bilang

3.7K 82 8
                                    

Aku pun menjadi sangat akrab dengan Ibu. Hubungan yang ku pikir akan runyam. Dengan Ibu yang mungkin tak akan menerimaku. Ternyata jauh dari yang kubayangkan.

Kini aku bagai anak perempuannya. Tak jarang ia yang mengkhawatirkan ku persisi seperti Ibu yang khawatir dengan anak perempuannya. Ia pun tak masalah denganku yang bukan wanita tulen.

Baginya aku anak perempuannya yang harus dijaga sampai ada pria yang meminang. Ia pun sudah mulai melupakan masa laluku sebagai seorang pria. Hubunganku dengannya menjadi sangat akrab. Bahkan jauh lebih akrab ketimbang dulu waktu aku masih menjadi pria.

Pagi pagi. Aku pun pergi ke pasar bersama Ibu. Aku pun sangat senang. Dengan meminjam motor Ali. Aku pun mengarahkan menuju ke pasar yang biasa aku kunjungi bersama Ali.

Kami pun menyusuri setiap sudut. Mencari  kebutuhan dapur. Tak kami ibu yang menawar penjual dengan hebat. Aku pun tak mau kalah dengannya. Ku tunjukkan skill ku dalam menawar yang membuat ibu heran.

Kami pun pulang setelah membeli semua yang kami inginkan. Di rumah. Ibu pun langsung memasak untuk makan siang. Aku pun ingin membantu. Namun ibu menyuruhku untuk membantu Ali mengecek barang yang baru sampai.

Aku pun hanya bisa mengikuti perintah ibu. Aku pun menghampiri Ali yang tengah di gudang. Kulihat ia yang sedang mendata satu persatu barang yang baru datang.

"Al. Ada yang bisa aku bantuin ga?" Ucapku menghampiri Ali.

"Lo ga bantuin Ibu masak? Kasian dia di dapur masak sendiri. Sana bantuin Ibu aja!"

"Ibu sendiri yang suruh aku kesini buat bantuin. Katanya dia bisa sendiri." Ucapku dengan mengambil catatan yang ada di tangannya.

"Fan. Sini! Udah ga usah bantuin gue. Lo istirahat aja sana!" Ucap Ali sembari ingin merebut catatan di tanganku.

"Enak aja. Aku disini kan kerja sama kamu buat bantuin kamu ngurus bisnis kamu. Bukan jadi pembantu kamu." Ucapku dengan ekspresi kesal. Ali pun hanya bisa mendengus melihatku yang tak mau mengalah darinya..

Ia pun menyuruhku untuk mendata barang. Mulai dari baju, celana sampai kosmetik. Ku data satu persatu dengan teliti. Cukup lama aku mendata barang yang datang. Tak lupa Ali yang menyortir barang satu persatu sesuai jenisnya.

"Waktu aku ga di rumah. Yang bantuin kamu siapa? Boni sama Dani kan katanya keluar?" Ucapku bertanya kepadanya. Ali pun duduk di sampingku. Sembari melihat barang yang sudah tertata rapi

"Sendirian lah. Sama siapa lagi?" Ucap Ali. Kulihat wajahnya yang berkeringat. Aku pun mengambil tisu di dalam rumah. Segera ku bersihkan keringat di wajahnya.

"Tumben lo perhatian sama gue?" Ucap Ali dengan nada menggoda.

"Ih. Bukannya setiap hari aku perhatian ya. Kamunya aja yang ga peka." Ucapku dengan kesal dan berhenti mengusapi wajahnya.

Ali pun tertawa melihat ekspresi kesalku. Aku pun hanya melihatnya dengan kesal. Melihatnya yang malah menertawai ku.

"Al. Aku mau ngomong sama kamu!" Ucapku dengan nada datar. Sekejap Ali pun terdiam dan memperhatikan ku.

"Apa?"

"Aku mau pulang ke kampung. Ibu nyuruh aku buat temani dia di kampung." Ucapku mencoba menjelaskan maksudku. Ali pun nampak terkejut mendengar ucapan ku.

"Kan ada kakak kakakmu dan adikmu di sana. Masak kamu juga harus pulang?" Ucap Ali. Terlihat ia yang tak suka dengan apa yang aku ucapkan.

"Ibu udah nganggep aku anak ceweknya. Jadi ia pikir aku ga boleh jauh jauh darinya." Ucapku berusaha menjelaskan dengan lemah lembut. Agar Ali tak marah.

"Ya adik lo kan juga cewek Fan. Kakak kakak ipar lo juga. Kenapa harus lo?" Ucap Ali menyanggah perkataan ku.

"Adik aku itu ga sepemikiran Al sama Ibu. Lagian kalau kakak ipar aku. Mereka kan punya dunia sendiri." Ucapku mencoba menjelaskan. Ali pun tampak kesal. Kulihat ia yang diam memikirkan ucapan ku.

Ali pun pergi meninggalkan ku. Ku lihat ia yang pergi tanpa berbicara sedikitpun kepadaku. Tersirat rasa penyesalan dalam diriku yang telah memberitahu Ali tentang hal ini.

Seharian kami pun hanya diam tak berbicara sedikit pun. Bahkan saat kita makan bersama. Salah satu dari kami pun tak ada yang memulai percakapan. Ibu pun menyadari kejanggalan itu. Ia pun bertanya mengapa seharian aku dan Ali hanya diam. Padahal biasanya kita selalu ramai sekali. Namun langsung dijawab oleh Ali Jika ia sedang tidak enak badan.

Malam hari. Ku lihat ia yang sedang menonton Tv sendiri. Aku yang sedang ke dapur untuk mengambil air untuk minum obat pun melihat dengan seksama. Ku lihat Ali yang hanya diam di depan layar Tv.

Aku pun segera menghampiri dan duduk disebelahnya. Ia pun hanya diam dan terus menatap layar Tv tanpa. Memperdulikan keberadaan ku.

"Kamu masih marah?" Ucapku dengan sedikit takut.

"Ga kok." Ucap Ali singkat. Aku pun semakin gelisah. Melihat ekspresinya seperti saat ia baru kembali dari rumah sakit.

"Al. Aku tau aku salah. Tapi aku ga ada pilihan." Ucapku dengan merengek agar Ali tergugah hatinya.

"Jangan keras keras! Nanti Ibu bangun." Ucap Ali menyuruhku diam. Aku pun mengikutinya karena tak ingin Ibu terbangun. Hanya gara gara percakapan kami.

Aku pun mencoba menenangkan diriku agar tak tersulut. Tak lupa aku pun meminum obat yang aku pegang dengan air putih.

"Itu obat apa?" Ucap Ali yang melihatku meminum sebuah obat.

"Pil estrogen."

"Kenapa lo minum lagi? Katanya lo mau jadi cowok kembali." Ucap Ali. Ku lihat ia yang heran melihatku meminum obat itu.

"Ga. Kalau aku jadi cowok. Ntar kamu kasihan ga bisa suka sama aku lagi." Ucapku sambil bergaya centil. Ali pun mendengus mendengar ucapan ku.

"Percuma lo juga mau pulang. Gue ga bisa lihat lagi dong." Ucap Ali.

"Emangnya kamu ga bisa nyusul. Aku juga selalu buka pintu kok kalau kamu dateng ke rumah." Ucap aku.

"Buat apa? Toh lo pasti sibuk kan di sana. Pasti ga ada waktu buat gue." Ucap Ali yang seolah putus semangat gara gara aku ingin pulang. Aku pun segera menjitak kepalanya.

"Kok main jitak sih. Gue salah apa?" Ucap Ali sembari mengelus kepalanya.

"Ya makanya jangan bikin aku kesel. Sembarangan aja kalau ngomong. Emang aku pernah lupain kamu?" Ucapku dengan kesal.

"Lah emang bener kan? Toh juga lo bakal lupain gue kalau udah disana." Ucap Ali yang membuatku semakin kesal dengannya.

Perjalanan panjangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang