik tangannya. Segera ia menyuruhku untuk duduk di sampingnya.

"Kalau mau mas yang jelasin yaudah dengerin. Jangan asyik sendiri!" Ucap Ali sambil mencolek hidungku. Aku pun merasa kesal dengan perilakunya yang tak aku mengerti.

"Yaudah. Katanya mau ngomong Al." Ucap Kak Vita dengan ekspresi antusias mendengarkan ucapan kami. Ku lihat mereka yang sudah menantikan jawaban dariku. Aku pun sedikit gugup dengan tatapan mereka kepadaku.

"Jadi gini. Alasan kami kesini itu. Karena kamu ngabarin. Bahwa Fanny hamil." Ucap Ali dengan lantang. Mereka pun terdiam sejenak. Ku lihat mereka yang sedang mencerna ucapan Ali barusan.

"Fanny hamil. Masak sih?" Ucap Kak Vita dengan ekspresi bingung.

"Kamu hamil Fan? Kok bisa sih?" Ucap Kak rumi sambil menggoyang goyangkan tubuhku.

"Kakak kan dulunya cowok kok bisa hamil sih?" Ucap Sasa yang juga bingung dengan ucapan Ali.

"Iya. Aku hamil. Dan aku ga tau apa penyebabnya. Yang jelas. AKU HAMIL..!! denger semua?" Ucapku dengan nada tinggi. Mereka pun masih bingung dengan semua kebenaran ini.

"Eh rum. Bener rum. Ini perut orang hamil tau." Ucap kak Vita yang meraba raba perutku. Aku pun sebenarnya risih. Namun agar mereka percaya. Aku pun hanya bisa pasrah.

Ali pun segera menjelaskan semua kejadian yang telah ku alami. Melihat diriku yang sepertinya tersiksa dengan kedua kakakku yang menginterogasi tubuhku seperti kucing pada ikan asin.

Ia pun menjelaskan semuanya. Dimulai saat aku pertama merasakan kejanggalan ini. Sampai kami memeriksakannya ke Dokter. Aku pun lega dengan Ali yang tak menceritakan perihal Syifa kepada keluargaku. Bagaimana pun dari dulu keluargaku tak pernah tau hubunganku dengan syifa seperti apa. Yang mereka tau kami hanya teman biasa.

Perjalanan panjangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang