Pernikahan

4.4K 65 2
                                    

Aku pun bangun jam 5 pagi. Ku bangunkan tubuhku untuk mandi. Suasana rumah yang telah ramai oleh orang orang. Aku pun segera di dandani oleh para perias yang telah aku pesan jauh jauh hari.

Ya walaupun sebenarnya pernikahanku tak memakai adat seperti pernikahan biasanya dan hanya terkesan formal. Namun tetap saja aku harus bangun pagi agar tak mengulur waktu.

Berbagai riasan pun mulai bermain di wajahku. Dengan tangan cekatan para perias yang terampil dalam merias ku. Lita, zein dkk pun juga di dandani untuk menjadi pagar ayuku.

Setelah melewati cukup tahapan. Kami pun selesai dalam urusan riasan. Aku pun izin untuk sarapan terlebih dahulu agar perutku terisi untuk nanti siang. Wanda pun langsung cekatan mengambilkan sarapan untukku. Aku pun makan dengan hati hati agar tak mengganggu riasan ku.

Jam yang sudah menunjukkan pukul 7 lebih. Ku lihat banyak orang yang sudah mulai berdatangan. Perasaan gugup pun mulai menyelimuti diriku akan hari spesial yang akan aku jalani satu kali dalam seumur hidup ini.

*

Tiba saatnya. Ali pun datang bersama dengan rombongan pengantarnya. Kak Edo dan Arie pun langsung menyambut kedatangan mereka. Dibantu oleh beberapa sepupu laki laki ku.

Kak rumi pun mengetuk menyuruhku untuk segera keluar menyambut mempelai pria. Aku pun langsung di gandeng oleh Kak Arie selaku kakak tertuaku. Aku pun berjalan pelan menuju ke ruang depan yang telah di persiapkan untuk acara ijab kabul.

Perasaan gugup pun kembali menyelimuti ku. Apalagi saat banyak pasang mata yang mulai menyoroti kedatanganku. Ku lihat Ali yang memakai kemeja putih polos senada dengan kebaya putih yang aku kenakan.

Acara pun di mulai saat aku telah duduk di samping Ali. Dimulai dari pembukaan. Pembacaan ayat suci Alquran. Kami pun dengan khidmat saat khutbah nikah dibacakan. Terlintas pikiran untukku kedepannya dengan berpedoman seperti yang dijelaskan.

Acara puncak pun tiba. Acara ijab kabul yang menjadi inti dari acara. Dengan sigap. Dena pun segera memakaikan kain di atas kepala kami. Aku pun mulai ketakutan. Bila terjadi kesalahan yang tidak diinginkan.

Kak Arie pun langsung duduk didepan kami selaku waliku. Ia bertugas sebagai penghulu pengganti ayahku. Dia pun mulai memberikan pertanyaan kepada Ali tentang kesiapannya untuk memperistri ku. Dengan tegas dan tenang. Ali pun menjawab semua jawaban yang di lontarkan oleh Kak Arie.

Kak Arie pun langsung menjabat tangan Ali. Mendadak suasana yang mulai hening dengan prosesi yang sakral ini. Aku pun kembali gugup. Muncul perasaan aneh dibenak ku.

" Dengan mengucap Bismillahirrahim. Saya nikahkan engkau Ananda Ali keanu afian bin Ruslam dengan adik saya yang bernama Fanny Maulida Binti Alm. Mujiyat dengan mas kawin. berupa Uang tunai dan seperangkat alat sholat. dibayar tunai." Ucap Kak arie dengan tatapan menatap Ali. Kami pun hening menunggu jawaban dari Ali. Aku pun hanya terdiam dengan segala rasa takut dan gugup ku yang tak kunjung hilang.

"Saya terima nikahnya Fanny Maulida binti Mujiyat dengan mas kawin Berupa uang tunai dan seperangkat alat sholat. dibayar tunai." Ucap Ali dengan lantang. Kak Arie pun mengucapkan Sah. Saat para hadirin yang mengesahkan ijab kami.

Segera kak Arie langsung memimpin doa atas kelancaran akad nikah kami. Perlahan. Air mataku pun turun tanpa sadar. Tak pernah terpikirkan olehku jika sekarang aku telah sah menjadi seorang istri.

Perlahan ku teringat. Akan masa dimana aku masih sekolah. Saat aku menjawab enteng pertanyaan yang guru berikan kepadaku bahwa kehidupan kedepannya tak akan ada yang tahu.

Aku yang dulu berfikir untuk menikahi seorang wanita dan menjadi kepala keluarga dari istriku. Apalagi dengan impianku menikah dengan Syifa sebagai istriku.

Kini. Justru malah aku menjadi seorang wanita yang di pinang oleh seorang lelaki. Apalagi dengan Ali yang ku pikir tak akan bertemu lagi setelah bertahun tahun tak bertemu dan berkabar.

Perasaan bahagia pun mulai menyelimuti diriku. Ku kecup tangan Ali sebagai simbol kepatuhan seorang istri. Aku pun salut dengannya. Yang mau menerimaku dan berkorban untukku. Mungkin tuhan mengirimkan Ali untukku menjadi pengganti syifa yang selama ini ada di hatiku.

 Mungkin tuhan mengirimkan Ali untukku menjadi pengganti syifa yang selama ini ada di hatiku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

K

ami pun bertukar cincin satu sama lain. Ku lihat wajahnya yang sedang memakaikan cincin dijari ku. Aku pun tersenyum tipis melihatnya. Apalagi sudah lebih dari satu minggu kami tak bertemu karena ibu yang menginginkan kami untuk tak bertemu dan berkabar selama seminggu sebelum itu.

Acara pun ditutup setelah nasihat yang diberi oleh pemuka agama di tempatku. Kami berdua pun langsung dituntun ke sebuah mobil untuk menuju kesebuah gedung yang telah kami persiapkan untuk acara resepsi.

Kami pun sampai di gedung. Terlihat gedung yang indah dengan beberapa hiasan yang telah dipersiapkan oleh pelayan. Tak lama beberapa tamu pun ikut menyusul dan mulai meramaikan acara.

Acara pembukaan dan penyambutan yang dibawakan oleh seorang pembawa acara. Kami pun di persilahkan untuk naik ke pelaminan. Dengan diiringi oleh Wanda, Zein dan Dena yang mengiringiku dari belakang.

Aku pun terkejut dengan para tamu yang ternyata lebih banyak disini daripada saat tadi dirumah ku. Jika dirumah ku lebih banyak dari saudaraku atau tetangga. Maka disini banyak dari teman temanku dan Ali yang datang untuk mengikuti acara resepsinya.

Kami pun mendapat banyak ucapan selamat dari para tetamu yang hadir. Rasa pegal menyelimuti diriku yang harus berdiri menyalami para tamu yang hadir. Suasana pun kembali meriah dengan ditampilkannya sebuah musik pengiring.

Tak jarang. Banyak dari mereka yang meminta kami untuk foto bersama. Aku pun tak sungkan. Sembari untuk kenang kenangan yang tak pernah aku lupakan selamanya.

Dena dan dkk pun tak mau mengalah. Mereka pun kembali antusias ingin berfoto bersama ku dan Ali. Tak jarang aku yang menjaga sikap atas kehebohan Dena Dkk didepan Ali. Ali pun seperti memaklumi mereka dan mulai berbaur dengan mereka.

Tiba tiba Ali menarik ku menuju ke tengah dan menyuruhku untuk berdansa bersama.

"Al. Aku ga ngerti dansa. Lagian aku pengen duduk. Capek tau dari tadi berdiri terus." Ucapku dengan kesal.

"Udah. Kan ada aku." Ucap Ali sambil mengalungkan tangannya di pinggangku. Aku pun hanya bisa pasrah dan mengikuti gerakan Ali dan irama musik yang sedang berlangsung.

Kami pun berdansa bersama. Di iringi oleh alunan musik yang mengalun indah. Dengan penuh hati hati Ali menuntunku cara berdansa.

Kami pun terbuai dalam suasana penuh romantis itu. Di tengah keromantisan kami. Ali pun mencium bibirku. Aku pun tak bisa menolak dan mengikuti irama lidah Ali.





Perjalanan panjangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang